NovelToon NovelToon
Heaven'S Flawed Judgment

Heaven'S Flawed Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Ahli Bela Diri Kuno / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Reinkarnasi / Fantasi Timur / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Seorang kultivator muda bernama Jingyu, yang hidupnya dihantui dendam atas kematian seluruh keluarganya, justru menemukan pengkhianatan paling pahit dari orang-orang terdekatnya. Kekasihnya, Luan, dan sahabatnya, Mu Lang, bersekongkol untuk mencabut jantung spiritualnya. Di ambang kematiannya, Jingyu mengetahui kebenaran mengerikan, Luan tidak hanya mengkhianatinya untuk Mu Lang, tetapi juga mengungkapkan bahwa keluarganya lah dalang di balik pembunuhan keluarga Jingyu yang selama ini ia cari. Sebuah kalung misterius menjadi harapan terakhir saat nyawanya melayang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Lumo Lagi Nyantai

Pagi itu tampak cerah setelah pertarungan intens, seolah langit sendiri ingin menghapus ingatan tentang darah dan kehancuran yang baru saja terjadi. Angin lembut bertiup, namun hawa yang menyelimuti pelataran istana tetap penuh ketegangan. Lumo menghela napas perlahan, wajahnya menunjukkan rasa malas yang begitu jelas, seperti seseorang yang dipaksa menatap tontonan yang membosankan. Namun matanya tetap tajam, merah seperti bara petir neraka yang tak pernah padam.

Perlahan tubuhnya turun dari udara, tidak meninggalkan suara apa pun. Kakinya menyentuh lantai pelataran tanpa menimbulkan getaran, namun aura dingin dan berat menyebar seketika. Qingwan yang berdiri tidak jauh darinya menunduk sedikit. Lumo meliriknya dari sudut mata.

“Kerjamu bagus.” Suaranya santai, ringan, namun mengandung tekanan halus yang membuat Qingwan tersenyum lembut sekaligus tegang.

Qingwan memainkan helai rambutnya sambil mengangguk sopan. Matanya memandang Lumo dengan rasa hormat dan syukur yang sulit disembunyikan. Lumo tidak memperpanjang percakapan. Pandangannya segera beralih pada Kaisar Tubo, Liu Bei, dan Jian Wuji. Seketika ketiganya bergetar ketakutan. Tatapan Lumo seperti pedang tipis yang menembus kulit, menusuk tulang, dan membekukan darah.

“Kau.” kata Lumo pelan sambil menunjuk Liu Bei.

Liu Bei memucat. “Tuan Lumo, mohon amp...”

Ucapan itu belum selesai ketika dari ujung jari Lumo muncul api biru yang melesat dengan kecepatan yang sulit dilihat mata. Dalam satu kedipan, api itu menembus dada Liu Bei. Tubuhnya terbakar dari dalam. Ia menjerit histeris.

“Yang mulia. Tolong aku... Tolooo... Aaaagghh!” Jeritannya mendadak hilang saat tubuhnya berubah menjadi abu yang terbawa angin.

Kaisar Tubo menatap ngeri, kedua bahunya bergetar hebat. Ia menatap abu Liu Bei yang jatuh ke lantai, wajahnya semakin pucat. Ia kemudian menoleh dan memaksa dirinya bersuara keras. “Kau... Kau pasti akan mati! Kau hanya beruntung karena para petinggi negara tidak ada di sini. Jika tidak, kau tidak mungkin bisa bertindak seperti...”

Lumo tidak menanggapi. Bahkan tidak sedikit pun ia menoleh ke arah Tubo. Sebaliknya, ia menatap Jian Wuji dengan pandangan kosong dan tenang.

“Kau.”

Belum sempat Lumo mengangkat tangannya, Jian Wuji langsung berlari ke depan, berlutut keras di hadapan Lumo dan Qingwan. “Tolong maafkan aku Daoyo Lu. Tolong maafkan tetua ini, Qingwan. Aku hanya dipaksa. Semua ini... semua ini karena kaisar Tubo. Dia mengancamku dan...”

