NovelToon NovelToon
Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Kepincut Ustadz Muda: Drama & Chill

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Enemy to Lovers
Popularitas:7.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayusekarrahayu

Maya, anak sulung yang doyan dugem, nongkrong, dan bikin drama, nggak pernah nyangka hidupnya bakal “dipaksa” masuk dunia yang lebih tertib—katanya sih biar lebih bermanfaat.

Di tengah semua aturan baru dan rutinitas yang bikin pusing, Maya ketemu Azzam. Kalem, dan selalu bikin Maya kesal… tapi entah kenapa juga bikin penasaran.

Satu anak pembangkang, satu calon ustadz muda. Awalnya kayak clash TikTok hits vs playlist tilawah, tapi justru momen receh dan salah paham kocak bikin hari-hari Maya nggak pernah boring.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayusekarrahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 33 Gosip Baru Menyebar

Langit mulai gelap, cahaya jingga sore perlahan tergantikan warna ungu keabu-abuan. Angin berhembus lembut membawa aroma tanah dan masakan dari dapur rumah Kiai Bahar.

Acara makan bersama baru saja selesai. Suasana di ruang tamu terasa hangat, penuh tawa dan obrolan ringan. Tapi kini, satu per satu tamu mulai berdiri, tanda waktunya berpisah.

Di halaman pesantren, Maya tengah berpelukan dengan keluarganya.

"Lin, Mik, lo berdua harus sering kesini ya, gue pasti kangen banget," Maya mengulum bibirnya tipis.

"Tenang aja my soulmate, setelah ini gue bakalan lebih sering datang, dan bawa gosip-gosip terbaru," ujar Mika.

Alin menepuk lengan Mika pelan. "Gosip mulu kerjaannya. Udah, mending kak Mika bawa kabar baik aja, bukan kabar orang," celetuknya sambil nyengir.

Mika mencibir manja. "Ih lo tuh Lin, gak seru banget hidupnya. Lagian gosip kan buat hiburan."

Maya terkekeh kecil, menatap kedua sahabatnya bergantian. "Udah deh, dua-duanya jangan berantem di depan Kiai Bahar, nanti dikira alumni gak lulus akhlak," ujarnya menggoda.

Ketiganya pun tertawa bersamaan. Angin sore berhembus lembut, membuat ujung pashmina mereka berkibar pelan. Dari jauh, Ustadz Azzam terlihat tengah berbincang dengan Kiai Bahar dan Pak Arman di bawah pohon mangga besar.

Maya sempat melirik ke arah itu tanpa sadar senyumnya terulas kecil. Tapi pandangannya langsung ia alihkan ketika Mika tiba-tiba menyenggol lengannya pelan.

"Heh, lo senyum-senyum kenapa, May? Jangan bilang lo naksir Ustadz Azzam?" goda Mika pelan dengan mata menyipit nakal.

Maya menatapnya tajam. "Apaan si lo, Mik. Gak lucu. Dia tuh pembimbing gue, bukan tokoh drama Korea."

Mika menahan tawa. "Ya tapi lo liat deh caranya ngeliat lo tadi—"

Sebelum Mika selesai, Alin langsung menutup mulutnya. "Udah, udah. Jangan mulai lagi. Kak Mika, kamu bisa bikin kak Maya auto kabur balik ke asrama tau."

Mereka kembali tertawa pelan. Namun di tengah tawa itu, Maya menatap langit yang mulai berubah oranye keemasan. Ada perasaan hangat di dadanya, campuran antara bahagia, syukur, dan entah... sedikit degupan yang tak bisa dijelaskan.

Bu Rani menatap Maya lembut. “Mamah sama Papah pamit dulu ya, Sayang. Udah sore, nanti jalanan makin sepi.”

Maya menunduk sebentar, bibirnya membentuk senyum yang dipaksakan agar air matanya tak jatuh. “Iya, Mah. Makasih ya udah datang. Maya seneng banget hari ini.”

Pak Arman menepuk pelan bahunya. “Papah juga senang bisa lihat kamu seperti sekarang. Jaga diri baik-baik ya di sini. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan hubungi Papah.”

