NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:11.9k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Luka Lama

“Rizal!”

Suara itu tegas, penuh wibawa. Rizal terperanjat. Ia menoleh, dan melihat Haidar berdiri tak jauh di belakangnya. Tanpa masker, tatapan Haidar menusuk.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Haidar melangkah mendekat. Suaranya rendah tapi penuh ancaman.

Rizal tertawa sinis. “Anda itu siapa, ya? Jangan ganggu saya dan gak usah jadi pahlawan sok suci. Ini urusan keluargaku.”

“Saya gurunya Emily, dan ini masih lingkungan sekolah.” balas Haidar cepat, nadanya dingin. “Saya tidak akan membiarkan kamu mencelakai murid saya.”

Murid-murid mulai memperhatikan, suasana jadi tegang. Emily yang baru sadar Haidar ada di sana, langsung berlari kecil ke arahnya.

“Mas Haidar? Ada apa ini?” Emily berbisik panik.

Haidar menahan Emily dengan tangannya, berdiri tegak di depannya. “Masih ada urusan yang belum selesai.” jawab Haidar pelan.

Rizal mendengus, wajahnya memerah karena merasa dipermalukan di depan umum. “Kita lihat siapa yang bisa melindunginya selamanya. Kamu nggak akan selalu ada, Pak Guru.”

Rizal yakin kalau Haidar hanya sebagai gurunya Emily karena dia belum tahu kalau Emily sudah menikah.

Dan kalimat itu diucapkan dengan nada penuh ancaman sebelum Rizal berbalik cepat, melangkah pergi.

Emily menggigil, memandang punggung Rizal menjauh. “Itu… itu Rizal, kan? Bang Rizal…?”

"Siapa dia, Ly?" tanya Riska. Ia menghampiri Emily.

"Dia sepupu gue..." jawab Emily. Wajahnya terlihat pucat.

"Gak usah takut. Biar saya antar pulangnya." ucap Haidar datar. Dia sengaja supaya teman-teman Emily tidak curiga kepadanya.

"Yah, Pak. Jangan hanya Emily yang diantar pulang. Saya juga mau." Sahut Laras yang berada di belakang Riska.

"Emily ada yang mengancamnya." jawab Haidar. Tetap datar dan langsung menuju parkiran.

"Lily... Lo beruntung banget b8sa diantar pulang sama cowok ganteng." ucap Laras.

"Ya, gue tetap pakai motor. Gue duluan, ya." Emily menyusul Haidar. Sedangkan Riska dan Laras duduk di halte menunggu bus sekolah.

***

Malam harinya suasana rumah terasa menekan. Indira mondar-mandir di ruang tamu, gelisah memikirkan Emily yang sejak pulang sekolah hanya mengurung diri di kamar. Sesekali terdengar suara isakan tertahan dari balik pintu.

Rakha duduk di kursi sambil menghela napas berat. “Ayah nggak nyangka Rizal berani muncul lagi, apalagi di depan sekolah.”

Haidar yang duduk di hadapan Rakha tampak masih menahan amarah. “Dia sengaja. Dia ingin menunjukkan kalau kita nggak bisa menghentikannya. Itu bentuk tantangan.”

Haidar sudah memberitahu kedatangan Rizal ke sekolah.

Indira menghentikan langkahnya, menatap keduanya. “Lalu… kita harus bagaimana? Aku nggak bisa terus lihat Emily ketakutan seperti ini, Mas. Dia bahkan sampai nggak mau makan.”

Rakha mengusap wajahnya. “Kalau aku boleh jujur, seharusnya sejak dulu Rizal benar-benar dilaporkan. Masalahnya, Andry dengan sengaja menghalangi. Dia bahkan sampai mengirim Rizal ke suatu tempat. Aku sudah bikin pengumuman di media sosial, tapi dalam beberapa menit, pengumuman itu hilang.”