“Bajingan! Apa maksudmu?!” Kaisar Tubo berteriak marah, tetapi suaranya bergetar.

Lumo menyipitkan mata. Tanpa ragu, ia mengarahkan ujung jarinya ke Jian Wuji. Api biru kembali keluar. Jian Wuji terkejut, tubuhnya langsung terbakar. Api itu membakar dari ujung kaki hingga kepala. Jian Wuji menangis namun air matanya menguap, ia menoleh ke arah Lumo dengan tatapan sedih dan penuh penyesalan.

“Daoyo Lu... apakah kesalahanku... benar benar tidak bisa dimaafkan...” suaranya lirih, terputus putus, tubuhnya menyala semakin terang hingga akhirnya menjadi abu.

Lumo menatap debu yang jatuh ke tanah. “Tidak ada kesempatan kedua untuk penghianat.”

Qingwan menutup mulutnya, air mata mengalir meski wajahnya tetap tampak dingin. Ia menggigit bibir bawah, menahan perasaan yang bercampur aduk. Lumo meliriknya.

“Apa kau menyesal karena membiarkan aku membunuhnya?”

Qingwan cepat menggeleng. “Tidak. Hanya saja... Tetua Jian Wuji sudah kuanggap seperti pamanku sendiri. Ia sangat baik padaku. Bahkan saat guru marah, dialah yang menenangkanku. Tapi... kesalahannya hari ini terlalu besar. Dia pantas mati.”

Lumo mengangguk tipis. Ia kembali menatap Kaisar Tubo dengan pandangan tajam.

“Kau.”

Kata itu saja sudah cukup membuat Kaisar Tubo terjatuh berlutut. Wajahnya memucat seperti tidak ada lagi darah dan keberanian yang yang tersisa. Namun sebelum Lumo bergerak, derap langkah dan suara pintu istana terbuka keras menggema. Dari dalam istana, keluar ratusan orang. Istri Kaisar Tubo, selir selirnya, para paman, ayah, ibu, puluhan anak anak, wanita juga putra mahkota, dan deretan pelayan berdiri memenuhi pelataran.

Mereka semua langsung bersujud serempak. “Tuan. Tuan mohon kemurahan hati anda. Tolong lepaskan pemimpin kami. Dia bukan pelaku kejahatan. Dia hanya menjalankan perintah leluhur. Fengyuan di penjara karena tindakannya melanggar hukum negara ini.”

Lumo menatap mereka tanpa ekspresi. Ia menoleh dan menunjuk ke arah kerumunan itu. “Kalian... sebaiknya mati saja.”

Semua orang membungkuk lebih dalam. Tidak ada yang berani mengangkat kepala. Namun Kaisar Tubo panik luar biasa. Ia melompat ke depan Lumo dan bersujud, memukul kepalanya ke lantai. “Tolong. Tolong jangan bunuh keluarga ku. Jika perlu, bunuh aku saja. Jangan sentuh mereka.”

Qingwan menggigit bibirnya. Meskipun ia membenci Kaisar Tubo, melihat puluhan anak kecil memeluk ibunya sambil menangis membuat hatinya tersentuh. Tapi Lumo tetap tidak peduli. Aura dingin dan kejamnya tidak berubah.

“Kau akan mati.” Suara Lumo datar. “Tapi... setelah aku membunuh seluruh keluargamu.”

Ujung jarinya mulai menyala. Api biru muncul, menari pelan dengan aura mematikan.

Namun sebelum ia menembak, suara berat dan penuh wibawa menggema dari langit.

“Lancang!!!”

Langit yang cerah mendadak gelap lagi, seperti diselimuti tirai malam. Awan hitam berkumpul di atas pelataran istana. Angin berputar kencang, membawa tekanan kuat yang terasa di dada seluruh orang di bawah.

