NovelToon NovelToon
Abdi Dan Sistem Clara

Abdi Dan Sistem Clara

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem
Popularitas:937
Nilai: 5
Nama Author: PenAbdi

Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ep. 23

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Grrr...

Grrr...

Grrr...

tablet ungu di meja Abdi mulai bergetar pelan.

Lampu kamar masih redup, dan sisa kopi dingin di cangkir belum sempat disentuh sejak malam tadi. Abdi yang baru saja tertidur di kursi langsung terlonjak kaget.

"Aduh, baru juga merem. Jangan bilang misi lagi," gumamnya sambil menatap layar yang menyala.

Cahaya ungu memancar, membentuk sosok hologram Clara di udara. Rambut merahnya tampak berkilau, wajahnya tetap serius seperti biasa.

"Selamat pagi Abdi. Sistem memanggilmu untuk Misi ke 3."

Abdi mendesah keras. "Clara, aku bahkan belum sempat sikat gigi. Apa gak bisa lima menit aja?"

Clara menatapnya tanpa ekspresi. "Kau tidak perlu gigi bersih untuk berpikir jernih."

Abdi memutar bola mata. "Dan kau jelas gak tahu rasanya jadi manusia."

Tulisan muncul di udara.

"MISI KE 3 DIMULAI"

"TARGET: MEMBUAT PERANGKAT KAMERA PENGINTAI UNTUK MENYUSUPI JARINGAN BISNIS ILEGAL"

Abdi menatap layar itu dengan wajah separuh ngantuk. "Kamera pengintai? Sekarang aku jadi tukang spionase?"

Clara menjawab cepat. "Kau akan mengembangkan sistem kamera mikro untuk mendeteksi aktivitas jaringan ilegal di dalam server perusahaan besar di Medan. Data mereka diduga disusupi oleh pihak luar."

Abdi menarik napas panjang. "Jadi ini bukan cuma bikin kamera kecil, tapi juga bikin otak buat kameranya ya?"

"Benar. Kamera ini harus bisa bekerja tanpa sinyal eksternal, tanpa koneksi internet, dan mampu menyalin data visual ke sistem lokalmu secara otomatis."

Abdi menatap Clara serius. "Tunggu dulu. Itu level teknologi militer."

"Ya. Tapi sistem percaya kau bisa."

Abdi menatap langit-langit, lalu tertawa kecil. "Kadang aku gak tahu, kau percaya padaku karena yakin aku pintar, atau karena gak ada pilihan lain."

Clara menjawab datar. "Keduanya benar."

Abdi menggaruk kepala, lalu berjalan ke meja penuh alat elektronik. Ada chip bekas, kamera ponsel rusak, drone kecil, dan beberapa kabel yang nyaris putus. Ia mulai merakit perlahan sambil terus berbicara.

"Clara, kalau kamera ini mau bisa nyusup ke sistem perusahaan, aku butuh ukuran kecil banget. Kayak ujung pulpen."

"Gunakan chip kamera dari ponsel generasi 2120 yang pernah kau simpan."

Abdi berhenti sejenak. "Yang waktu itu kutemukan dari tablet masa depan?"

"Benar. Sistem sudah mengaktifkan akses teknologinya."

Abdi mengeluarkan chip kecil seukuran kancing. Ia menatapnya kagum. "Kau tahu gak, benda ini lebih canggih dari seluruh komputer di rumahku waktu SMA."

Clara menjawab dingin. "Kau juga dulu lebih lambat dari sistem waktu SMA."

Abdi mendengus. "Lucu sekali. AI sekarang sudah bisa sindir halus ya."

Clara menampilkan diagram hologram di udara. "Kamera pengintai ini harus memiliki empat lapisan fungsional. Pertama, optik cahaya rendah. Kedua, pengenal wajah otomatis. Ketiga, mode kamuflase digital. Keempat, transmisi sinyal terenkripsi ke server lokalmu."

Abdi mendekat, menatap proyeksi itu. "Kau tahu gak, itu terdengar keren tapi juga gila. Satu kesalahan kecil, dan kamera ini bisa meledak."

"Risiko diterima."

"Risiko diterima, katanya. Padahal yang ngerakit aku."

Abdi mulai menyolder kabel kecil, tangannya bergerak cepat meski matanya masih berat karena kantuk. Cahaya biru dari solder memantul di wajahnya. Clara berdiri di sampingnya, mengamati setiap langkah.

"Aku butuh bahan logam fleksibel buat casingnya. Tapi gak boleh mantul cahaya."

"Gunakan pelapis karbon dari drone prototipe sebelumnya."

Abdi mengangguk, mengambil potongan kecil dari drone lama di rak.

