Ayu Lestari namanya, dia cantik, menarik dan pandai tapi sayang semua asa dan impiannya harus kandas di tengah jalan. Dia dipilih dan dijadikan istri kedua untuk melahirkan penerus untuk sang pria. Ayu kalah karena memang tak memiliki pilihan, keadaan keluarga Ayu yang serba kekurangan dipakai senjata untuk menekannya. Sang penerus pun lahir dan keberadaan Ayu pun tak diperlukan lagi. Ayu memilih menyingkir dan pergi sejauh mungkin tapi jejaknya yang coba Ayu hapus ternyata masih meninggalkan bekas di sana yang menuntutnya untuk pulang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 : Kangen
"Mas, Arkan panas!" Puspa panik melihat Arkan sejak kemarin rewel dan hari itu Arkan demam.
"Bawa ke dokter, Yang!" perintah Surya lalu mengambil Arkan dari gendongan Puspa.
Puspa bergerak cepat untuk memasukkan keperluan Arkan ke dalam tas besar lalu Surya dan Puspa membawa Arkan ke rumah sakit.
Arkan diterima oleh dokter anak di klinik tersebut. "Kenapa ini anaknya, Pak?" tanya dokter laki-laki itu dengan lembut.
"Beberapa hari rewel dan hari ini demam, Dok!" jawab Puspa khawatir.
"Mari Bu, baringkan Arkan ke ranjang sini!" Dokter tersebut mempersilakan Puspa membaringkan Arkan di tempat tidur itu lalu dokter dengan dibantu perawatnya memeriksa dengan lembut.
Arkan menangis histeris, bayi berusia dua bulan itu menjerit histeris.
"Sekarang ini memang lagi musim panas, batuk dan pilek, Bu! Tolong Ibu makan yang bergizi dan kasih asi yang banyak untuk putranya!"
Puspa dan Surya saling tatap, dalam hati mereka menyayangkan Ayu yang secepat itu meninggalkan Arkan.
Mereka pulang setelah menebus obat dari apotek dengan Arkana yang terus merengek pelan.
Sampai di rumah Puspa memberikan obat untuk Arkana dan meninabobokan Arkan.
Begitu Arkan tertidur barulah Puspa keluar untuk mencari keberadaan Surya.
Surya berada di ruang tamu sambil menyesap tehnya pelan. "Masss..."
"Arkan udah tidur, Yang?" tanya Surya penuh kekhawatiran.
"Udah, barusan aja! Aku kesel deh sama Ayu, kenapa sih segitu bodohnya dia pergi dari kampung ini dan meninggalkan Arkan sendirian? Arkan tuh masih butuh Ayu dan Ayu segitu egoisnya ninggalin dia!" cerocos Puspa kesal.
Surya menatap Puspa dengan malas. Surya merasa bersalah karena kemarin sempat menekan Ayu dan tidak memperhatikan psikis istri keduanya tersebut.
Surya baru tahu bahwa ibu melahirkan itu mungkin lemah secara mental dan dia butuh support lebih dari orang-orang terdekatnya, tapi Surya dan Puspa malah mendorong Ayu menjauh dan merampas anaknya saat bocah itu belum bisa dilepaskan dari ibunya.
"Aku pusing, Mas!" Puspa mengeluh lagi.
"Kenapa pusing?" tanya Surya acuh karena tahu Puspa mau ngedrama lagi.
"Kalau Arkana rewel terus kayak gini, aku pusing!" jawab Puspa lelah.
"Kalau sejak awal kamu nggak ikhlas ngerawat Arkana, harusnya kamu nggak usah sok mau ambil anakku cepet-cepet!" ketus Surya kesal.
"Kok malah nyalahin aku!?" Suara Puspa meninggi.
"Terus aku kudu nyalahin siapa? Ayu?!" tantang Surya semakin kesal.
"Kok melebar kemana-mana sampai bawa-bawa Ayu segala?!" Puspa ikutan meradang karena disalahkan oleh Surya.
"Iya karena kamu kebelet bawa Arkan pulang hingga kita nyakitin perasaan Ayu yang baru saja melahirkan anak buat kita! Kita egois!" maki Surya marah.
Arkan kembali menangis histeris, Surya langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengangkat Arkan dari tempat tidurnya.
"Sayang, Papa di sini, jangan menangis ya, Sayang! Papa sayang banget sama Arkan!" ucap Surya sambil menimang Arkan dengan sayang.
Berhasil, Arkan berhenti menangis dan bibirnya mencebik lucu sambil merengek.
"Arkan kangen sama Ibu ya? Maafkan Papa ya, Nak!" Surya menciumi pipi gembul itu dengan lembut.
Puspa mendengus pelan saat mendengar Surya mengatakan hal itu kepada Arkan.
"Aku tuh Mamamu bukan perempuan miskin itu!" dengus Puspa memilih meninggalkan papa dan anaknya itu sendiri.
