Aku Lelah,Cintai Aku

Setelah seharian aku hanya berdiam diri di apartemen mas Arlo bersama mbak Sari. Makan, nonton TV, tiduran sambil memikirkan langkah apa yang harus aku lakukan.

Aku masih saja memblokir nomor mas Arlo dan tak berniat untuk membuka blokirnya, karena mas Arlo pun nampak tak masalah dengan sikapku ini.

***

Aku bersiap-siap untuk berkunjung kerumah mama.

“Mbak Sari, aku mau kerumah mama sebentar ya, mbak disini sendiri gak pa pa?” Tanyaku pada mbak Sari yang sedang menyapu

“Gak pa pa non, santai aja non” kata mbak Sari sambil tersenyum, “Sarapan dulu non, kata den Arlo saya harus memastikan non makan teratur” lanjut mbak Sari

“Dih mbak Sari nurut sama mas Arlo” kataku meledek

“Soalnya den Arlo perhatian sama non” mbak Sari yang sudah selesai menyapu kemudian menghampiriku yang sedang sarapan, menuangkan jus jeruk pada gelas dan memberikannya padaku

“Non maaf kalau saya lancang, saya lihat den Arlo sepertinya suka ya sama non?” Pertanyaan mbak Sari membuatku sedikit terkejut

“Masa sih mbak?” Aku pura-pura bertanya “gak mungkin lah mbak, mas Arlo kan udah punya istri sama anak, saya juga sama” lanjutku berusaha mengingkari yang terjadi

“Ya namanya perasaan manusia non, gak bisa dipaksakan, apa lagi itu menyangkut cinta, yang salah pun akan terasa benar mbak” penjelasan mbak Sari memang benar

“Gak usah dipikirin mbak, jalani apa yang ada sekarang, tapi yang pasti aku gak mau jadi perusak rumah tangga orang mbak, karena aku sudah merasakan kebahagiaanku dan Vano dirusak oleh wanita lain” aku menerawang akan masalahku dengan Bagas

“Ya udah mbak aku berangkat dulu ya mbak, Insyaallah sore aku sudah pulang mbak” pamitku pada mbak Sari

“Iya non, hati-hati dijalan non, salam untuk tuan dan nyonya non” aku jawab dengan memberikan jempolku

Mobilku ikut mengungsi ke apartemen ini, dibawa oleh orang suruhan mas Arlo yang menjemput mbak Sari malam itu.

Setelah perjalanan sekitar 30menit akhirnya aku sampai juga dirumah mama dan papa.

“Assalamualaikum” sapaku saat membuka pintu rumah

“Wa’alaikumsalam” jawab mama dan papa berbarengan, dari belakang rumah, mereka sedang bercocok tanam dilahan kecil belakang rumah

“Aduh mesra banget sih mama sama papa ini, bikin aku iri aja” kataku meledek mama dan papa sambil tersenyum

“Sini nak, mama cuci tangan dulu ya” mama berdiri dari duduknya di kursi kecil, setelah mencabuti rumput-rumput liar dan aku hanya mengangguk

“Papa sehat pa?”tanyaku pada papa yang terlihat sedikit lelah

“Sehat nak, nih papa masih kuat berkebun” katanya membela diri

Setelah mama selesai mencuci tangan dan di susul papa yang mencuci tangan, mama menggandeng tanganku untuk duduk di kursi taman belakang, di bawah pohon mangga, menuangkan teh untuk kami dan memberikan teh itu pada ku dan papa

“Makasih ma” ucapku saat menerima secangkir teh dari mama dan dijawab dengan anggukan dan senyuman mama

“Ada apa nak?” Tanya papa memulai pembicaraan kami

“Apa Bagas masih kesini lagi pa?” Tanyaku pada papa

“Hanya satu kali dan itu sangat larut malam dia kesini nak, kamu tinggal dimana?”

