Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Kedua orang Siti yang di rumah sakit pun sudah tidak ada. lagi di sana. Tidak ada orang satu pun yang mengetahui keberadaan mereka. Asih dan keluarganya menghilang. Yang Siti tahu semuanya telah pergi entah ke mana.
Siti mulai memutar otak untuk mengerjakan apa setelah tinggal sendiri dan tidak bekerja lagi. Kalau tadinya dia masih betah berdiam diri lama-lama di dalam kontrakan sepetaknya. Sekarang dia sudah harus bergerak mencari kesibukan untuk menjernihkan pikirannya. Melakukan yang sesuatu yang bermanfaat baginya dan anaknya.
Jalan pagi dan jalan sore, salah satu yang sekarang rutin dilakukannya selama hampir dua minggu ini. Berjalan ke pasar yang dekat dari kontrakan. Membeli beberapa sayuran yang dimasaknya hanya untuk direbus saja karena itu yang paling mudah.
Seperti sore ini, Siti berjalan santai seorang diri dari pasar membawa tentengan. Hanya beberapa macam saja yang dibelinya karena keterbatasan tempat.
Cuaca sore sangat terang dan menghangatkan tubuhnya tapi sayang harus sedikit terganggu dengan kehadiran Teo yang menghadang jalannya.
"Aku temani, ya?."
Siti kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti karena kedatangan Teo. Tapi sekarang dia mulai berjalan lagi, mengabaikan Teo yang berjalan di belakangnya. Siti pun tidak merespon apapun perkataan Teo.
"Gio sudah terbang ke Jerman."
Langkahnya sempat terhenti tapi dia kembali berjalan. Siapa pun tidak boleh ada yang merusak moodnya pagi. Walau tidak bisa dipungkiri ada tanya yang hadir menyusup kalbu.
Siti segera mengunci pintu setelah berada di dalam kontrakan karena Teo masih berada di sekitarnya.
Siti menatap ponsel yang dua minggu ini diabaikannya. Dia pun memasang mode senyap pada ponselnya. Siti berjalan mendekat, dengan perasaan dia membuka ponsel yang sudah di tangannya.
Puluhan telepon masuk dan pesan singkat dari Gio. Satu persatu Siti membukanya. Dari mulai menanyakan keadaan, mau makan atau minum apa, pria itu bertanya apa boleh dia menemui dan berbicara padanya. Terselip bukti transferan sejumlah uang yang sangat banyaknya yang bisa digunakannya untuk memenuhi semua kebutuhannya.
Sampai pada akhirnya Gio pamit untuk kembali ke Jerman karena suatu alasan yang belum pasti. Dia hanya mendapat kabar kurang baik tentang kedua orang tuanya. Dia harus di sana untuk memastikannya sendiri. Kejujuran memang sangat pahit tapi Siti selalu berusaha menguranginya.
Informasi mengenai keadaan kedua orang tuanya dikabarkan langsung oleh Liani yang sudah kembali lebih dulu ke sana. Kini kedua orang tua Gio tinggal di rumah Liani.
Siti meremas ujung hijabnya sambil menggigit bibir bawahnya. Ponselnya terlepas dari tangannya, sudah satu minggu Gio berada sangat jauh darinya. Belum ada kabar juga dari pria yang masih berstatus suami.
Melupakan atau dilupakan, itu yang mencoba Siti lakukan. Melupakan rasanya sangat tidak mudah dan tidak mungkin, semuanya masih melekat sampai nadinya. Dilupakan mungkin, siapa lah dia dulu dan sekarang bagi seorang Gio.
Siti sudah mempersiapkan hal terburuknya jika meraka harus berpisah.
Tok Tok
Siti bangkit dan membuka pintu kontrakan. Teo masih berdiri tepat di depan pintu kontrakan dengan wajah pucat. Ingin tak peduli pada orang yang telah menghancurkan semua kebahagiaannya, tapi dia tidak bisa karena dia tahu rasanya sakit seperti apa.
Ya, seperti sekarang ini. Sakit luar biasa yang sedang berusaha disembuhkannya sendiri. Dia pun berdiri walau dari tempat yang cukup jauh.
"Ma-maaf..."