***
"Aduh kok payudarraku sakit lagi sih?!" Ayu meraba dadanya yang berdenyut nyeri.
"Padahal asinya udah nggak keluar lagi dan kemarin-kemarin udah nggak bengkak dan sakit, kenapa tiba-tiba kayak gini!" Ayu kembali meraba dadanya, niatnya buat mandi harus dia jeda karena perasaannya dan dadanya terasa ada yang salah.
"Apa Arkan lagi kenapa-napa ya?" Ayu bergumam lagi dan membayangkan anak semata wayangnya yang tinggal bersama papa dan istrinya.
"Nggak, nggak! Pasti Arkan baik-baik saja, keluarga Yasa nggak mungkin menelantarkan dan menyia-nyiakan Arkan.
Ayu mendesah pelan membayangkan sesuatu yang mungkin terjadi di sana.
"Gue egois nggak sih ninggalin dia kayak gitu? Apa seharusnya gue bertahan di sisinya meskipun gue tetep diinjak-injak kayak gitu! Arkan anakku tapi di akta kelahirannya pun nggak mencantumkan namaku!"
Ayu menggeleng pelan lalu mengusir segala kegundahan yang mengusiknya.
"Aku udah ngambil keputusan kayak gini, dan aku tahu aku nggak akan pernah bisa kembali ke masa laluku. Ya Tuhan, aku titipkan anakku kepadaMu!" Ayu mengusap airmatanya yang meleleh pelan.
Tok... tok...
"Bu Ayu! Bu Ayu! Bu Ayu nggak kenapa-napa kan?" Dari depan pintu kamar mandi itu Selly mengetuk dan memanggil Ayu berulang-ulang.
"Aku nggak papa, Sel!" Ayu menjawab berteriak dari dalam kamar mandi itu.
Akhirnya Ayu menyalakan shower dan membasuh tubuhnya. Ayu berusaha menepis rasa kangen yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya.
Tak lama kemudian Ayu keluar dengan memakai celana panjang dan baju lengan pendek.
"Aku nggak papa!" Ayu berkata saat Selly menatapnya penuh selidik.
Sisa-sisa airmata itu tak bisa disembunyikan oleh Ayu.
"Bu Ayu kenapa?" tanya Selly penuh perhatian.
Ayu menggeleng pelan lalu duduk di meja makan untuk menikmati makan malamnya.
Selly memperhatikan Ayu yang malam itu terlihat lebih sendu, tak biasanya Ayu seperti itu.
"Bu Ayu masih lelah? Kalau Bu Ayu lelah, jadwal belajarnya yang besok saya tunda dulu aja!"
"Aku nggak papa, Sel! Aku hanya kangen sama seseorang!"
Tepat setelah Ayu mengatakan hal itu ponsel Selly berdering, ada nama Fernando di layar itu.
"Selamat malam Tuan Fernando," sapa Selly sopan.
"Ayu mana?" tanya Fernando dengan suara baritonnya yang dingin dan datar.
"Sebentar, Tuan!" Selly menyerahkan ponsel tersebut kepada Ayu.
Ayu menerima ponsel tersebut. "Hallo, Tuan Fernando!"
"Kamu panggil aku apa?!" tanya Fernando ketus.
"Maaf, Pak! Eh, Mas Nando!" jawab Ayu sambil menggaruk kepalanya karena selalu bingung mau memanggil Fernando dengan sebutan apa.
"Dasar aneh, manggil suami sendiri bingung!" omel Fernando membuat Ayu menganga tak percaya.
"Karena aku bingung dan kagok!" sahut Ayu.
"Kagok kenapa?" tanya Fernando.
"Ya kagok aja, mau manggil Pak kayak aneh gitu mau manggil Mas malah tambah aneh!" jawab Ayu polos.
"Aku nggak masalah kalau kamu mau manggil Mas, sekalian latihan nanti kalau di depan orang-orang jadi bibir kamu nggak belibet!" ucap Fernando santai.
"Jangan sekarang, jangan sekarang dikenalin ke orang-orangnya!" teriak Ayu panik.
"Kenapa?" tanya Fernando bingung.
"Aku belum siap, Mas Nando! Pelajaran etika dari miss Caroline susah banget diterapinnya!" jawab Ayu.
"Makanya belajar yang bener, jangan buang-buang uangku untuk ngebayarin guru itu lama-lama!" tegur Fernando lagi.
"Iya, aku janji akan terus belajar dan semangat!" sahut Ayu bersemangat.
Fernando tertawa lepas sambil menatap Ayu di layar tipis yang dia pegang.
Yups... bener banget Fernando menghubungi Ayu sambil menatap layar tipis yang tersambung dengan CCTV di mansion tempat tinggal Ayu.
Fernando merasa ada yang mulai tumbuh di hatinya dan dia kangen dengan Ayu.