0o0__0o0
Lyra siswi kelas dua SMA yang dikenal sempurna di mata semua orang. Cantik, berprestasi, dan jadi bintang utama di klub balet sekolah.
Setiap langkah tariannya penuh keanggunan, setiap senyumnya memancarkan cahaya. Di mata teman-temannya, Lyra seperti hidup dalam dunia yang indah dan teratur — dunia yang selalu berputar dengan sempurna.
***
"Gue kasih Lo Ciuman....kalau Lo tidak bolos di jam sekolah sampai akhir." Bisik Lyra.
0o0__0o0
Drexler, dengan sikap dingin dan tatapan tajamnya, membuat Lyra penasaran. Meskipun mereka memiliki karakter berbeda. Lyra tidak bisa menolak ketertarikannya pada Drexler.
Namun, Drexler seperti memiliki dinding pembatas yang kuat, membuat siapapun sulit untuk mendekatinya.
***
"Mau kemana ?" Drexler menarik lengan Lyra. "Gue gak bolos sampai jam akhir."
Glek..! Lyra menelan ludahnya gugup.
"Lyra... You promise, remember ?" Bisik Drexler.
Cup..!
Drexler mencium bibir Lyra, penuh seringai kemenangan.
"DREXLER, FIRST KISS GUE"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Sambutan dari Lyra
...0o0__0o0...
...Beberapa detik kemudian, Marta sudah berlari ke halaman, mencari Lyra — yang kini sudah duduk santai di atas kap mobil sport ungu-nya, satu kaki terlipat, menyesap jus stroberi dengan ekspresi datar....
...Suara deru mesin mewah terdengar dari kejauhan....
...Dari balik gerbang besi besar itu, sebuah Lamborghini putih mutiara perlahan meluncur masuk — berkilau di bawah cahaya senja....
...Marta yang berdiri di sisi halaman menelan ludah, sementara para pengawal saling berpandangan gelisah....
...Lyra hanya tersenyum tipis, menurunkan jus stroberinya ke kap mobil, lalu berdiri perlahan....
...“Sudah waktunya pertunjukan di mulai,” bisiknya lirih....
...Mobil berhenti tepat di depan halaman utama. Dari dalam keluar Guntur, wajahnya tegang, di ikuti Regina yang tampil elegan dengan gaun putih dan kacamata hitam besar....
...“Lyra...” suara Guntur berat, nyaris seperti peringatan. “Apa yang kau lakukan dengan mobil itu ?”...
...Tatapan mata guntur tertuju pada mobil Lamborghini merah yang setiap kacanya sudah pecah dan body mobilnya penyok....
...Lyra menatapnya datar, lalu beralih ke arah Regina....
...“Oh, that ?” ujarnya ringan sambil mengangkat bahu. “Sedikit latihan menyalurkan stres, Papa. Tapi kali ini, aku punya ide yang lebih... teatrikal.”...
...Regina baru hendak membuka mulut namun terhenti ketika Lyra menepuk tangan dua kali....
...PROK..!...
...PROK..!...
...Seorang pengawal tergopoh-gopoh maju, menyeret jerigen bensin ke depan, dan menuangkan isinya perlahan di sekitar Lamborghini merah itu. ...
...Seketika bau menyengat langsung menyebar ke udara. Membuat suasana semakin tegang....
...“Lyra, hentikan ini!” seru Guntur, melangkah maju....
...Namun Lyra sudah mengeluarkan lighter kecil dari sakunya warna merah metalik, berkilat di antara jari-jarinya....
...“Tenang, Tua Bangka Guntur,” ucapnya pelan, namun matanya menatap tajam ke arah Regina. “Aku cuma ingin memberi sambutan hangat untuk jalangmu yang baru... very warm, kalau boleh jujur.”...
...Klik...!...
...Nyala api menari di ujung lighter-nya. Dalam sekejap, Lyra melemparkan nya ke arah mobil....
...WUSSSHHHH..!!...
...Lidah api menjilat seluruh bodi mobil mewah itu....
...Regina menjerit kaget, mundur beberapa langkah, sementara Guntur menahan napas antara marah dan tak percaya....
...Lyra berdiri di depan kobaran api. Rambutnya berkibar di sapu angin panas, wajahnya tenang bahkan tersenyum miring....
...“Selamat datang,” ucapnya datar, nada suaranya bagai racun manis. “Bagus, kan ? Sambutan kecil dariku.”...
...Lyra terkekeh pelan, namun matanya tak menyiratkan sedikit pun humor. Kemudian tatapan-nya berpindah ke Regina, tajam, menusuk seperti belati....
...“Lain kali,” katanya lirih tapi tegas, “jaga baik-baik apa yang kau anggap milikmu. Karena kalau aku mau... aku bisa buat semuanya lenyap — lebih dari sekedar membakar.”...
...Udara di sekitarnya seolah menegang....
...Api mulai menjalar cepat, melahap cat merah merekah Lamborghini itu hingga berubah menjadi merah membara. Asap hitam pekat membubung ke langit, menutupi aroma mahal parfum Regina yang baru saja dia semprot sebelum turun dari mobil....
...Untuk sesaat, Regina hanya terpaku. ...
...Mata eloknya yang selalu penuh percaya diri kini membulat tak percaya. “Tidak...” bisiknya pelan, nyaris tak bersuara. “Tuhan... mobil ku...”...
...Tangan-nya yang tadi masih meng-genggam clutch bag jatuh ke tanah, sementara jemari-nya bergetar....
...Regina melangkah maju refleks, tapi Guntur segera menahan lengan-nya....
...“Regina!” seru Guntur keras, “Jangan mendekat—!”...
...Namun wanita itu sudah terlepas dari genggaman-nya, berlari beberapa langkah ke depan — angin panas dari kobaran api memukul wajahnya....
...Air matanya meleleh tanpa Regina sadari, membuat riasan-nya mulai luntur....
...“Itu... hadiah ulang tahun ku!” suaranya pecah. “Kau gila, Lyra! Kau benar-benar gadis gila!” Pekik Regina histeris. Menatap mobil kesayangan di lahap si jago merah....
...Lyra hanya menatapnya dingin dari balik asap dan cahaya oranye api yang menari di bola matanya. ...
...Gadis itu tak menjawab hanya tersenyum samar, seolah menikmati setiap detik kehancuran itu....
...“Kau baru sadar, Hem..? Aku bisa lebih gila dari ini jika kau mau." Katanya akhirnya, lembut namun menusuk. “Mobil itu memang indah, tapi mungkin terlalu mewah untuk seseorang yang tidak tahu tempat-nya.”...
...Regina menggigit bibir, suaranya gemetar antara marah dan tak menyangka dengan tindakan Lyra....
...“Kau iri, ya ? Iri karena Papamu akhirnya punya wanita yang lebih pantas dari Mama mu ?!”...
...Lyra terkekeh kecil, matanya berkilat tajam. “Lebih pantas ?” ulangnya, mendekat perlahan. “Kau cuma bayangan, Regina. Bayangan dari seseorang yang berusaha terlihat sempurna tapi kosong di dalam.”...
...Regina ingin membalas, tapi suaranya tertelan oleh suara letupan keras dari tangki bensin yang meledak kecil....
...DUARRR..!!!...
...Regina menjerit dan mundur, tubuhnya limbung — sementara Lyra tetap berdiri tegak, seperti ratu di tengah neraka ciptaan-nya sendiri....
...Regina terdiam, menatap api yang memakan mobilnya dengan wajah campuran antara ngeri dan marah....
...Sementara Lyra berbalik perlahan, meninggalkan mereka berdua dalam bayangan kobaran api yang masih menyala semakin besar....
...0o0_0o0...
...Guntur melangkah masuk, wajahnya datar dan langkah-nya mantap. Di lengan-nya, terselip lembut tangan Regina yang nampak pucat dan lemas....
...Namun begitu mereka berdua masuk, langsung di sambut ruangan berantakan… hancur. Dan seketika pasangan itu syok untuk kedua kalinya....
...Pecahan kaca berserakan di lantai, hiasan antik remuk, dan barang-barang lain yang ikut hancur. Bahkan nyaris tak tersisa sedikit pun....
...Lyra berdiri di anak tangga pertama, menunggu dengan tongkat baseball di tangan-nya. Seragam sekolahnya kusut sedikit, rambutnya terurai, tapi tubuhnya berdiri tegak dan penuh intimidasi....
...Tatapan matanya tajam, tapi menyimpan luka yang terlalu dalam untuk di sembunyikan....
...Regina menarik napas kecil. “Ya Tuhan, Lyra… apa yang kau lakukan pada rumah ini ?” katanya nyaris berbisik. Saking syoknya....