Hanya itu kata yang keluar dari mulut Teo sebelum pria itu ambruk di atas tanah. Beberapa orang yang melihatnya langsung menolong, membawanya sampai rumah sakit.
Sementara Siti tetap diam di kontrakan, itu bukan urusannya. Teo bukan keluarganya atau siapa yang perlu ditolongnya karena sudah banyak orang yang menolong.
Satu kemudian ponselnya berdering, telepon masuk dari nomor yang tidak dikenalnya. Karena terus menerus menelepon, Siti pun mengangkatnya.
"Pasien atas nama Teo memintaku menghubungimu. Teo memintamu datang ke rumah sakit sekarang juga karena kondisi kesehatannya semakin memburuk."
Siti tidak mau percaya begitu saja, kalau pun Teo sakit itu bukan urusannya. Setahunya Teo masih memiliki keluarga. Pihak rumah sakit bisa menghubungi salah satu dari mereka. Bukan dirinya yang bukan siapa-siapa.
Siti pun mengabaikan permintaan Teo dan tetap berada di tempatnya.
*
Di negara Jerman, Gio sangat sibuk mengurus perusahaan Papanya yang nyaris pailit. Tapi masih bisa diselamatkannya atas bantuan keluarga Liani.
Dalam dunia bisnis apa saja bisa terjadi, persaingan yang sangat ketat, segala macam cara dilakukan untuk tetap menjadi penguasa bisnis atau hanya untuk sekedar bertahan.
Saking sibuknya sampai-sampai tidak sempat memegang ponselnya. Tapi dia sangat ingat dengan wanita yang ditinggalkan seorang diri di dalam kontrakan sepetak. Bukan tidak rindu, hanya saja Gio terlalu takut menganggu Siti yang mungkin saja masih ingin sendiri.
Sangat benar, keberadaan Gio di rumahnya menjadi kesempatan bagus yang harus dimanfaatkan oleh Liani. Kalau kemarin selalu gagal karena ada Siti tapi sekarang di negaranya Siti tidak ada. Jadi mau tidak mau Gio lebih sering interaksi dengannya.
Ya, walau masih ada penolakan tapi tipis-tipis yang tidak membuat terlalu sakit hati.
"Ada yang bisa aku bantu enggak?," tanya Liani memasuki ruang kerja Gio. Pria itu masih betah bekerja padahal sudah lewat dari waktunya pulang.
"Hanya tinggal sedikit," jawabnya sambil masih fokus pada lembaran kertas yang ada di hadapannya.
Liani pun duduk di depan Gio sambil memainkan ponselnya sesaat sebelum bicara lagi pada Gio yang masih sibuk. Pandangannya tidak bisa jauh dari wajah Gio yang semakin hari semakin tambah saja.
Padahal di sini banyak yang tampan juga tapi apalah daya hatinya sudah terpaut pada pria itu.
"Selama di ini kan kamu belum ada keluar menyalurkan hobimu. Jadi, bagaimana setelah ini kamu perform di tempat biasa. Mereka tahu kamu sedang di sini, banyak yang menghubungimu tapi tidak ada yang kamu respon."
Barulah Gio selesai dengan pekerjaannya, dia buru-buru merapikan meja kerjanya. Menyimpan beberapa dokumen ke dalam laci. Selebihnya dibiarkannya di atas meja kerja tapi sudah tersusun.
Dia menatap Liani yang terus menatapnya.
"Aku datang ke sini memang untuk bekerja, membantu Papa. Aku juga belum bicara sama Mama, Papaku. Sepertinya aku sudah tidak tertarik untuk keluar lagi. Nge-DJ sudah bukan hobiku lagi. Aku sudah lama tidak datang ke tempat itu."
"Kenapa? Karena Siti?."
Gio bangkit lalu berjalan keluar mengitari meja. "Bisa dikatakan seperti itu."
Liani segera mengekori Gio sampai rumah. Ya, mereka pulang hanya berjalan kaki. Karena lokasi kantor dan tempat tinggal tidak terlalu jauh. Dengan berjalan kaki juga memberikan rasa bahagia yang entah dari mana datangnya.
Dia lebih senang jalan kaki, termasuk sebelum kembali ke Jerman. Diketahuinya, dia sering melihat Siti jalan kaki bolak balik dari kontrakan ke pasar atau juga sebaliknya.
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti