NovelToon NovelToon
CEO Cantik Vs Satpam Tampan

CEO Cantik Vs Satpam Tampan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / CEO / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Pengawal
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: MakNov Gabut

Kisah Perjodohan seorang CEO yang cantik jelita dengan Seorang Pengawal Pribadi yang mengawali kerja di perusahaannya sebagai satpam

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MakNov Gabut, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Bab 23

“Jangan bilang ke Meliana tentang kegiatan kita malam ini. Katakan saja kita mau ke klub malam,” pinta Aryo, dengan nada serius tapi santai. Baginya, itu jauh lebih mudah dijelaskan daripada menyebut hal sebenarnya: balapan liar.

Thania terkikik kecil. “Oke, aku janji. Ini rahasia antara kita berdua, ya.”

Keesokan paginya, di kantor , Aryo baru saja duduk di meja kerjanya ketika ponselnya berdering. Nomor tak dikenal muncul di layar.

“Halo, ini benar Aryo Pamungkas?” suara di seberang terdengar akrab, meski Aryo butuh beberapa detik untuk mengingat.

“Ya, benar. Siapa ini?” tanyanya sambil mencondongkan tubuh.

“Aku Faren, yang semalam di arena balap.”

“Oh, Faren. Ada apa?” Aryo sudah bisa menebak ini pasti berkaitan dengan kemenangan semalam.

“Hadiahnya udah siap nih. Kirim alamatmu, nanti aku antar,” ucap Faren enteng, seolah sedang bicara soal hadiah toaster, bukan Ferrari keluaran terbaru.

Aryo hampir lupa kalau semalam ia menang taruhan besar. Hadiahnya memang mobil Ferrari merah yang menggoda. “Oh, mau kau yang antar sendiri?”

“Iya dong. Aku merasa terhormat bisa bertemu pembalap sehebat kamu. Jadi biar resmi, aku antarkan langsung.”

Nada Faren terdengar terlalu manis, dan entah kenapa Aryo merasa curiga. “Tak usah repot-repot, Ren. Gimana kalau aku yang datang ke tempatmu?”

“Begitu? Baiklah, nanti kukirim alamat kantorku lewat pesan. Datang aja kapan sempat.”

“Siap.”

Aryo izin keluar sebentar dari kantor untuk menjemput hadiah kemenangannya. Lokasinya tak begitu jauh, cukup naik taksi.

Begitu tiba, Faren menyambut dengan senyum lebar. “Terima kasih sudah datang, pembalap jagoan!” serunya. Di sekitarnya tak terlihat Jaja. “Masuk dulu yuk, ngobrol sambil ngopi?”

“Maaf, aku gak bisa lama,” jawab Aryo hati-hati. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang ingin digali oleh Faren — mungkin soal masa lalunya. Instingnya mengatakan, pria ini sudah melakukan penyelidikan tentang dirinya.

“Oh, sibuk kerja ya?”

Aryo hanya mengangguk.

“Oke, tunggu sebentar.” Faren mengambil kunci dan dokumen dari lemari. “Ayo ke garasi.”

Garasi rumah Faren membuat Aryo nyaris ternganga. Koleksi mobilnya gila-gilaan — dari seri sport terbaru sampai yang klasik. Bahkan garasi Thania pun kalah jauh. “Lihat itu, mobilmu. Rawat baik-baik ya,” ujar Faren sambil menyerahkan kunci.

“Terima kasih.” Aryo tersenyum puas menatap Ferrari merahnya. Begitu mesin dinyalakan, suara halus tapi garang itu membuat jantungnya berdegup cepat. Ia pun membawa mobil itu keluar untuk menjajalnya sebentar.

“Bagaimana? Mantap kan?” tanya Faren ketika Aryo kembali.

“Luar biasa. Ini mobil impianku sejak dulu.”

“Kamu pantas dapatkannya, bro. Hebat banget semalam.” Faren menepuk bahunya. “Yakin gak mau ngopi dulu?”

“Enggak, aku harus cari tempat parkir dulu buat mobil ini.” Dalam hati, Aryo tahu ia tak mungkin pakai Ferrari itu untuk antar jemput Meliana. Gadis itu pasti akan curiga.

“Oh, aku bisa bantu. Aku punya garasi di pusat kota, bisa kukasih diskon,” tawar Faren sambil mencari sesuatu di ponselnya.

