Alseana, penulis muda berbakat yang masih duduk di bangku SMA, tak pernah menyangka kehidupannya akan berubah hanya karena sebuah novel yang ia tulis. Cerita yang awalnya hanya fiksi tentang antagonis penuh obsesi, tiba-tiba menjelma nyata ketika Alseana terjebak ke dalam dunia ciptaannya dan menjadi salah satu tokoh yang berhubungan dengan tokoh antagonis. Saat Alseana masuk kedalam dunia ciptaannya sendiri dia menjadi Auryn Athaya Queensha. Lebih mengejutkan lagi, salah satu tokoh antagonis yang ia tulis menyadari rahasia besar: bahwa dirinya hanyalah karakter fiksi dengan akhir tragis. Demi melawan takdir kematian yang sudah ditentukan, tokoh itu mulai mengejar Alseana, bukan hanya sebagai karakter, tapi sebagai penulis yang mampu mengubah nasibnya. Kini, cinta, kebencian, dan obsesi bercampur menjadi satu, membuat Alseana tak tahu apakah ia sedang menulis cerita atau justru sedang hidup di dalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Putriku!
PRANG!!!
Suara pecahan seperti kaca terdengar dari lantai bawah, Auryn yang baru saja keluar dari kamar milik keluarga Maximilian pun terkejut mendengar seperti ada suara keributan di bawah.
Dia melihat dari atas sana untuk melihat apa yang sedang terjadi di lantai bawah tersebut.
"Mana putriku brengsek! jangan seenaknya membawa putri orang lain ke rumahmu ini!!"
Auryn bisa mendengar jika yang sedang berteriak itu adalah papanya, ia menaikkan alisnya karena papanya terlihat sangat murka karena biasanya ia selalu melihat wajah dinginnya dan hanya menatap tajam jika sesuatu tak sesuai dengan kemauannya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Namun walaupun demikian papanya sangat menakutkan ditambah dengan ia melihat secara langsung papanya murka hingga membanting sebuah guci mansion ini.
"Putrimu? Dia putriku! Apa kau lupa ha? Dia adalah putri kandungku dimana darah Maximilian mengalir dengan deras di setiap detak jantungnya!" Tuan Cassian berkata dengan dingin.
"Mimpi kau! Aku yang membuatnya dan istriku yang mengandungnya bagaimana bisa dia menjadi putrimu, sialan!!! Perjanjian kita sudah berhenti dan aku memberikanmu sebuah pulau tambang emas yang dulu kau minta, tapi kenapa kau masih mengganggu keluarga ku!" Tuan Marava berkata dengan murka.
Auryn yang melihat kondisi semakin panas langsung turun dari sana, ia ingin menghentikan pertengkaran tersebut karena ia melihat keduanya seperti bara api yang jika di pancing akan semakin membesar.
"Papa! Papa disini menjemputku kan?? ayoo kita pulang, aku sudah merindukan masakan mama." Ucap Auryn sambil memeluk papanya dengan erat.
Seakan berharap agar semua ini bisa berhenti, dia tidak ingin membuat kekacauan disini karena tuan Maximilian sudah sangat baik kepadanya dengan menyelamatkannya dari Naren semalam.
Tuan Marava yang langsung dipeluk oleh putrinya langsung terdiam, bahkan nafasnya yang tadinya memburu langsung tenang.
Seakan putrinya adalah angin sejuk dari panasnya kobaran api yang dia rasakan.
"Iya, papa menjemputmu. Ayo kita pulang." Ucap tuan Marava dengan nada sedikit lembut sambil mengelus puncak kepala putrinya tersebut.
"Ayo, eh tapi tunggu sebentar." Auryn berbalik menatap tuan Maximilian yang sepertinya sedang memendam rasa kesal.
Namun berubah saat pria paruh baya tersebut menatapnya, dia menjadi lebih lembut dari tatapannya ke ayahnya.
"Om, makasih ya karena kemarin menolong Auryn. Oiya pa, tolong beri hadiah yaa buat tuan Maximilian kalau kemarin tidak ada tuan Maximilian pasti Auryn sangat ketakutan kemarin." Ucap Auryn pada papanya tersebut.
Tuan Marava tersenyum pada putrinya tersebut lalu menatap tuan Cassian dengan tersenyum miring.
Seakan memperlihatkan jika putrinya bahkan menganggap dia orang asing dan lebih menyayanginya sebagai papa kandungnya.