“Iya, Pah,” jawab Maya lirih. “Maya janji bakal terus bikin Papah bangga.”

Alin langsung memeluk Maya erat-erat. “Kak, aku gak mau pulang deh. Rasanya baru aja nyampe udah harus balik lagi.”

Maya tertawa kecil, membalas pelukan itu. “Nanti aja liburan panjang, kita bareng-bareng lagi, ya?”

Alin mengangguk dengan mata berkaca-kaca. “Janji ya?”

“Janji.”

Sementara itu Mika, yang dari tadi sibuk dengan ponselnya, tiba-tiba menatap Maya lalu mengerucutkan bibir. “Gue juga mau pelukan. Gak adil banget si Alin peluk duluan.”

Maya terkekeh, lalu membuka kedua tangannya. “Sini plastik Mika gue.”

Mika langsung memeluk Maya erat-erat sampai Maya sedikit oleng. “Jangan lama-lama di sini, May. Kalo enggak nanti gue beneran dateng nyusul lo ke pesantren ini.”

“Lo gak bakal kuat, Mik. Disini sinyal aja suka ngambek,” Maya menggoda sambil tertawa.

Mika melepas pelukannya sambil mengusap matanya cepat-cepat. “Ah, debu nih, bikin mata perih,” katanya pura-pura cuek.

Semua orang yang melihat adegan itu hanya tersenyum hangat. Ustadzah Uhaira menepuk bahu Maya lembut. “Mereka teman yang baik, Nak. Jaga silaturahmi, ya.”

Maya mengangguk. “InsyaAllah, Ustadzah.”

Pak Arman dan Bu Rani berpamitan pada Kiai Bahar serta keluarganya, mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman depan.

Maya berdiri di tangga rumah, melambaikan tangan saat mobil itu perlahan menjauh. Alin dan Mika dari dalam mobil juga melambaikan tangan dengan antusias sambil meneriakkan, “We love you, Kak Mayaaa!”

Maya tersenyum lebar, meski hatinya terasa kosong seketika. Begitu mobil itu hilang dari pandangan, ia menarik napas panjang lalu menatap langit malam yang mulai bertabur bintang.

“Alhamdulillah... semoga mereka sampai rumah dengan selamat,” gumamnya pelan.

Dari belakang, suara lembut Ustadz Azzam terdengar. “Amin. Kamu hebat hari ini, Maya.”

Maya menoleh pelan, tersenyum kecil. “Terima kasih, Ustadz... tapi rasanya kosong aja kalau keluarga udah pergi.”

“Wajar. Tapi kamu tahu kan, setiap perpisahan cuma sementara,” ucap Azzam tenang. “Masih banyak orang di sini yang sayang sama kamu.”

Maya menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum hangat. “Iya, Ustadz. Terima kasih.”

Angin malam berhembus pelan, menggoyangkan ujung kerudung Maya. Ia menatap halaman yang kini mulai sepi, tapi entah kenapa hatinya terasa tenang.

Di kejauhan, suara Nadia terdengar samar dari balik asrama, disertai tawa kecil yang terdengar mencurigakan.

Namun Maya tak menyadarinya sama sekali.

...****************...

Keesokan paginya, setelah selesai mandi dan solat subuh berjamaah, para santri dan santriwati kini tengah mengisi perut di kantin pesantren.

Maya dan teman-temannya duduk di satu meja yang sama, namun baru saja ia akan menyuapkan nasinya, suara beberapa orang dibelakangnya membuat ia berhenti seketika.

"Tuh, anak emas yang katanya diperlakukan beda karna anak donatur tetap,"

"Pantes aja setiap dia ngelakuin kesalahan pasti dia selalu aman,"

"Oh, jadi ini alasan kenapa Ustadz Azzam itu deket sama dia, rupanya anak donatur tetap toh,"

"Ih pantes aja dia bisa seenaknya disini,"

Maya perlahan menurunkan sendok di tangannya. Suara-suara di belakangnya semakin jelas, menusuk satu per satu ke telinganya. Ia menatap piringnya kosong, tak sanggup lagi menelan sesuap pun.

“Tapi beneran deh,” suara salah satu santriwati terdengar lebih keras, “liat aja caranya ustadz Azzam ngejaga dia. Kayak bukan santri biasa. Coba kalo kita yang telat ngaji, udah pasti disuruh hafalan tambahan.”

“Iya! Eh, bahkan waktu dia ketahuan keluar malam buat kabur itu aja cuma disuruh cuci piring doang,” timpal yang lain dengan nada sinis. “Coba kalau kita, pasti udah digiring muterin satu pesantren, kalo yang lain mah gak bakal dikasih keringanan. Pasti langsung dipanggil ke ruang pengurus.”

Tawa kecil menyusul. “Ya maklum, anak donatur tetap. Orang tuanya yang bangun mushola baru itu kan? Wajar aja kalo dia dapet perlakuan spesial. Semua orang juga bisa baik kalo diselimuti uang.”

Rara yang duduk di samping Maya langsung berhenti makan. Tatapannya berubah tajam, tapi Maya menahan tangannya yang hendak menegur.

“Udah, Ra. Gak usah, gosipnya masih seru gue msih mau denger," bisik Maya pelan. Tapi suaranya bergetar.

Belum sempat Rara menjawab, satu suara lagi terdengar lebih menusuk dari yang lain. “Aku sih gak heran kalo dia deket sama ustadz Azzam. Mungkin itu juga caranya biar tetep dapet perlindungan. Lagian ustadznya juga pasti gak tega lah, anak orang kaya gitu. Gaya ngomongnya aja udah kayak ningrat, padahal cuma numpang nama.”

Tawa yang lebih keras terdengar. Beberapa meja menoleh penasaran.

“Numpang nama, tapi sok alim banget. Setiap ada kegiatan, pasti paling depan. Tapi kalo gak ada yang liat, liat aja mukanya langsung datar kayak orang gak suka diatur.”

“Waktu ada acara kemarin aja dia sampe dibela habis-habisan. Padahal yang lain banyak yang lebih pantas. Tapi karena dia anak donatur, ya jadilah dia dipilih. Klasik banget.”

Hati Maya terasa mencelos.

Kata numpang nama, anak orang kaya sok alim, dipilih karena uang berputar di kepalanya seperti gema yang tak berhenti.

Tangannya mulai gemetar di atas meja. Nasi di piringnya terasa hambar, bahkan nyaris tak tertelan.

Zahra menatap Maya khawatir. “May, jangan dengerin mereka. Mereka cuma iri.”

Maya tak merespon ia justru berbalik lalu menghampiri sekumpulan santriwati itu. Dari kejauhan Nadia tersenyum miring, berharap akan ada keributan yang dibuat Maya kali ini.

Maya berkacak pinggang, teman-temannya berdiri, berjaga-jaga kalau terjadi keributan.

"Oh wow!!! gosipnya seru banget yaa! coba ngomong di depan gue secara langsung kalau berani," Maya berbicara keras membuat suasana kantin seketika hening.

.

.

✨️ Bersambung ✨️

1
Richboy I
semangat ka othor, ditunggu lanjutannya
Ayusekarrahayu: siappp makasihhh kakakk😍
total 1 replies
Hesty
bikin nadia ketauan thoor
Hesty
kalau bisa thoor jangan ada poligami... bikin nadia kena karmanya... dikeluarkandari pesantren
Ayusekarrahayu: siapp kakak masukan diterimaa😍🙏
total 1 replies
Rian Ardiansyah
di tunggu part selanjutnya kak👍
Ayusekarrahayu
Ayooo bacaa di jaminnn seruuu
Rian Ardiansyah
di tunggu kelanjutannya nyaa kak
Tachibana Daisuke
Bikin syantik baca terus, ga sabar nunggu update selanjutnya!
Ayusekarrahayu: sudah up ya kak
total 1 replies
Rian Ardiansyah
wowww amazing
Rian Ardiansyah
ihh keren bngtttt,di tungguu kelanjutan nyaaaa kak😍
Ayusekarrahayu: makasiii😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!