NovelToon NovelToon
Suami Setengah Pakai

Suami Setengah Pakai

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:4.4k
Nilai: 5
Nama Author: Aluina_

Aku terbiasa diberikan semua yang bekas oleh kakak. Tetapi bagaimana jika suaminya yang diberikan kepadaku?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aluina_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Seperti penawar racun. Kabut yang menyelimuti Banyu perlahan sirna, digantikan oleh cahaya pemahaman yang memberinya pijakan baru. Patah hatinya karena Lina tidak serta-merta sembuh, tapi kini ia memiliki konteks. Ia tidak lagi melihatnya sebagai kegagalan pribadi atau bukti bahwa keluarganya "rusak", melainkan sebagai sebuah episode dalam kehidupan yang, meskipun menyakitkan, tidak akan mendefinisikan siapa dirinya.

Perubahan paling signifikan terlihat pada musiknya. Suara gitar listrik yang marah dan meraung-raung dari kamarnya perlahan digantikan oleh melodi akustik yang lebih introspektif. Dia mulai mengisi kembali buku sketsa lagunya, bukan lagi dengan lirik-lirik samar tentang kemarahan remaja, melainkan dengan narasi yang lebih dalam. Dia menulis tentang bekas luka, tentang pelangi setelah hujan, tentang menemukan kekuatan di tempat-tempat yang paling tidak terduga. Dia sedang memproses sejarah keluarganya, mengubahnya menjadi seni.

"Aku tidak tahu kalau anakku bisa sepuitis ini," kata Danu suatu malam saat kami tanpa sengaja mendengar Banyu menyanyikan salah satu lagu barunya dari balik pintu kamarnya yang sedikit terbuka.

"Dia punya banyak hal untuk diceritakan," bisikku. "Dan dia menemukan caranya sendiri untuk bercerita."

Sekitar sebulan setelah malam pengakuan itu, Banyu mendekati kami dengan sebuah proposal.

"Ayah, Ibu, Aunty Binar," katanya, sengaja mengumpulkan kami bertiga di ruang keluarga. "Ada sesuatu yang ingin aku coba. Sesuatu yang penting buatku."

Kami menatapnya, penasaran.

"Sekolahku akan mengadakan festival seni tahunan bulan depan. Dan aku... aku ingin mendaftar untuk tampil. Bukan dengan band-ku. Tapi... sendirian."

"Itu ide yang bagus sekali, Sayang!" seruku, memberinya semangat.

"Tunggu, ada lagi," katanya, tampak sedikit gugup. "Aku tidak mau hanya menyanyikan lagu. Aku ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Aku ingin membuat sebuah pertunjukan multimedia kecil. Menggabungkan musikku dengan visual... dengan lukisan."

Dia menatapku. "Aku ingin memakai beberapa lukisan Ibu sebagai latar belakang panggung. Terutama lukisan-lukisan dari pameran 'Bekas Luka'. Dan..."

Dia berhenti, lalu menatap Binar. "Aunty, boleh aku pinjam beberapa sketsa desain gaun Aunty? Yang lama... dari koleksi-koleksi awal Aunty?"

Aku dan Binar saling berpandangan, terkejut sekaligus terharu. Putraku, keponakannya, tidak hanya ingin menampilkan karyanya sendiri. Dia ingin merajut tiga generasi cerita kami menjadi satu kesatuan.

"Tentu saja boleh, jagoan," jawab Binar, matanya berkaca-kaca. "Semua yang kau butuhkan."

"Dan Ayah," Banyu beralih pada Danu. "Aku butuh bantuan Ayah untuk bagian teknisnya. Memproyeksikan gambar-gambar itu ke layar di belakangku. Dan mungkin... merekam penampilanku?"

"Apapun yang kamu butuhkan, Nak," jawab Danu dengan senyum bangga. "Tim teknis terbaik akan Ayah siapkan."