Sepuluh sosok muncul di langit, berdiri berjejer seperti penguasa surga. Aura mereka kuat, stabil, dan dingin. Mereka adalah kultivator Core Formation tahap akhir, mengenakan jubah resmi yang menandakan kedudukan tinggi.

Mereka adalah sepuluh gubernur dari sepuluh wilayah negara Gizo.

Mereka menatap Lumo dengan wajah gelap, marah karena keberanian satu orang mengacaukan istana, menghancurkan naga pelindung, dan membantai pejabat negara.

Suara salah satu dari mereka menggema. “Anak muda. Kau sudah melampaui batas.”

Lumo perlahan mendongak, mata merahnya berkilat. Satu senyum malas muncul di bibirnya. “Akhirnya kalian muncul.”

Kaisar Tubo yang masih bersujud perlahan mengangkat wajahnya. Sorot matanya penuh campuran keputusasaan dan harapan. Ketika tampak sepuluh gubernur turun dari langit dalam formasi sempurna, cahaya kultivasi mereka menciptakan riak-riak Qi yang menggetarkan seluruh pelataran. Kaisar Tubo langsung bangkit, wajahnya berseri seperti menemukan tali penyelamat di tengah jurang maut.

“Kalian akhirnya datang,” serunya, napasnya nyaris terburai oleh emosi. Ia lalu menunjuk Lumo dengan telunjuk gemetar. “Cepat panggil tuan itu. Bocah ini tidak bisa kalian lawan. Tujuh naga tersembunyi pun mati di tangannya.”

Sepuluh gubernur itu saling pandang. Mata mereka melebar, wajah berubah pucat bagai disambar badai dingin. Mereka menatap Lumo tanpa kedip. Dalam pandangan mereka, Lumo hanya berdiri santai seperti seorang pengembara biasa di pasar bawah kota. Namun fakta bahwa kultivasinya tidak dapat mereka lihat membuat hati mereka teriris oleh perasaan tidak nyaman.

Seorang gubernur berwajah tegas dari Provinsi Liuyang melangkah maju. Ia menunduk hormat pada Kaisar Tubo, suaranya rendah dan mantap. “Yang Mulia tenanglah. Iblis kecil ini pasti akan mati di tangan tuan utusan.”

Gubernur lainnya mengangguk setuju. Kaisar Tubo tersenyum puas, seolah kemenangan sudah berada dalam genggamannya.

Lumo menghela napas panjang seperti seorang lelaki yang baru bangun tidur. Ia kemudian duduk bersila di lantai pelataran tanpa peduli pada ratusan pasang mata penuh kebencian dan nervositas yang tertuju padanya. Ia menunjuk salah satu pelayan yang berdiri mematung.

“Kau,” ujarnya ringan. “Ambilkan teh hangat dan cemilan. Perutku lapar.”

Senyum lembut terukir di bibirnya Lumo, senyum yang justru membuat semua orang semakin merinding. Pelayan muda itu memerah hingga ke telinga, lalu terburu masuk ke dalam istana mencari apa yang diminta.

Keheningan menyelimuti pelataran. Namun keheningan itu tidak bertahan lama. Sepuluh gubernur yang melayang di udara mendadak jatuh ke lantai seperti burung kehilangan sayap. Tubuh mereka bergetar, wajah berubah pucat.

Kaisar Tubo menunjuk Lumo dengan wajah muram. “Kau... berani sekali bertindak sesantai ini! Apa kau tidak takut mati di tangan tuan utusan? Dia seorang Soul Formation. Kau hanya Nascent Soul akhir. Kau pasti akan…”

Lumo mengangkat tangannya ringan. Gerakan itu seperti angin lewat, namun cukup untuk membuat seluruh keluarga Kaisar Tubo yang berlutut di belakang sang Kaisar terdiam kaku seperti patung. Lumo melihat sekilas anak-anak kecil di antara mereka. Sorot matanya sedikit melunak, seperti kilatan samar yang muncul dan hilang tanpa jejak.