“Dan sekarang Emily yang jadi taruhannya,” suara Indira bergetar, matanya mulai berkaca-kaca.

Haidar mencondongkan badan, nadanya tegas. “Aku nggak akan biarkan dia mendekati Emily lagi, Yah, bunda. Tapi kita nggak bisa cuma mengandalkan pengawasan. Kita harus buat langkah nyata. Minimal lapor polisi, atau bikin pembatasan hukum supaya dia nggak bisa seenaknya datang.”

Rakha menatap Haidar lama, lalu menghela napas panjang. “Kalau ayah lapor polisi, keluarga besar pasti heboh lagi. Nama Andry bakal tercoreng, dan… bisa-bisa mereka balik salahin aku lagi.”

Indira menatap suaminya dengan wajah kecewa. “Masih mikirin keluarga besar? Mas… ini anak kita, masa depan dia. Apa kita harus tunggu Emily benar-benar celaka dulu baru bertindak?”

Suasana jadi hening. Rakha terdiam, wajahnya menegang di antara rasa bersalah dan ketakutan terhadap konflik keluarga.

"Bukankah kita sudah tidak diakui di keluarga besar?" suara Indira semakin tercekat.

Haidar akhirnya bersuara lagi, nadanya pelan tapi menusuk. “Yah, Bunda… kalau ayah ragu, biar aku yang ambil langkah. Aku tahu risikonya. Tapi aku nggak peduli. Yang penting Emily selamat.”

Indira langsung mengangguk. “Bunda setuju, Nak. Lakukan apa pun yang menurutmu terbaik untuk melindungi Emily.”

Rakha memejamkan mata, kepalanya tertunduk. Hatinya kacau—di satu sisi ia takut pada konflik semakin besar dengan keluarga, di sisi lain ia sadar Haidar dan Indira benar.

Perlahan ia berkata, suaranya bergetar.

“Baiklah… kita lapor polisi. Aku nggak mau lagi kehilangan ketenangan anak-anakku. Benar katamu, Bun. Kita memang sudah tudak diakui sama mereka.”

Indira menatap Rakha, lalu menggenggam tangannya erat. Haidar menatap keduanya dengan sorot mata tegas, siap menanggung risiko.

Di balik pintu kamar, tanpa mereka sadari, Emily mendengarkan semuanya sambil menangis pelan—tapi kali ini tangisnya bercampur rasa lega.

***

Rakha duduk di ruang tamu dengan wajah tegang. Sementara itu, Andry baru saja datang setelah ditelepon.

“Kamu panggil aku buat apa, ha?” suara Andry terdengar ketus sejak awal masuk rumah kontrakan Rakha.

Ya, setelah berdiskusi dengan Haidar dan Haidar pamit untuk menemani Emily. Rakha mengajak Indira ke rumah kontrakannya. Dia ingin bertemu dulu dengan Andry untuk berdiskusi tentang Rizal.

Rakha bangkit berdiri, menatap tajam adiknya itu.

“Aku panggil karena Rizal sudah berulah lagi. Dia mengikuti Emily, bahkan hampir mencelakai kami dari semalam.”

Andry terdiam sesaat, lalu mendengus. “Ah, jangan ngarang kamu, Kak. Rizal itu anak baik, cuma keras kepala. Paling kamu aja yang lebay.”

“LEBAY?” suara Rakha meninggi. “Kamu tahu gak, Rizal itu dulu hampir memperk0sa Emily waktu dia masih SMP. Aku diam selama ini, berharap dia sadar. Tapi nyatanya sekarang dia ngulangin lagi! Kamu mau tutup mata sampai kapan?”

Wajah Andry menegang, tapi dia mencoba mengelak. “Itu kan masa lalu. Lagian... mereka sepupuan, pasti ada rasa saling suka.”

“Berhenti ngomong ngawur, Ndri!” bentak Rakha. “Emily itu masih anak kecil waktu itu. Rizal gak punya hak apapun! Dan sekarang dia sudah bikin keresahan lagi. Aku gak akan tinggal diam. Aku akan laporkan dia ke polisi.”