“Aku pinjam apartemen temen pa, mbak Sari juga ikut sama aku” jawabku

“Apa yang sudah terjadi hingga membuatmu meninggalkan rumah nak?” Tanya papaku dengan sabar, sedang mama hanya mengelus punggungku saja, seolah mengetahui sakit di hatiku

“Bagas selingkuh pa” jawabku singkat

“Apa kamu sudah membuktikannya?” Tanya papa

“Aku bahkan memergoki dia jalan dengan wanita itu pa, wanita itu sedang hamil lima bulan, hamil anak Bagas pa” kataku yang kembali menitikkan air mata

“Wanita yang sama dengan saat aku hamil dulu, Bagas sudah pernah berselingkuh pa dulu, dan aku sudah pernah memaafkan kesalahan dia karena aku tak ingin anakku lahir tanpa didampingi papanya, tapi sekarang kekuatanku pun sudah hilang pa, tak ada lagi yang bisa aku perjuangkan, aku ingin megakhiri pernikahanku ini pa ma, maafkan aku yang mengecewakan kalian lagi” menjelaskan niatku yang ingin bercerai dari Bagas

“Nak apa kamu sudah memikirkannya baik-baik?” Tanya mama yang ikut meneteskan air matanya saat melihat aku menangis

“Wanita itu lebih membutuhkan Bagas untuk calon anak mereka ma, sedangkan aku? Tak ada lagi yang tersisa dari hubungan kami, Vano pun tak ingin bertahan dengan papanya yang jarang memeluk dan memberikannya kasih sayang sehingga dia harus meninggal. apa lagi yang harus aku pertahankan jika cinta pun sudah bukan milikku lagi ma, Bagas tak mencintaiku jika dia mencintaiku maka tak akan mungkin dia menghadirkan wanita lain di pernikahan kami ma” derai air mata seolah mengatakan seberapa sakit hatiku menerima semua perlakuan Bagas padaku

“Lantas apa yang akan kamu lakukan sekarang nak?” Tanya papa lembut, aku tau papa pun merasakan terluka karena putri semata wayangnya sudah dilukai oleh lelaki yang baru beberapa tahun masuk di hidup putrinya

“Aku akan mengurus perceraianku dengan Bagas terlebih dahulu, dan aku akan mencari pekerjaan lagi pa, aku akan membangun hidupku yang baru pa, dan aku tak akan kembali kerumah itu lagi” aku menjelaskan sedikit rencanaku pada papa dan mama

“Kembalilah kemari nak, tinggal sama mama dan papa lagi seperti dulu” mama menyuruhku kembali kerumah mereka

“Jangan sekarang ma, aku gak mau ketemu Bagas sampai proses perceraian kami selesai, aku yakin Bagas akan kembali kemari ketika menerima surat gugatan perceraian kami” aku menolak mama secara halus “Biar aku tinggal di apartemen temanku dulu ma, apartemennya juga gak dia gunakan kok, ada mbak Sari juga yang menemaniku” lanjutku menjelaskan pada mama

“Jaga baik-baik dirimu nak, apa pun yang terjadi ingatlah bahwa ada kami yang selalu menyayangimu dan menerima mu kembali, rumah ini adalah milikmu jika kami tiada” kata papa

“Papa dan mama harus sehat biar bisa temeni aku terus ya, jangan tinggalin aku seperti Vano ya” kataku sambil memeluk papa yang hanya di jawab dengan belaian pada rambutku seperti saat aku masih kecil

Setelah selesai berbincang-bincang di belakang rumah, kemudian mama mengajakku untuk memasak bersama untuk makan siang kami. Tumis pare dengan udang kesukaan papa, udang asam manis kesukaanku, dan telur dadar kesukaan mama. Sekitar satu jam kami memasak akhirnya selesai juga. Kami makan siang bersama, setelah selesai makan siang aku beristirahat di kamarku, masih sama, masih tetap bersih karena setiap hari mama membersihkannya.

Menjelang sore hari pun aku berpamitan pada papa dan mama, karena kasihan meninggalkan mbak Sari di tempat yang asing sendiri,

“Papa menyayangimu nak, berhati-hatilah saat mengambil keputusan, pikirkan baik dan buruknya” kata papa tersenyum sambil membelai puncak kepalaku, aku mencium tangannya dan memeluknya

“Datanglah kemari nak jika kamu butuh tempat bersandar” kata mama sambil memelukku, kemudian aku mencium tangannya dan beranjak pergi.

Bersambung….