“Aku memberikanmu pilihan,” kata Lumo dengan suara serendah petir yang tidur. “Setelah aku membunuh tuan utusan yang kau harapkan itu, kau boleh pergi dari istana ini. Atau kau tetap tinggal dan menjadi abu bersama keluargamu.”

Wajah Kaisar Tubo menghitam seperti tinta pekat. Bibirnya bergetar, tetapi ia tidak berani membalas.

Seorang gubernur tampan dan masih muda maju selangkah, dadanya membusung. “Kau terlihat percaya diri, teman,” ujarnya sinis. “Tapi ingat satu hal. Di atas langit masih ada langit. Tidak perlu begitu arogan.”

Lumo tidak menoleh. Gubernur itu hilang dari perhatiannya seperti debu kecil. Ia hanya menatap Qingwan yang masih berdiri kaku, wajah merah dan tangan gemetar.

“Duduklah,” katanya. “Temani aku minum.”

Qingwan terdiam sejenak. Keadaan tidak memungkinkan, namun ia sudah memutuskan percaya pada Lumo. “Baik, senior,” jawabnya.

Ia duduk di samping Lumo. Tak lama kemudian, dua pelayan datang. Yang satu membawa meja rendah, teko, dan cangkir. Yang lain membawa nampan besar berhiaskan emas penuh cemilan aroma manis.

Mereka menyusun semuanya di depan Lumo dan Qingwan dengan hati-hati. Setelah selesai, mereka menunduk, tubuh gemetar.

Lumo menunjuk ke sampingnya. “Duduklah di sini. Jika saatnya tiba dan aku membunuh semua orang di pelataran ini, aku pastikan kalian berdua selamat.”

Keduanya tertegun, saling pandang, lalu menelan ludah dan duduk dengan gugup. Mereka menuangkan teh pada cangkir Lumo dan Qingwan perlahan, penuh hormat.

Di depannya, wajah Kaisar Tubo muram, dan sepuluh gubernur merasa sangat kesal, seperti langit yang mengamuk sebelum badai. Aura amarah mengepul dari tubuh mereka.

“Bajingan!” teriak gubernur muda yang tadi maju, tidak mampu menahan emosinya.

Lumo mengerutkan kening, merasa suara itu sangat berisik. Ia mengangkat ujung telunjuknya tanpa melihat arah sumber suara. Ujung jari itu memancarkan api biru yang melesat seperti tombak.

“Aaakh! Tolong! Kalian semua, tolong aku!” jerit gubernur muda itu, tubuhnya terbakar tanpa bisa dipadamkan.

Sembilan gubernur lainnya hanya menelan ludah, tidak berani bergerak. Hingga akhirnya, tubuh sang gubernur muda berubah menjadi abu yang berterbangan di udara.

Dua pelayan itu makin gemetar, tangan mereka nyaris menjatuhkan teko dan cangkir.

“Tenanglah,” kata Lumo sambil mengambil cangkir yang baru diisi. “Aku tidak akan melakukan itu pada kalian. Karena beberapa hal harus diselamatkan.”

Keduanya menarik napas berat, perasaan lega menyelimuti, walau kecemasan masih menyebar di seluruh tubuh mereka.

Orang-orang di pelataran menatap Lumo seperti menatap makhluk yang tidak bisa mereka pahami. Setelah kematian gubernur muda itu, tak seorang pun berani mengucapkan sepatah kata pun.

Qingwan mengambil cangkirnya sendiri, pipinya memerah karena malu. Ia tidak pernah membayangkan dirinya minum teh santai di tengah ancaman kematian, dikelilingi tokoh-tokoh paling berkuasa di negara Gizo yang kini menatapnya seperti ia ikut gila bersama Lumo.