“Terima kasih, tapi gak usah repot. Aku pamit dulu. Sekali lagi makasih hadiahnya.”

“Sama-sama. Senang bisa kenalan sama kamu. Sampai ketemu lagi.”

Begitu Aryo pergi, Faren menatap arah kepergiannya lalu menelpon seseorang. “Ikuti dia. Catat ke mana pun dia pergi.”

“Siap, Tuan Muda,” jawab suara di seberang.

Sesampainya di kantor , Carlo — ketua lantai 22 — menyapanya dengan wajah cemberut.

“Kau dipindahkan lagi, Yo?”

“Hah? Ke mana lagi nih?” Aryo menggaruk kepala. Ia baru saja duduk santai setelah tugas keliling selesai.

“Ke lantai 30,” jawab Carlo, setengah kesal. Aryo langsung tahu penyebabnya. Pasti karena Meliana lebih sering kerja di sana.

“Kenapa kelihatan malas begitu?” Carlo berkacak pinggang. “Siapa yang minta kamu pindah?”

“Meliana Andara, CEO kita?” tebak Aryo.

Carlo mengangguk. Betul saja. Meski malas, Aryo tak bisa menahan sedikit rasa senang—karena berarti Meliana masih membutuhkannya.

“Kalian ada hubungan khusus, ya?” tanya Carlo dengan nada usil.

“Enggak, murni urusan perusahaan,” jawab Aryo cepat.

“Lalu kenapa cuma kamu yang selalu disuruh jagain dia? Biasanya Group 1 dan Group 3 bergantian. Katanya kamu tunangannya,” Carlo menatap curiga.

Aryo tertawa kecil. “Ah, itu cuma bercanda waktu itu. Jangan dianggap serius.”

Saat hendak beranjak, Carlo menahannya lagi. “Aku dengar tentang kejadian di terowongan itu. Siapa mereka?”

“Cuma perampok biasa. Mereka kebetulan tahu rombongan dari Andara Grup lewat situ,” kilah Aryo ringan. Tak mungkin ia bocorkan fakta sebenarnya.

“Oh, oke. Semoga Roni cepat pulih ya. Sekarang buruan naik ke lantai 30. Jangan bikin Bu CEO nunggu.”

“Oke, oke.”

Semalam, Meliana sempat marah besar karena Aryo dan Thania pulang terlalu malam. Pertengkaran mereka bahkan sempat menyinggung kasus kematian Jerry Zola, yang membuat Thania tersinggung dan memilih tidur di sofa. Pagi ini, wajah Meliana masih dingin membeku, dan Aryo jadi malas menemuinya.

Tapi belum sempat ia berlama-lama, telepon dari Meliana masuk.

“Kenapa belum juga naik ke lantai 30? Surat tugasmu sudah kutandatangani dua jam lalu,” suaranya terdengar tegas.

“Masih butuh pengawal pribadimu, Bu CEO?” Aryo menggoda.

“Hey, anjing penjaga, itu memang tugasmu! Bukan karena aku yang minta!” nada Meliana tajam.

“Tapi surat tugasnya pakai tanda tanganmu, kan? Jadi kamu memang menginginkan aku,” balas Aryo santai.

“Menolak perintah, ya? Mau kubilang ke Papa?”

“Aku tetap bisa menjagamu dari lantai 16, kok. Kalau mau, suruh Chris saja yang jaga kamu di atas,” ucap Aryo, setengah sengaja menyindir. Mungkin karena ia masih kesal atas tuduhan Meliana soal Jerry Zola.

“Kamu lupa siapa CEO di sini?”

“Meliana Andara, Bu CEO,” sahut Aryo dengan nada seperti menyanyi.

“Kamu ini menyebalkan banget! Kalau bukan Papa yang merekrutmu, udah kupecat dari dulu!” Meliana langsung menutup telepon.

Setengah jam kemudian, surat tugas baru datang. Carlo yang mengantarkan.

“Kau dan Chris dipindah ke lantai 30. Sekarang juga. Chris sudah di atas, kau nyusul.”

“Hmmm,” gumam Aryo malas.

Beberapa menit kemudian, seorang perempuan muncul di depan meja Aryo. “Halo, aku Wirda, asisten barunya Bu Meliana. Disuruh jemput kamu.”

Aryo spontan menegakkan badan. Cantik — bahkan nyaris menyaingi Meliana. “Senang kenalan denganmu, Wirda. Yuk, kita naik.”