Proyek festival seni itu menjadi fokus utama keluarga kami selama beberapa minggu ke depan. Rumah kami berubah menjadi sebuah studio kreatif. Banyu akan berlatih gitarnya di ruang tengah, sementara aku dan Binar membantunya memilih dan memindai lukisan serta sketsa yang paling representatif. Danu, dengan efisiensinya yang khas, mengatur semua peralatan teknis, berdiskusi dengan putranya tentang pencahayaan dan sudut kamera. Bahkan Aira ikut terlibat, menunjuk dirinya sendiri sebagai "Manajer Panggung" yang tugas utamanya adalah memastikan semua orang mendapatkan cukup camilan dan minuman.

Di tengah kesibukan itu, aku melihat sesuatu yang luar biasa. Banyu tidak hanya sedang mempersiapkan sebuah pertunjukan. Dia sedang melakukan terapi seninya sendiri. Dia akan bertanya padaku tentang makna di balik sebuah sapuan kuas yang kasar di salah satu lukisanku. "Ini bagian mana, Bu? Bagian saat Ibu merasa paling marah?"

Dia juga akan bertanya pada Binar tentang sebuah sketsa gaun yang tampak melankolis. "Gaun ini... Aunty merancangnya saat sedang sedih, ya? Kelihatan dari garisnya yang jatuh."

Melalui karya-karya kami, dia belajar membaca emosi yang tak terucap. Dia belajar memahami kami, bukan lagi sebagai Ibu atau Aunty, tapi sebagai Arini dan Binar—dua wanita dengan cerita dan perjuangan mereka sendiri. Proses itu memberinya empati dan kedewasaan yang jauh melampaui usianya.

Malam festival seni itu tiba. Aula sekolah dipenuhi oleh orang tua dan siswa. Aku duduk di barisan depan bersama Danu, Binar, Adrian, Aira, dan kedua pasang kakek-neneknya. Jantungku berdebar lebih kencang daripada saat pembukaan pameran soloku dulu. Ini terasa lebih personal.

Saat nama Banyu dipanggil, dia berjalan ke atas panggung dengan langkah yang mantap. Hanya ada dia, sebuah kursi, dan gitar akustiknya. Layar besar di belakangnya masih gelap.

"Selamat malam semua," sapanya, suaranya sedikit bergetar karena gugup, tapi matanya menatap lurus ke penonton. "Malam ini, saya tidak akan menyanyikan lagu tentang patah hati atau pemberontakan. Saya akan menyanyikan sebuah lagu tentang... warisan. Bukan warisan berupa uang atau properti, tapi warisan berupa cerita."

Layar di belakangnya menyala. Gambar pertama yang muncul adalah sketsa gaun warna senja milikku.

"Setiap keluarga punya ceritanya sendiri," lanjut Banyu. "Ada bab-bab yang cerah, dan ada bab-bab yang kelam. Cerita keluarga saya... dimulai dengan sebuah gaun. Sebuah mimpi yang direbut, dan sebuah pemberontakan yang sunyi."

Dia mulai memetik gitarnya, melodi yang indah dan sedikit melankolis mengalun mengisi keheningan aula. Lalu dia mulai bernyanyi. Suaranya jernih dan penuh perasaan.

Di layar, gambar-gambar mulai berganti, mengikuti alur lagunya. Dari sketsa gaun, berganti menjadi salah satu lukisan awalku yang paling gelap dan kacau. Lalu muncul sketsa-sketsa gaun Binar dari fase awalnya yang glamor namun dingin.

Lirik lagunya menceritakan kisah itu, bukan secara harfiah, melainkan melalui metafora. Tentang dua bunga yang tumbuh di taman yang sama, yang satu selalu di bawah bayang-bayang yang lain. Tentang badai yang datang dan hampir menghancurkan seluruh taman.

Saat musiknya mencapai klimaks, di layar ditampilkan lukisan "Senja Patah Hati" milikku, di samping sebuah sketsa gaun Binar yang tampak rapuh dan tak selesai. Itu adalah momen paling menyakitkan dalam cerita kami, dan Banyu tidak menghindar darinya. Dia menghadapinya dengan musiknya.

Lalu, perlahan, melodi lagunya berubah. Dari minor menjadi mayor. Dari kesedihan menjadi harapan. Di layar, lukisan-lukisanku mulai dipenuhi warna. Sketsa-sketsa Binar menjadi lebih berani dan hidup.

