Azzam Bernabas Dirgantara, seorang Milyader berhati dingin. Bagi Dirga, hatinya sudah lama mati. CEO dari Dirgantara Group tersebut sudah mengubur dalam cintanya bersama sang tunangan yang pergi untuk selama-lamanya.
Lalu tiba-tiba muncul wanita seperti alien yang mulai mengusik kedamaian Dirga. Apa Dirga akan bertahan menjadi perjaka tua sampai akhir hayat karena cintanya yang sudah mati? Atau jangan-jangan pria seperti kanebo kering itu malah berpindah haluan, ketika hidupnya diusik sosok gadis yang sama sekali tidak akan membuatnya jatuh cinta lagi.
Dirga berani bersumpah, ia akan membujang selama-lamanya. Percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hubungan Khusus
Dinikahi Milyader Bagian 25
Oleh Sept
Rate 18 +
General Hospital
Pagi itu Levia diselimuti duka yang mendalam, ia sangat menyesal mengapa semalam tidak pulang saja. Karena begitu paginya ia tiba di rumah, sang papa malah terkapar di bawah ranjang.
Di tengah-tengah kekalutan, rasa panik dan kecemasan yang melanda, di sana ada Dirga. Pria itu langsung mengangkat tubuh papanya yang memang tidak seberat seperti orang dewasa pada umumnya. Sakit cukup lama, membuat pria itu hanya menyisahkan kulit dan tulang pada tubuhnya.
Dirga sepertinya sudah bisa membaca situasi. Otaknya pun bekerja sangat cepat. Dengan sigap, setelah mendobrak pintu, Dirga pun bergegas memeriksa denyut nadi dan detak jantung papa Levia tersebut. Dirasa masih ada harapan, mereka pun bergegas ke sebuah rumah sakit.
Di depan UGD
"Duduklah, Lev! Om pasti baik-baik saja. Sudah ada dokter ahli yang kini menanganinya. Jadi, lebih baik duduklah!" seru Dirga saat melihat Levia yang berjalan seperti setrika di depan UGD.
Wajah Levia nampak pucat, mungkin ia takut kehilangan pria yang berbaring lemah di dalam sana. Hanya itu keluarga Levia satu-satunya. Sedangkan mama Dona dan Reva, sepertinya mereka pergi. Entah kabur atau bagaimana. Atau jangan-jangan ini mengenai aksi Nyonya Pram yang mencari siapa selingkuhan suaminya yang sebenarnya.
Sambil terus mondar-mandir, Levia nampak terus berpikir. Ia pun mencoba menghubungi mama tirinya itu, tapi nomornya tidak aktive.
[Mas Reza]
Buru-buru ia mencari nomor ponsel Reza, meskipun katanya masih ada kerjaan beberapa hari lagi, Levia harus menghubungi kakak tirinya itu. Bagaimana pun juga, sepertinya selama ini yang mengangkat ia ada di rumah itu adalah Reza.
Tut Tut Tut
Levia melirik kiri kanan sambil menunggu telpon diangkat.
"Kamu menghubungi siapa, Lev?" Dirga mendekat dan penasaran.
"Mas Reza, Levi harus minta Mas Reza pulang."
Dirga mengerutkan dahi. Kemudian menajamkan telinga ketika Levia berbicara di telpon.
"Mas ... Mas Reza ... Mas bisa pulang sekarang? Papa ... Papa sekarang di rumah sakit," ucap Levia di telpon dengan gugup.
"Tunggu ... tunggu! Bicara pelan-pelan. Papa kenapa?"
"Papa jatuh," jawab Levia.
"Bisa jatuh bagaimana? Mama di mana?"
Levia diam, pasalnya ia juga tidak bisa menjawab.
"Lev! Levi!" panggil Reza yang tidak ada sahutan dari seberang telpon.
"Rumah ... Rumah kosong, Mas."
Mendengar jawaban Levia, Reza hanya bisa memejamkan mata. Sudah ia duga. Sejak papanya sakit, sang mama sepertinya juga mulai luntur rasa cintanya. Padahal mereka hidup bahagia, ya papa dan mama kecuali Levia. Karena sang mama sepertinya kurang suka dengan Levia.
Wajah Levia terlalu mirip dengan wajah ibunya. Membuat mama Dona mungkin sakit hati. Ia dulu sempat melihat foto lama ibunya Levia di salah satu laci kamar. Dan itu membuatnya sangat marah. Hingga dijadikan alasan untuk menyiksa Levia dari kecil. Dia marah karena sang suami masih saja menyimpan foto mantan istri pertamanya.
Kembali ke tempat Reza, pria itu kemudian mangatakan akan pulang segera. Sambil memijit pelipisnya, ia berpikir. Ke mana mamanya.
Baru juga dipikirkan, sang mama malah menghubungi dirinya. Tapi dengan nomor asing.
"Reza! Transfer uang ke rekening Mama. Mama butuh banyak yang sekarang," suara mama Dona terdengar tergesa-gesa.
"Hallo! Ma ... Mama di mana?"
"Udah, nanti Mama jelasin. Sekarang kamu transfer ke rekening Mama."
Tut Tut Tut
Reza hanya bisa menahan napas kesal. Sang mama pasti membuat ulah.
***
GENERAL HOSPITAL
KLEK
"Bagaimana papa saya, Dok?" Levia yang tadi sempat duduk sejenak setelah bicara pada Reza di telpon. Kini berjingkat saat melihat pintu UGD terbuka.
Feeling Levia sudah tidak bagus, ketika melihat sorot mata sang dokter. Pria berjas putih itu kemudian menyentuh pundak Levia, menepuknya dan menggeleng pelan.