Saat mereka berjalan menuju lift, Aryo berbisik, “Sedikit rahasia ya.”

“Rahasia apa?”

“Alasan aku akhirnya mau ke lantai 30… karena kamu.” Ia tersenyum nakal.

Wirda sempat bingung, tapi akhirnya ikut tersenyum. “Bu Meliana udah nunggu. Ayo masuk.” Ia membukakan pintu ruang CEO.

Meliana langsung menatap tajam. “Baru datang, ya? Habis gombalin Wirda dulu?” tuduhnya.

“Enggak tuh.”

“Ah, itu kan hobimu. Selain ngintip rok orang.”

“Kamu cemburu, ya?” Aryo membalas cepat.

“Selalu tuduhanku cemburu, ya?” sahut Meliana dengan mata menyipit.

“Kamu senang?”

“Senang? Aku malah heran. Pindah ke sini aja susah banget. Biasanya kamu cepat.”

“Menjagamu dari lantai 16 lebih tenang,” ucap Aryo asal.

“Lho, malah aneh. Bukannya di lantai yang sama lebih mudah?”

Aryo diam. Matanya menatap Meliana lama, membuat gadis itu gelisah.

“Ngaku aja. Kamu senang kan bisa kerja di sini?” tanya Meliana akhirnya.

“Apa gak bisa aku balik aja ke lantai 16? Toh kita tinggal satu rumah. Aku bisa jaga kamu dari sana. Nih, aku bisa pantau kamu lewat CCTV kantor.” Aryo menunjukkan aplikasinya di ponsel, yang menampilkan posisi Meliana secara real-time.

Meliana mengerutkan dahi. “Kamu kenapa tiba-tiba malas begini? Biasanya semangat kalau disuruh jagain aku.”

“Aku cuma capek disalahpahami terus,” gumam Aryo pelan.

“Ya sudah. Ini keputusan perusahaan, dan keputusan CEO. Kamu wajib ikut.”

“Siap, Tuan Putri CEO.” Aryo memberi hormat pura-pura.

Meliana berdeham, lalu berkata datar, “Nanti kamu gak usah antar aku pulang.”

“Kenapa?”

“Pacarmu mencarimu.” Nada suaranya dingin tapi cemburu.

“Pacar?” Aryo mengernyit. Ia bahkan tak punya waktu untuk kencan. Urusan dengan Sania pun sudah lama selesai.

“Ya, polisi Gladys itu. Tadi dia telepon aku.”

“Ohh…” Aryo baru ingat, kemarin memang ia bilang ke Gladys untuk menghubungi Meliana kalau ada urusan resmi. “Tentang kasus di terowongan?”

Wajah Meliana langsung berubah tegang mendengar kata itu.

“Mana aku tahu. Mungkin saja. Atau mungkin dia cuma mau ngajak kamu kencan,” sindir Meliana, mencoba menutupi rasa takut yang muncul lagi saat mengingat kejadian disekap perampok itu.

“Hmm…”

“Ya, dia bilang soal kejadian di terowongan! Katanya kamu perlu kasih keterangan tambahan.”

“Kamu gak dipanggil juga? Kan kamu korban gak langsung?”

“Gak tahu. Mereka cuma nyari kamu.”

Aryo berpikir sebentar. Kalau ia berangkat sore, nanti siapa yang antar Meliana pulang? Akhirnya ia memutuskan untuk berangkat sekarang agar urusannya cepat selesai dan bisa kembali menjemput Meliana tepat waktu.

“Terserah kamu,” ucap Meliana ketus, pura-pura acuh. Tapi dalam hati, ia kesal karena tak bisa menepis rasa cemburu yang tiba-tiba tumbuh.

Ciee, ada yang mulai cembokur nih…

Bersambung...

1
sitanggang
bego siih, kok jd Lukas ???????👎👎👎👎
Lia Chandra Kirana
"tapi terlalu banyak wanita ngajak aryo pura" jadi pacar.apa nggak berakhir konflik dan rasa iri nich.secara nyata dan mayapu. hati orang nggak bisa ketebak💪💪✌️✌️ .
Edana
Gak bisa tidur sampai selesai baca ini cerita, tapi gak rugi sama sekali.
Hiro Takachiho
Aku akan selalu mendukungmu, teruslah menulis author! ❤️
Oscar François de Jarjayes
Serius, ceritanya bikin aku baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!