Ia melirik ke arah Lumo, berharap melihat sedikit ketegangan di wajah seniornya.

Namun Lumo hanya mengunyah cemilan dengan santai, bahkan terlihat menikmatinya seolah tidak sedang duduk di tengah pelataran istana yang sebentar lagi bisa berubah menjadi medan pembantaian.

Qingwan menunduk, mengambil satu cemilan, dan memakannya pelan-pelan.

Suara kunyahan mereka terdengar begitu jelas di antara keheningan yang menekan seluruh pelataran, membawa suasana yang lebih mencekam daripada sebilah pedang di leher.

Keheningan itu pecah oleh suara gemerisik pakaian Kaisar Tubo ketika ia maju selangkah, wajahnya pucat namun matanya masih menyipit tajam oleh rasa malu dan amarah.

"Kau...," kata Kaisar Tubo dengan suara rendah, hampir serak. "Tidak ada seorang pun di negara ini yang pernah memperlakukan diriku dan para gubernur seperti ini."

Lumo menelan sepotong kue kacang di tangannya, lalu mengangguk pelan seolah menyetujui pernyataan itu.

"Itu benar," ujar Lumo. Suaranya ringan, nyaris seperti bisikan yang menembus telinga tiap orang. "Karena tidak ada seorang pun di negara ini yang cukup kuat untuk melakukan hal itu."

Beberapa gubernur yang kini tidak jauh di belakang Kaisar Tubo mengepalkan tangan. Aura mereka bergetar marah, namun tak satu pun berani maju setelah melihat nasib rekannya tadi. Bahkan pelayan yang duduk di samping Lumo menahan napas, tidak berani bergerak.

Salah satu gubernur tua menggertakkan giginya. "Tuan utusan akan tiba sebentar lagi. Kau tidak akan bisa kabur."

Lumo kembali menyeruput teh. "Aku tidak berniat kabur."

Perkataan sederhana itu membuat dada Kaisar Tubo serasa ditampar. Ia buru buru menatap ke langit, berharap melihat tanda tanda kedatangan tuan utusan yang ia harapkan. Udara mulai bergetar. Getaran itu halus namun menusuk seperti jarum Qi menyelinap ke sumsum tulang.

Beberapa gubernur menatap ke atas dengan wajah lega.

"Dia datang," bisik salah satu dari mereka. Harapannya begitu besar hingga suaranya terdengar gemetar.

Namun Lumo tidak menoleh. Ia mengambil satu lagi kue kacang, menggigitnya kecil. Qingwan yang duduk di sampingnya meneguk teh agar tidak terlihat gugup. Pelayan di kanan kiri mereka hampir pingsan karena tekanan aura yang mulai menurun dari langit.

Sebuah cahaya ungu tiba tiba mendesis menembus awan hitam, membelah langit dengan suara tajam seperti metal ditarik dari sarung pedangnya. Gelombang tekanan Qi tingkat Soul Formation turun deras, membuat lantai pelataran bergetar.

Beberapa bangsawan yang berlutut langsung tersungkur sepenuhnya. Bahkan sepuluh gubernur, yang sudah menyiapkan pertahanan spiritual mereka, terdorong mundur setengah langkah oleh tekanan itu.

Cahaya ungu itu memadat menjadi sosok pria berusia sekitar empat puluh tahun, berjubah panjang ungu dengan motif kabut berputar. Matanya tajam seperti pedang, rambutnya terikat rapi, dan aura yang mengalir dari tubuhnya begitu padat hingga udara berdecit.

Dialah tuan utusan dari Sekte Naga Malam.

Kaisar Tubo berlutut cepat, menunduk dalam dalam. "Tuan utusan, terima kasih telah datang. Tolong bunuh bocah itu. Dia telah membunuh tujuh naga tersembunyi, juga mencuri informasi negara ku."

Tuan utusan menatap tajam ke arah Lumo.