Seketika, langit Levia seperti runtuh. Dunianya lenyap saat itu juga.
"Maksudnya apa, Dok? Beliau selamat, kan?" sela Dirga yang merasakan firasat tidak enak.
"Maaf, kami sudah melakukan yang terbaik."
GEDEBUK ....
Levia jatuh pingsan. Rupanya jiwanya tidak sanggup menerima kabar buruk yang cukup menguncang dunianya tersebut.
***
Kediaman orang tua Levia
Levia terduduk lemas di depan sebuah peti jenazah. Ia terisak sambil dipeluk Reza, pria itu baru saja tiba beberapa saat yang lalu. Reza seolah merasakan kehilangan yang sama. Meski bukan anak kandung, sosok papa mereka semasa hidup adalah sosok penyayang.
Sayang sekali, beberapa tahun terakhir, nasib buruk menghampiri keluarga mereka. Papa kecelakaan, membawa kabut duka untuk semua keluarga. Sekarang, duka itu semakin dalam ketika di depan rumah mereka tersemat bendera kuning yang tersapu angin.
Proses pemakaman berjalan dengan singkat, selain tidak memiliki kerabat, hari itu juga kebetulan mendung gelap. Jadi banyak pelayat yang langsung pulang setelah mengucap belasungkawa.
Kini hanya tertinggal Levia yang duduk sambil mengusap kayu nisan sang papa, bersama Reza yang setia menemani sejak ia tiba. Sedangkan Dirga, ia hanya bisa berdiri dari jauh, mengamati bagai pengamat.
DUARRR ...
Kilat mulai muncul bersama dengan petir yang menyambar. Reza pun mengajak Levia balik karena sepertinya akan turun hujan deras. Namun, gadis itu tidak mau. Ia tetap duduk dan membiarkan air dari langit perlahan menguyur tubuhnya.
"Lev! Jangan begini!" seru Reza.
Levia malah menutup wajahnya dengan tangan, ia sedang menangis. Menangisi sang papa yang pergi begitu cepat.
Dari belakang, Dirga melepas jas hitam yang ia kenakan. Ia letakkan jas itu tepat di punggung Levia.
"Ini salah Levi ... harusnya semalam Levi pulang. Iya, kan? Ini memang salah Levia!" isak Levia dengan tubuh yang bergetar.
Kehilangan sang papa, seperti kehilangan separuh hidupnya. Sakit, rasanya tidak bisa dikatakan dengan apapun. Levia hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
"Lev! Biarkan papa ... papa sudah tenang. Papa sudah tidak merasakan sakit lagi." Reza mencoba membesarkan hati sang adik tirinya itu. Namun, Levia malah menjadi. Ia semakin menangis. Rasanya, air mata itu tidak mau berhenti. Membaca nama sang papa di nisan, membuat Levia kembali lemas.
"Lev! Levia!" pekik Reza.
Begitu juga dengan Dirga. Karena Dirga yang sudah berdiri tepat di belakang gadis itu, ia lantas membopong tubuh Levia yang sudah basah.
***
Malam harinya.
"Pa ... maafin Levi, Pa ... ini salah Levi, Pa ... Jangan tinggalin Levi, Pa." Levia terus saja mengigau. Gadis itu sepertinya terlalu larut dalam kesedihan yang begitu dalam.
Sedangkan di luar kamar, tepatnya di luar tamu, Reza sedang bicara pada Dirga.
"Terima kasih atas bantuannya," ucap Reza yang kelihatan sudah lelah.
Dirga hanya mengangguk, kemudian melirik ke kamar Levia.
"Sebelum saya pulang, apa boleh melihatnya dulu?"
Reza sepertinya keberatan. Namun, saat mengingat kebaikan Dirga. Ia pun mengangguk.
Srakkk ...
Dirga menyibak tirai yang menjadi pembatas. Dilihatnya Levia yang tidur dengan tidak tenang. Dahinya dipenuhi bulir keringat. Keningnya juga berkerut. Sepertinya Levia sedang mengalami mimpi buruk.
"Pa ... Papa!" Levia mengigau lagi.
Melihat hal itu, Dirga menghela napas dalam-dalam. Kemudian mendekati ranjang Levia.
"Ini bukan salahmu, Levia ... bukan."
CUP
Entah mengapa, Dirga hanya ingin mengecup kening gadis tersebut sebelum pulang. Terasa hangat, membuat Dirga ingin menginap saja. Kira-kira sama Reza dibolehkan apa tidak?
Diusapnya rambut Levia, kemudian pipinya yang hangat. Sepertinya Levia demam. Mungkin karena kehujanan di pemakaman tadi siang.
"Ehem .... ehemm!" Reza masuk dan berdehem. Ia sempat melihat tangan Dirga menyentuh pipi adik tirinya.
"Sudah malam, sepertinya anda harus pulang!" usir Reza yang mungkin cemburu.
Dirga kemudian memutar bola matanya, pria itu mencoba memikirkan hal yang licik. Agar bisa menginap malam ini.
"Hem ... aku sangat khawatir dengan Levia, rasanya tidak tega melihat kondisinya seperti ini. Boleh malam ini aku menginap?"
Suasana hening sesaat.
"Maaf, anda bukan bagian dari keluarga kami. Rasanya sangat aneh jika anda menginap," jawab Reza yang mulai tidak bersahabat.
Dirga langsung mengumbar senyumnya yang sombong itu.
"Maaf, mungkin Levia belum cerita sebelumnya. Kami dalam hubungan yang khusus. Bahkan mungkin akan segera menikah."
Mata Reza mau copot.
BERSAMBUNG
Biji terong kalau ngomong mah enak banget, kaga Ada filter, losss... suka suka diaa. Hehehe