Dia.. anak, Kakak, saudara dan kekasih yang keras, tegas dengan tatapannya yang menusuk. Perubahan ekspresi dapat ia mainkan dengan lihai. Marcelline.. pengendali segalanya!
Dan.. terlalu banyak benang merah yang saling menyatu di sini.
Happy reading 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S.Lintang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. -
"Makasih udah bantu Aza, Bang," ucap Azalea pada Delano yang berhasil mengantarkan dirinya sampai ke balkon kamar.
Delano memperhatikan sekitar sebelum menatap Azalea dan tersenyum. "Sebaiknya jangan nekat lagi Nona Muda, kalau sampai Nona Hart tau hal ini, anda sendiri yang akan menanggung konsekuensinya," papar Delano.
"Bang? Ini seriusan Abang bersikap normal sama Aza? Bang...."
"Maaf Nona Muda, saya harus segera pergi dari sini," ucap Delano memotong dan berbalik badan.
Azalea menahan tangan kekar itu, membuat Delano menoleh.
"Aza ini pacarnya Bang Delan, nggak seharusnya Abang bersikap kayak gini ke Aza," ucap Azalea sedih.
"Nona Hart sudah mengatakan kalau hubungan kita...."
"Aza nggak setuju! Apa Abang setuju?" tanya Azalea memotong.
"Nona, tolong mengerti dengan keadaan. Saya juga sadar diri siapa saya. Saya izin pamit, sebaiknya Nona istirahat dan jangan melanggar aturan lagi," ucap Delano dan segera pergi dari sana.
"Cinta kita nggak seharusnya dipisahkan Bang," lirih Azalea.
Di kamar Marcelline. Gadis itu masih memejamkan mata, sudah di tangani dokter juga, dan dokter mengatakan kalau Marcelline hanya kecapean saja dan over pikiran.
"Maaf sayang maaf," lirih Ervan.
°°
"Lo kemana pas ada kejadian sama Tuan Muda?" tanya Delano pada Raditya.
"Gue lagi terima telepon dari keluarga, sorry," jawab Raditya meminta maaf di akhir.
"Kalau Nona tau lo bisa kena hukuman," ujar Delano sambil menghisap rokoknya.
Raditya hanya mengangguk saja. Mereka berdua ada di seberang jalan tidak jauh dari Azri, memantau bersama pemuda itu.
"Btw Lan, lo mau kerjaan? Gue ada," celetuk Raditya tiba-tiba menawarkan pekerjaan pada sahabatnya.
Delano menatap Raditya lalu terkekeh kecil. "Simpen aja, kasih buat orang lain yang lebih membutuhkan," sahutnya menolak.
"Emang lo nggak butuh?" tanya Raditya pula.
"Emang seberapa besar nyali lo sampe nawarin kerjaan sama gue sih? Nggak takut emang?" tanya Delano sarkas yang membuat Raditya menggaruk pipinya sendiri yang tidak gatal.
Bisa mati dirinya kalau Marcelline sampai mengetahui ini.
"Gue masih punya beberapa tabungan, lo nggak perlu khawatir," ucap Delano memberitahu.
"Gue tau lo punya tabungan, tapi itu bakal cukup sampe kapan? Paling enggak cuma setahun kalo sampe. Setelahnya lo bakal bertahan hidup kayak gimana coba?" Raditya memikirkan nasib Delano kedepannya bagaimana.
"Ya bernapas, kalo napas gue udah capek baru berhenti," sahut Delano asal.
"Mulut lo enteng bener," dengus Raditya berdiri saat ada mobil yang berhenti di dekat Azri.
"Nggak perlu khawatir, gue kenal siapa pemiliknya. Duduk aja lagi," ucap Delano menahan Raditya yang hendak menghampiri buat waspada.
"Yakin lo?" tanya Raditya pula.
"Yakin. Besok lo serahin orang yang tadi kayak sengaja mau nabrak Tuan Muda ke Nona Hart, lo jelasin aja kayak gue jelasin ke lo tadi. Orang itu harus dapat hukumannya," ucap Delano sebelum pergi menghampiri Azri, tentu Raditya ikut.
"Tuan," sapa Delano membungkuk hormat.
"Besok jam 08.00 pagi," kata orang yang berada di samping Azri yang tampak anteng itu.
"Baik Tuan." Delano patuh tapi Raditya bingung.
"Masuk mobil," suruh orang itu pada Azri, datar dan dingin.
"Nggak," tolak Azri.
"Kakimu ingin hilang?"
"Bisa jaga kata-kata anda, Tuan," ucap Raditya melakukan tugasnya.
"Tinggalin, saya kenal," kata Azri pada Raditya yang hendak protes tapi tidak bisa.
"Kami permisi, Tuan dan Tuan Muda." Delano menarik dan membawa pergi Raditya dari sana.
Azri sudah pasti aman bersama orang itu, jadi Delano tidak perlu takut.