Namun yang dilihatnya adalah seorang pemuda berambut putih duduk santai, ditemani seorang gadis muda dan dua pelayan bingung, sambil makan kue kacang dan minum teh.

Alis tuan utusan terangkat sedikit. "Jadi ini bocah yang kalian sebut tidak bisa dikalahkan?" suaranya datar, berat seperti gong besar yang dipukul sekali.

Sepuluh gubernur langsung berlutut bersamaan. "Benar, tuan."

Lumo meletakkan cangkirnya, menepuk lututnya perlahan, lalu menatap tuan utusan itu.

"Ah. Kau datang." Nada suaranya santai, seolah menyambut tamu yang terlambat datang makan malam. "Bagus. Aku hampir mengantuk menunggu."

Tuan utusan mengerutkan kening. "Nascent Soul akhir berani bersikap seperti ini?"

Suara angin berhenti. Suara orang bernafas terdengar begitu jelas sehingga pelayan di kanan kiri Lumo menutup mulut agar tidak terdengar panik. Qingwan menatap Lumo, yang wajahnya tetap tenang, namun aura di sekitarnya perlahan berubah.

Tuan utusan mengangkat satu jari. Qi ungu berputar cepat, membentuk tombak panjang yang bergetar oleh kekuatan tingkat Soul Formation. Melihat itu semua gubernur menahan napas. Sedangkan Kaisar Tubo tersenyum puas.

Namun sebelum tuan utusan dapat melemparkan tombak itu, Lumo menatap pelayan di sebelahnya.

"Minum teh dulu dan bersantai," kata Lumo pelan. "Nanti aku minum bersama kalian."

Pelayan itu tersentak, hampir menjatuhkan cangkir, namun ia buru buru menyesap teh meski tangannya gemetar.

Tuan utusan mengeraskan suaranya. "Jangan sombong. Kau akan mati."

Lumo berdiri perlahan. Gerakannya ringan, tapi lantai batu di bawahnya bergetar kecil. Rambut putih keperakannya tertiup angin Qi ungu yang menusuk, namun tidak satu helai pun bergerak keluar dari garis.

Ia mendongak menatap tuan utusan itu. Matanya merah kebiruan, dalam seperti petir neraka yang berkumpul di dasar dunia.

"Aku tidak sombong," ujar Lumo. "Aku hanya jujur."

1
Didit Nur
YUKARO 😢
Doddy kun
Kok jarang up ya disini 🙏
Didit Nur
YUKARO 🤗😘😘😘
Didit Nur
YUKARO sangat cerdas 😘
YAKARO: Terimakasih 🙏
total 1 replies
Doddy kun
Lumo sangat cerdik. menggunakan kesempatan untuk memperkuat diri 💪
YAKARO: Yoi. terimakasih🙏
total 1 replies
Doddy kun
proses pengobatan yang sangat sulit
Doddy kun
mantap lumo
Doddy kun
Ceritanya bagus, cukup memuaskan sejauh ini. perkembangan MC juga cepat, jadi GK ngebosenin. bintang lima thor 🤟
WaViPu
Up banyak thor
WaViPu
Mantap Lumo, kau paling best
Doddy kun
semakin menarik
WaViPu
Hahaa tetua nya aneh banget, Tiba-tiba pingin menjadi murid Lumo
Doddy kun
mantap lanjutkan
Don Pablo
Oke, Lumo mencoba bermain dengan api 🔥
Doddy kun
mantap thor. perkembangan nya cepat 💪
Doddy kun
wkwkwk. ngopo kui wedok an aneh 🤣
Doddy kun
mantap thor, gass terus
Adrian Koto
cerita kolosal ada nuansa misterinya 🙂👍
HUOKIO
Disturbing banget Thor 😁
Don Pablo
untuk awal bagus, tapi kalau menurun kualitas nya, ku turun kan bintang nya😛
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!