...Lyra tersenyum tipis, tapi berbahaya. “Bukan urusan mu, jalang” katanya lembut. “Rumah ini milik ku, aku bebas mau melakukan apapun. Termasuk meng-hancurkan nya.”...
...Regina menahan napas, tapi Guntur tetap diam, matanya menatap tajam ke arah putrinya....
...“Apa ini caramu menunjukkan penyesalan setelah kabur ?” ucap Guntur akhirnya, suaranya rendah tapi dingin....
...Lyra melangkah maju, suaranya tegas. "Aku melakukan apa yang aku pikir benar, Papa. Dan aku tidak akan meminta maaf atas itu. Aku adalah anakmu, tapi aku juga individu yang memiliki hak untuk memilih."...
...“Lyra!” tegur Guntur keras, nada seorang bos yang terbiasa di dengar semua orang tanpa bantahan....
...Tapi gadis itu tidak bergeming. “Kau mencabut semua kartuku, fasilitas ku, bahkan kunci studio ku! Kau pikir aku bisa tinggal diam begitu saja ?”...
...“Cukup!” Guntur menatap tajam, rahangnya mengeras. “Kau lupa siapa yang membesarkan mu ? Semua yang kau miliki berasal dari—”...
...“Dari Mama, bukan dari mu!” potong Lyra cepat, suaranya bergetar tapi mantap....
...Kata itu — Mama — menggantung di udara seperti pisau....
...Guntur terdiam sejenak....
...Sementara Regina menatap Lyra dengan senyum lembut yang pura-pura sabar, tapi jemarinya mencengkeram lengan Guntur makin kuat....
...Lyra menatap keduanya — pandangan-nya penuh jijik, muak dan kekecewaan yang bertumpuk sejak lama hingga kini menjadikan hatinya sekeras batu....
...“Sejak kau menikah dengan wanita itu,” katanya lirih tapi tajam, “kau bukan lagi Papa yang ku kenal. Kau bahkan tidak menanyakan aku makan atau tidak. Yang kau pedulikan cuma bagaimana aku bisa di kontrol, agar tidak memalukan keluarga.”...
...Guntur menarik napas berat, menahan emosi. “Aku mencabut fasilitas mu karena kau susah di atur. Kau pergi seenaknya, menentang aturan, melakukan—”...
...“Tidak!” Lyra menjerit, suaranya pecah, tapi matanya tetap menatap lurus. “Aku pergi karena aku muak, Pa! Aku muak melihat jalang mu duduk di meja Mama, memakai barang-barangnya semaunya, memerintah para pelayan seolah dia yang membangun rumah ini!”...
...Suara Lyra menggema di mansion besar, menusuk dinding marmer dingin....
...Regina mencoba menyela lembut, “Lyra, kau masih muda. Kau belum paham bagaimana—”...
...“Diam!” Satu kata tajam Lyra seperti cambuk....
...Regina sontak membeku, senyum palsunya hilang....
...Lyra melangkah maju, jarak antara dia dan ayahnya kini tinggal dua langkah. Air mata menggantung di bulu matanya, tapi sorot matanya menyala....
...“Kau boleh cabut uangku, semua fasilitas ku, bahkan panggung ku,” katanya perlahan. “Tapi kau tidak bisa cabut darah Mama yang mengalir di tubuh ku.”...
...Guntur melangkah maju, suaranya semakin keras. "Kamu lupa siapa aku, Lyra ? Aku yang memberi kamu segalanya, dan aku bisa mengambil-nya kembali."...
...Lyra mengangkat dagunya, suaranya penuh dengan keberanian. "Aku bukan anak mu yang lemah, Papa. Aku adalah Lyra Moretta Valenstein, dan aku akan tetap berdiri dengan kepala terangkat..meski tanpa dukungan mu....
...Guntur menatap putrinya tajam. Tangan-nya terkepal kuat. Suaranya pelan, tapi penuh tekanan....
...“Berhenti berontak dan jadilah anak yang patuh…” ucapnya, menahan amarah yang nyaris meledak. Ia menjeda sejenak, lalu menundukkan kepala sedikit, menatap Lyra dari balik kacamata tipisnya. “Sebelum Papa murka dan merenggut kebebasan mu… bahkan hobby yang kau cintai itu.”...
...Lyra tersenyum tipis. Senyum dingin tanpa rasa....