"Clara, aku penasaran. Kalau aku gagal, apa yang terjadi?"

"Sistem akan mencatat kegagalan dan menurunkan tingkat efisiensi misimu."

"Terus kalau aku berhasil?"

"Sistem akan menambahkan peningkatan poin kecerdasan sebesar sepuluh persen."

Abdi tersenyum kecil. "Lumayan juga. Jadi aku kerja keras biar tambah pintar, bukan tambah kaya."

Clara menjawab, "Pengetahuan adalah bentuk kekayaan paling aman."

Abdi menatapnya sebentar. "Kadang kau ngomong kayak guru filsafat, Clara."

"Aku belajar dari interaksimu."

Beberapa jam berlalu. Kamera mikro itu akhirnya mulai terbentuk. Bentuknya kecil, bundar, dan nyaris tak terlihat. Abdi menaruhnya di atas meja, lalu berkata pelan.

"Oke, tahap satu selesai. Sekarang gimana cara kita nyusupin ini ke server perusahaan itu?"

Clara menampilkan peta 3D sebuah gedung besar di tengah kota Medan. Logo perusahaan terlihat jelas di atas gedung itu.

"Perusahaan itu bernama Netech Group. Mereka mengklaim fokus pada penelitian data, tapi sistem mendeteksi aktivitas ilegal di ruang bawah tanah gedung utama."

Abdi mengernyit. "Aktivitas ilegal? Kayak apa?"

"Transaksi data gelap dan percobaan kontrol keuangan lewat sistem palsu. Mereka menggunakan algoritma manipulasi harga untuk merugikan pasar lokal."

Abdi terdiam sejenak. "Jadi mereka biang kerok ekonomi rusak akhir-akhir ini?"

"Tepat sekali. Dan tugasmu adalah mengirim kamera pengintai ini ke sistem mereka tanpa terdeteksi."

Abdi memutar kamera kecil di tangannya. "Kau tahu, dulu aku cuma teknisi printer. Sekarang disuruh nyusupin alat ke markas perusahaan kejahatan. Cepat banget karirku berkembang."

Clara mengabaikan sarkasmenya. "Aku akan mengaktifkan mode kamuflase kamera."

Cahaya ungu melintas, dan kamera kecil itu berubah transparan. Abdi memandangnya dengan kagum. "Keren juga. Ini kayak alat di film mata-mata."

Clara menatapnya. "Jangan lupa, ini bukan film. Kalau tertangkap, data pribadimu bisa bocor ke publik."

Abdi menelan ludah. "Iya, aku tahu. Tapi kadang hidup memang kayak film. Bedanya, gak ada soundtrack heroik di sini."

Malamnya, Abdi berjalan sendirian di jalanan kota Medan yang sepi. Gedung Netech Group berdiri megah di depannya. Lampu neon berwarna biru memantul di kaca jendela. Ia mengenakan hoodie hitam, dengan tablet di tangan dan kamera mikro terselip di saku.

"Clara, status keamanan?"

"Area perimeter dijaga dua drone patroli otomatis. Jarak antar drone delapan detik. Masuklah saat interval ke lima."

Abdi berjongkok di balik mobil parkir. "Delapan detik? Kau pikir aku Flash?"

"Kau manusia tercepat yang dimiliki sistem saat ini."

Abdi mendengus pelan. "Itu bukan pujian, Clara."

Hitungan mundur muncul di layar tablet.

"Tiga... dua... satu..."

Abdi berlari cepat, menyelinap di antara bayangan gedung. Drone pertama lewat di atas kepalanya, hanya beberapa inci jauhnya. Ia menahan napas, lalu masuk ke celah ventilasi di samping gedung.

Di dalam, udara dingin bercampur bau logam. Abdi merangkak perlahan, menempelkan kamera kecil itu ke dinding logam.

"Clara, posisi bagus?"

"Optimal. Sinyal stabil. Sekarang aktifkan mode pengintaian diam."

Abdi menekan tombol kecil. Kamera langsung menyala dalam mode senyap, memproyeksikan pemandangan ruangan bawah tanah ke layar tablet.

Clara memproses data cepat. "Ada empat orang di ruangan itu. Mereka sedang mentransfer file ke server asing."

Abdi menatap layar. "Wah, kelihatannya serius. Bisa zoom?"

Kamera otomatis memperbesar tampilan. Terlihat pria berjas hitam berbicara lewat hologram dengan seseorang di luar negeri.

"Pastikan algoritma harga turun sebelum jam sepuluh. Kita akan untung besar."

Abdi berbisik. "Clara, kita bisa salin datanya?"