"Saya akan memberikan anda hadiah setelah sampai di mansion kami, terimakasih telah menyelamatkan putri saya. Saya permisi." Ucap tuan Marava sambil menekankan kata putri saya di hadapan pria tersebut.
Tuan Cassian yang melihat wajah penuh kemenangan dari tuan Marava hanya bisa mengepalkan tangannya dengan kuat. Dan hanya bisa melihat dua orang itu pergi begitu saja dari mansionnya.
"Dad kenapa kau tak menahan princess pergi! Ini rumahnya dad bukan disana!" Raven kesal dengan Daddy nya yang hanya diam tak bisa melakukan apapun untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi hak keluarga mereka.
"Sabar son, Daddy akan membawa adikmu tinggal disini." Ucap Tuan Cassian dengan senyum miringnya.
"Aku tak ingin menunggu lebih lama dad! Kemarin aku belum puas mengajaknya mengobrol."
"Siapa yang kau ajak mengobrol?" Suara dingin yang telah lama tak terdengar di mansion ini membuat kedua pria beda usia tersebut langsung mengalihkan perhatiannya ke arah suara tersebut.
Seorang pria dengan baju militer yang menempel di tubuh besar atletisnya tengah menatap dingin Vincent.
"Kak Maven? kakak pulang? kakak sangat terlambat, seharusnya kakak kemarin kembalinya dari tugasmu. Kau telah kehilangan momen dengan adik kita, dia sangat cantik dibandingkan dengan foto jelek yang dikirimkan oleh bawahan daddy. Dia sangat manis dan lugu, lihatlah kemarin aku sempat berfoto dengannya!" Ucap Raven dengan semangat pada kakeknya tersebut.
Maven menatap datar foto tersebut, lalu menatap ke arah ayahnya.
"Kapan dia kembali? jangan sampai aku yang bertindak untuk membawanya kembali." Ucap Maven dengan serius lalu berjalan meninggalkan kedua pria tersebut.
"Kakek selalu dingin, kenapa hanya aku saja yang normal disini." Gumam Maven lalu pergi meninggalkan daddynya yang tengah menghela nafasnya.
Putra sulungnya tersebut sangat kaku seperti dirinya, dia juga sudah menunggu kehadiran adik bungsunya sejak lama. Walaupun dia hanya diam, tapi tauan Cassian sangat yakin jika dia lebih posesif dibanding dirinya.
Pekerjaannya sebagai Jenderal besar militer angkatan udara membuat dirinya semakin dingin dan tak kenal ampun apalagi medan perang yang membuatnya lebih kejam dan terkendali.
Dia juga sangat heran dengan putra sulungnya tersebut yang lebih memilih menjadi anggota militer, padahal kekayaannya sangat besar dibandingkan dengan gaji yang diterimanya.
Namun dia tak memaksakan kehendaknya, biarlah mereka melakukan apa yang mereka mau.
......................
"Sebenarnya tadi kenapa pa? kenapa sejak kemarin papa dan tuan Maximilian berseteru? dan kenapa sepertinya papa dan dia memperebutkan anak. Sebenarnya aku anak siapa?" Tanya Auryn dengan serius pada papanya tersebut.
Mereka masih dalam perjalanan pulang, namun Auryn sudah sangat penasaran hingga tak sabar menunggu sampai di rumah mereka.
"Tentu saja anak papa, dia orang gila. Kau harus menjauhinya karena mereka terlebih anak sulungnya." Ucap tuan Marava dengan serius dengan menatap jalanan.
"Kenapa? kenapa semuanya terlihat membingungkan? apakah mama pernah menikah dengan tuan Maximilian?"
"Tidak, mama adalah istri papa mana mungkin pria itu mantan suami mama kamu Auryn. Mama masih seorang gadis saat bersama papa." Ucap Tuan Marava dengan mengelak ucapan Auryn.
Auryn terdiam, dia masih belum bisa memikirkan semua yang terjadi.
Tidak mungkin tuan Maximilian dengan kekeh menganggapnya memiliki darah keluarga mereka.
Dia berpikir jika mama nya sebelum bersama papanya sudah menikah dan cerai namun dalam keadaan hamil dirinya.
Tapi pernyataan dari papanya membuat dirinya tak bisa memikirkan apapun lagi.
Seakan petunjuknya buntu dan dia lihat papanya tidak ingin membahas masalah ini.
Dia hanya bisa menghela nafasnya dan menatap jalan raya.
Dia menyangga dagunya dengan tangannya, jalanan masih terlihat sangat ramai karena masih terhitung cukup pagi.