Banyu menyanyikan tentang pengampunan. Tentang keberanian untuk membangun kembali dari puing-puing. Tentang bagaimana bekas luka bisa menjadi pengingat akan kekuatan.

Di bagian akhir lagu, layar di belakangnya menampilkan tiga gambar berdampingan. Di kiri, sebuah lukisanku yang terbaru, penuh warna-warni cerah. Di kanan, foto salah satu desain Binar yang paling sukses, dikenakan oleh seorang model di atas panggung peragaan busana. Dan di tengah, sebuah foto candid yang diambil Aira beberapa minggu lalu: foto aku, Danu, dan Binar yang sedang tertawa bersama di dapur.

"Karena warisan terbaik," nyanyi Banyu di bait terakhirnya, suaranya kini mantap dan penuh keyakinan, "bukanlah cerita tentang bagaimana kita jatuh. Tapi tentang bagaimana kita, bersama-sama, menemukan cara untuk bangkit kembali."

Petikan gitar terakhirnya menggantung di udara, lalu menghilang. Hening. Seluruh aula seolah menahan napas.

Lalu, satu orang mulai bertepuk tangan. Diikuti oleh yang lain. Dan dalam sekejap, seluruh aula bergemuruh oleh tepuk tangan yang meriah. Bukan hanya tepuk tangan sopan untuk sebuah penampilan siswa. Ini adalah tepuk tangan yang tulus, yang datang dari hati. Orang-orang mungkin tidak tahu detail cerita kami, tapi mereka bisa merasakan kejujuran dan kekuatan dalam penampilan Banyu.

Aku tidak bisa menahan air mataku. Di sampingku, Binar juga menangis dalam diam. Danu merangkul kami berdua.

Saat Banyu turun dari panggung, kami menyambutnya dengan pelukan erat. "Kamu luar biasa, Nak," bisik Danu.

"Itu... itu adalah hal paling berani yang pernah Aunty lihat," kata Binar.

Banyu hanya tersenyum, wajahnya memerah karena lega dan bahagia.

Saat kami berjalan keluar dari aula, seorang gadis menghampiri kami. Lina. Dia menatap Banyu dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Hai, Banyu," sapanya pelan. "Penampilanmu... luar biasa."

"Makasih, Lin," jawab Banyu, tampak sedikit canggung.

"Aku... aku tidak tahu kalau keluargamu seperti itu," lanjut Lina. "Maksudku... begitu kuat."

Sebuah senyum kecil tersungging di bibir Banyu. "Setiap keluarga punya ceritanya sendiri. Aku hanya beruntung keluargaku mengizinkanku untuk ikut membacanya."

Lina mengangguk, lalu menatap kami—aku, Danu, dan Binar—dengan tatapan penuh rasa hormat. "Orang tuaku... mereka salah menilaimu. Menilai kalian semua."

Momen itu adalah penutupan yang sempurna

1
Ma Em
Akhirnya Arini sdh bisa menerima Danu dan sekarang sdh bahagia bersama putra putrinya begitu juga dgn Binar sdh menyadari semua kesalahannya dan sdh berbaikan , semoga tdk ada lagi konflik diantara Arini dan Binar dan selalu rukun 🤲🤲.
Ma Em
Arini keluargamu emang sinting tdk ada yg normal otaknya dari ayahmu ibumu juga kakakmu yg merasa paling benar .
Sri Wahyuni Abuzar
ini maksud nya gimana yaa..sebelumnya arini sudah mengelus perutnya yg makin membuncit ketika danu merakit ayunan kayu..kemudian chatingan sm binar di paris (jaga keponakan aku) ... lhaa tetiba baru mau ngabarin ke ortu nya arini bahwa arini hamil...dan janjian ketemu sama binar di cafe buat kasih tau arini hamil..
kan jadi bingung baca nya..
Sri Wahyuni Abuzar
danu yg nyetir mobil ke rumkit..ayah duduk di kursi samping danu..lalu binar dan ibu nya duduk di kursi belakang..pantas kalau arini bilang dia seperti g keliatan karena duduk di depan..di kursi depan bagian mana lagi yaa bingung aku tuuh 🤔
Noivella: makasih kak. astaga aku baru sadar typo maksudnya kursi paling belakang😭😭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!