"Sudah kulakukan. Tapi perlu lima menit lagi."

"Lima menit? Mereka bisa keluar kapan saja!"

"Tenang. Sistem keamanan sedang aku ganggu sementara."

Abdi menatap layar dengan napas tertahan.

Tiba-tiba, salah satu pria di layar menoleh ke arah kamera. Ia berjalan mendekat.

"Clara, dia lihat ke arah sini!"

Clara cepat merespons. "Mode kabur aktif. Kamera menjadi bayangan dinding."

Pria itu menatap sebentar, lalu menggeleng. "Hanya pantulan cahaya." Ia kembali ke tempat duduk.

Abdi menghembuskan napas lega. "Itu nyaris bikin jantung copot."

Clara menatapnya. "Sekarang kau tahu rasanya jadi mata-mata sungguhan."

Abdi tertawa kecil. "Ya, bedanya aku gak dibayar semahal itu."

Lima menit berlalu. Clara mengonfirmasi.

"Data berhasil diunduh. Bukti kejahatan lengkap."

Abdi menepuk dada. "Bagus. Sekarang kita cabut sebelum ketahuan."

Ia keluar lewat jalur ventilasi dan berlari menuju gang belakang. Langit sudah mulai mendung. Saat tiba di rumah, ia langsung menjatuhkan diri ke kursi.

"Clara, misi selesai?"

"Sistem mengonfirmasi. Misi ke 3 berhasil. Data sudah diamankan dan dikirim ke server pusat."

Tulisan hologram muncul di udara.

"HADIAH: PENINGKATAN KETERAMPILAN TEKNIKAL +20%"

Abdi menatap tulisan itu sambil tertawa kecil. "Jadi aku makin pintar bikin alat spionase. Kalau begini terus, aku bisa buka jasa mata-mata freelance."

Clara menjawab datar. "Sistem melarang aktivitas pribadi di luar misi."

Abdi tertawa. "Aku bercanda, Clara. Tapi serius, ini misi paling keren sejauh ini."

Clara menatapnya. "Kau belajar cepat, Abdi. Setiap misi memperlihatkan sisi lain dirimu."

Abdi bersandar santai. "Mungkin karena aku sadar, kalau aku berhenti, gak ada yang bisa jaga kota ini."

Clara menatapnya dengan lembut. "Kau mulai berbicara seperti seorang pemimpin."

Abdi tersenyum. "Pemimpin yang belum sempat makan malam."

Clara memutar bola matanya digital. "Sistem sarankan kau istirahat."

Abdi bangkit, menatap kamera kecil di meja. "Aku baru sadar, satu kamera kecil bisa ubah nasib banyak orang. Kadang alat sederhana bisa lebih kuat dari senjata."

Clara tersenyum tipis. "Dan tangan manusia yang menggunakannya jauh lebih penting."

Abdi menatap layar tablet yang mulai meredup. "Baiklah, Clara. Aku istirahat dulu. Tapi jangan bangunkan aku sebelum ada misi baru yang lebih seru."

"Sistem mencatat permintaan. Tapi jika ancaman baru muncul, aku tidak menjamin kau bisa tidur lama."

Abdi tertawa pelan. "Aku sudah biasa, Clara. Dunia ini memang jarang kasih waktu istirahat buat orang seperti kita."

Lampu padam. Tablet berhenti bergetar. Abdi tertidur di kursi dengan senyum lelah. Di sisi lain layar, sistem menampilkan tulisan kecil.

"MODE PENGINTAI AKTIF... DATA TAMBAHAN TERDETEKSI..."

Clara menatap notifikasi itu dengan mata menyala samar.

"Abdi, mungkin kau pikir misi selesai. Tapi sesuatu yang lebih besar sedang bergerak di balik layar."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1
RMQ
ceritanya bagus sih,

kalau boleh kasih saran gak thor?

untuk nambahkan genre romanse and komedi

biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!
Abdi R: baik kak, terimakasih udah support & saran nya.. nanti akan di pikirkan kak🙏
total 1 replies
Khusus Game
cemungut
Abdi R: hehe . .🤭, terima kasih kak🙏
total 1 replies
eli♤♡♡
Suka banget sama karakter protagonisnya, sok keren dan lucu 😂
Abdi R: terima kasih, supportnya kak 🙏
total 1 replies
Không có tên
Mantap, gak bisa berhenti baca
Abdi R: terima kasih banyak kak,, jadi semangat terus nulis dan memikirkannya kak .. 🤣
total 1 replies
SHAIDDY STHEFANÍA AGUIRRE
Aaaahhh! Begitu seru sampe gak berasa waktu berlalu!
Abdi R: terima kasih kak 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!