"Pa, Auryn boleh pindah sekolah?" Tanya Auryn karena tadi sempat melihat anak berseragam sekolah melewati mobil yang mereka gunakan.
Tuan Marava menatap putrinya yang terlihat bimbang tersebut, mendengar ucapan dari bawahannya kemarin sepertinya putrinya mengalami trauma dengan teman-temannya yang menjadikannya taruhan.
"Apakah kau sudah yakin dengan keputusanmu untuk pindah? Papa tidak melarang kamu pindah ke sekolah lain, tapi papa lihat kamu masih ragu. Pikirkanlah baik-baik, jika kau ingin pergi keluar negeri maka papa akan memindahkan mu ke Inggris atau ke Jepang disana ada ayah ibu papa dan mama, kau tinggal pilih ingin ikut dengan nenek dan kakek dari pihak papa atau mama." Ucap tuan Marava dengan lembut sambil mengelus pelan rambut putrinya tersebut.
Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah Auryn dengar dari pria yang berstatus papa nya tersebut sejak perpindahannya kesini.
Dia tersenyum tipis mendengarkan hal itu, tapi benar kata papa nya jika dia masih ragu. Tapi dia sudah tidak ingin lagi melihat Fredo terlebih Naren, dia takut Naren masih menganggapnya sebagai hadiah kemenangannya. Maka dari itu dia ingin pindah sekolah.
Dia menghela nafasnya sejenak, dia akan memikirkan kembali hal ini nanti. Dia berpikir juga sebentar lagi dia juga akan lulus dari sekolahnya, sangat sayang jika harus pindah sekarang. Lebih baik dia mengambil cuti beberapa hari dan kembali dengan Auryn yang baru.
Disini dia sudah mulai menerima takdirnya, dia sudah tak peduli apakah nanti dia akan kembali ke dunianya atau tidak karena menurutnya sama saja. Disini juga dia mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, akan sangat bodoh jika dia terus memikirkan cara keluar dari dunia ini karena menurutnya sama saja dunianya dan dunia asalnya.
Dia akan bangkit dan menjalani hidup dengan normal, biarkan akhir novel tersebut berjalan sesuai rencananya. Namun ia akan tetap memikirkan cara agar Erzabell bisa terlepas dari jeratan Haizar.
......................
"Zamora! Lo udah denger belum jika Auryn dijadikan taruhan sama Fredo?!" Erzabell bertindak heboh saat bertemu Zamora di kelas.
Bahkan seluruh penghuni kelas melihat ke arah mereka dan mencuri dengar ucapan Erzabell tadi namun mereka tak berani untuk bertanya dan hanya ikut mendengarkan ucapan gadis cantik namun bucin tersebut.
Zamora yang mendengar suara cempreng Erzabell dan mendengar ucapan Erzabell tersebut langsung menatap gadis itu dengan kaget.
"Lo gak bercanda kan? Kenapa bisa Auryn dijadiin taruhan??" Tanya Zamora pada Erzabell dengan bingung.
"Gue gak tau, gue dapet kabar dari Angkasa tadi pagi. Sekarang Auryn mana? Dia gak masuk? Cepat hubungi dia, gue takut dia kenapa-kenapa!"
Zamora langsung mengangguk dan menelpon Auryn, namun ponsel milik Auryn tidak aktif.
"Sialan, Fredo berani-beraninya menjadikan sahabat kita taruhannya!" Ucap Zamora dengan dingin lalu menaruh ponselnya di meja dengan keras.
"Eh Lo mau kemana?" Tanya Erzabell karena Zamora tiba-tiba keluar dari kelas tanpa mengucapkan sepatah kata apapun padanya.
"Gue mau nyari perhitungan ke cowo itu! Sialan, jika Auryn terluka maka gue buat cowo itu lumpuh sekalian."
Mendengar hal tersebut semua penghuni kelas langsung merinding, Zamora memanglah wanita yang jago bela diri. Walaupun sebelumnya dia tak ingin membuat urusan dengan Fredo, namun mendengar sahabatnya dijadiin taruhan membuatnya murka.
Erzabell mengikuti Zamora dibelakangnya, dia akan membantu Zamora nanti jika ada apa-apa dengan gadis itu.
Gedung anak IPS memang sedikit jauh dari gedung IPA, dengan langkah lebar kedua gadis itu menuju ke kelas IPS dimana kelas Fredo berada.
Brak!