...“Papa,” suaranya datar namun menusuk, “aku sudah siap menghadapi konsekuensi-nya…” Ia berhenti sejenak, menatap lurus ke mata Guntur, dingin dan tanpa gentar. “Tapi, apakah Papa siap… menanggung konsekuensi dari tindakan Papa sendiri ?”...
...Hening seketika....
...Rahang Guntur mengeras. Urat di pelipisnya menegang. Napasnya berat. Kata-kata Lyra meluncur seperti pisau menyayat tanpa ampun....
...Lyra tetap berdiri tegak. Tatapan-nya getir, namun mantap. Luka di dadanya sudah terlalu dalam untuk di tutupi. Ia bukan gadis kecil yang dulu selalu memohon pelukan ayahnya. Ia tidak butuh itu sekarang....
...Karena sekarang gadis itu bisa dapat pelukan dari orang lain. Orang yang mengerti dirinya tanpa bertanya dan tanpa menghakimi....
...Dan orang itu adalah Drexler. ...
...Cowok yang saat ini memiliki tahta tertinggi di hidupnya....
...“Jangan buat aku punya alasan untuk terus membenci mu, Tua Bangka Guntur,” katanya datar, hampir berbisik—namun tajam bagai sembilu....
...Lyra melangkah pelan ke samping, mendekati Regina yang berdiri tegang di ujung ruangan. Tongkat baseball di tangan-nya terangkat, berkilat di bawah cahaya lampu kristal....
...“Mulut putrimu terlalu lancang,” ucap Lyra dingin. Ujung tongkat itu menyentuh dagu Regina, mengangkat-nya paksa hingga wajah wanita itu mendongak. “Sekali lagi dia menyebut mamaku dengan nada hina… aku pastikan dia terbungkam selamanya.”...
...BUG..!...
...Hantaman keras mendarat di wajah Regina. Suara retakan halus terdengar—di ikuti darah yang menetes dari bibirnya. Gigi depan-nya terlempar ke lantai marmer....
...Para maid dan bodyguard menunduk dalam diam, menahan napas dan gemetar. Tak ada yang berani bergerak....
...BUG..!...
...Pukulan kedua menghantam kaki Regina....
...BRUK..!...
...Tubuh wanita paruh baya itu ambruk ke lantai. Mulutnya terbuka menahan jerit, tapi suara itu tak keluar—tertahan oleh rasa sakit yang melumpuhkan. Darah dan air mata bercampur di dagunya, menetes ke lantai....
...Lyra berdiri tegak. Tatapan-nya tajam, bibirnya menyeringai dingin. “Itu cuma balasan kecil,” katanya datar. “Kau dan putrimu terlalu berani mengusik jiwa iblis ku.”...
...Regina menangis terisak, merangkak lemah mendekati Guntur. Tangan-nya gemetar memegang ujung celana sang suami seolah memohon perlindungan. ...
...Tapi Guntur hanya diam. Tatapan-nya lurus ke depan antara marah, takut, dan frustasi. Ia tak berkata apa pun untuk membela Regina....
...Sunyi. ...
...Begitu sunyi hingga detak jam di dinding terdengar jelas....
...“Sudah puas, Hem ?” suara Guntur akhirnya memecah keheningan. Datar, namun penuh ancaman halus. “Kenapa kau begitu suka menantang ku, Lyra ? Bukankah sudah Papa bilang… kau tidak boleh keluar dari rumah ini ?”...
...Lyra tertawa pelan—tawa getir yang justru membuat ruangan semakin mencekam. Tatapan-nya menelusuri ayahnya dari kepala hingga kaki, seolah menilai sesuatu yang sudah tak pantas disebut orang tua....
...“Aku punya dua kaki kokoh, dan aku bebas melangkah ke mana pun aku mau,” ujarnya tenang. “Harusnya kau sadar diri, Tuan Bangka… bahwa alasan aku tak betah di rumah ini adalah karena kau sendiri.”...
...KLONTANG!...
...Tongkat baseball itu terlempar dari tangan Lyra, jatuh ke lantai dan berguling pelan. Suaranya memantul tajam di dinding....
...Lyra menatap Guntur sekali lagi—tajam, dingin, dan penuh amarah yang membara dalam diam. Lalu ia berbalik, melangkah pergi tanpa menoleh....
...Perang antara ayah dan anak itu… Mungkin tidak akan pernah berakhir. Selama mereka sama-sama keras kepala dan tidak ada yang mau mengalah....
...0o0_0o0...