Semua murid yang ada di dalam kelas sangat terkejut melihat kedua ratu sekolah datang ke kelas mereka dengan wajah suram.
"Dimana Fredo!"
Zamora melihat sekeliling dengan tajam, namun tak menemukan cowo itu di kelas.
"Dimana dia!!!" Teriak Zamora hingga membuat kelas tersebut langsung terdiam tak ada yang berani berbicara karena takut melihat wajah mengerikan Zamora.
"Jika kalian gak mau jawab pertanyaan gue, maka jangan salahkan gue buat kelas kalian tak akan mendapatkan nilai saat ujian nanti!" Ancam Zamora, karena dia mampu membuat guru mematuhi perintahnya apalagi sahabatnya adalah anak dari pemilik sekolahan ini.
"Fredo tadi gak masuk." Ucap seorang gadis dengan rambut yang dikepang dua.
Zamora langsung pergi dari kelas tersebut.
"Selanjutnya kita akan kemana? Apakah kita perlu ke rumah cowo itu?" Tanya Erzabell pada sahabatnya tersebut.
"Kita bolos, gue pengen liat Auryn di rumahnya."
Erzabell mengangguk, dia mengikuti apa yang dikatakan Zamora. Dia juga baru pertama kali melihat Zamora Semarang itu jadi dia hanya diam mengikutinya.
Tiba-tiba tubuh Erzabell bertabrakan dengan tubuh seseorang.
Zamora langsung berhenti untuk melihat Erzabell dan Erzabell langsung melihat siapa yang menabraknya.
"Haizar." Gumamnya.
"Mata Lo buta?! Sana minggir, gue mau lewat. Cewe murahan kaya Lo seharusnya lewat got dibanding lewat jalan umum karena bisa mengotori jalan yang Lo lewati" Ucap Haizar dengan ketus lalu pergi begitu saja.
Erzabell yang mendengar itu hanya diam saja, namun tangannya mengepal dengan kuat.
"Ayo kita pergi." Ucap Erzabell pada Erzabell dengan tenang seolah tidak terjadi apa-apa.
Zamora menaikkan alisnya dengan heran namun tak ayal dia mengikuti Erzabell yang sudah berjalan lebih dulu dibanding dirinya.
......................
"Dia gaada di markas mereka." Ucap Dax dengan dingin pada pria yang tengah berdiri dan akan pulang dari rumah sakit tersebut padahal kakinya baru saja kemarin di operasi.
Fredo diam saja tak menanggapi ucapan Dax, dia akan keluar ruang rawat inapnya.
"Dan Naren babak belur, gue gak tau siapa yang bawa gadis itu." Ucapan selanjutnya dari Dax membuat Fredo berhenti.
Dia menatap rekannya tersebut dengan tajam seolah melanjutkan kalimatnya lagi.
"Mungkin saja dia diculik atau diselamatkan. Gila sih kayanya gadis itu seperti bunga yang dimanapun berada dia selalu di dekati para kumbang berbahaya macam kalian." Dax mengucapkan kalimat tersebut sambil terkekeh.
"Tapi Lo gak suka dia kan? Karena jika Lo suka sekalipun sepertinya gadis itu membencimu sampai ketulang-tulang." Ucap Dax dengan nada seperti mengejeknya
"Kasihan sekali, padahal dia yang membantu Lo buat keluar dari selokan karena tertimpa motor lalu menelpon ambulan. Gadis yang baik tapi menolong orang yang jahat." Imbuh Dax.
Ucapan Dax semakin menusuk ke telinga Fredo. Fredo mengepalkan tangannya dengan kuat, lalu dia pergi dari sana. Dia telah membuat kesalahan dan Dax membuatnya jatuh dalam lubang penyesalannya.
Dia bukan tanpa alasan menjadikan Auryn sebagai taruhannya, namun ada satu yang harus dibuktikan oleh Fredo dan dia mendapatkan jawabannya. Namun sayang, karena ingin mendapatkan jawabannya tersebut dia harus membuat gadis itu dalam masalah.
Salahnya adalah tak menjelaskan semuanya pada gadis itu, benar kata Dax mungkin saja Auryn sudah sangat membencinya apalagi dia tak bisa membayangkan jika geng Stofor melakukan apa yang ia pikirkan kemarin.
Tapi mendengar ucapan Dax jika Auryn tak ada di markas Stofor atau bersama Naren, membuatnya sedikit ada perasaan lega namun ia harus mengecek dimana keberadaan gadis itu sekarang.