Andry langsung meledak. “Jangan macam-macam, Rakha! Rizal itu anakku! Kamu gak berhak nyeret-nyeret dia keluar lagi dari keluarga! Kalau ada masalah, bisa diselesaikan baik-baik.”

Rakha mendekat, menatap tepat ke mata adiknya.

“Baik-baik? Kamu pikir selama ini aku gak mencoba? Aku tutupin aibnya, aku jaga nama keluarga. Tapi apa hasilnya? Rizal makin jadi-jadi. Dengar baik-baik, Ndri. Kali ini aku gak akan diam. Kalau kamu masih melindungi anakmu, artinya kamu sama busuknya dengan perbuatannya.”

Andry terdiam, wajahnya merah padam menahan marah, tapi juga takut. Rakha menepuk bahu adiknya pelan, namun tegas.

“Pilih, Ndri. Kamu mau tetap bela Rizal, atau kamu mau berdiri di sisi yang benar.”

***

Sementara itu, di kamarnya, Emily duduk memeluk lutut di atas ranjang. Matanya masih sembab, tubuhnya gemetar. Haidar duduk di sampingnya.

“Aku capek, Mas … aku gak mau keluar rumah lagi,” suara Emily lirih, hampir seperti bisikan. “Kenapa orang itu terus muncul? Kenapa aku gak bisa tenang?”

Haidar menatap wajah Emily yang pucat. Ia menggenggam tangan gadis itu erat.

“Sayang, kamu gak salah. Yang salah itu dia. Jangan pernah salahin diri sendiri. Selama aku ada, aku gak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu.”

Emily menggeleng, air matanya menetes.

“Kalau dia datang lagi gimana? Aku takut… aku gak kuat…”

“Kamu kuat, Sayang. Kamu udah melewati hal lebih berat dulu. Dan lihat, kamu masih ada di sini, masih bisa lawan rasa takut itu. Jangan biarin orang kayak Rizal menang.”

Emily hanya terisak. Haidar mengepalkan tangannya, ternyata dibalik kebar-baran istri bocilnya itu menyimpan luka dalam. Hingga akhirnya Haidar menarik napas dalam-dalam.

“Sayang, kamu istirahat dulu. Aku di sini. Aku akan lindungi kamu." ia membawa Emily ke dekapannya agar lebih tenang.

Sementara itu di lain tempat, Indira masuk ke dalam kamar, mengambil ponselnya setelah mengantar minuman ke ruang tamu. Dengan tangan bergetar ia menekan nomor Razka, abangnya Emily.

“Ada apa telpon malam-malam, Bun?” suara Razka terdengar serak, jelas ia sedang begadang mengerjakan skripsinya.

Indira menahan tangis. “Bang… Rizal muncul lagi. Dia… dia udah bikin Emily ketakutan. Hampir saja …” suaranya tercekat, tak sanggup melanjutkan.

Hening sejenak di seberang sana. Lalu suara Razka membentak, penuh amarah.

“Apa?! Rizal?! Aku sumpah, Bun, aku pulang sekarang juga! Gak bisa dibiarkan!”

“Bang, jangan! Jangan pulang dulu,” potong Indira cepat. “Bunda tahu Abang lagi sibuk skripsi. Jangan hancurin semua yang Abang sudah bangun hanya karena orang itu. Bunda sama ayah ada di sini, Emily juga sama Nak Haidar. Kami bisa jaga dia.”

Terdengar helaan napas kasar dari Razka, jelas ia berusaha menahan emosi.

“Tapi Bun, aku nggak bisa tenang kalau adikku diganggu orang itu lagi. Aku masih ingat kejadian dulu. Aku nyesel banget, kenapa aku telat waktu itu…”

Indira menutup mata, suaranya bergetar tapi mantap.

“Bang, justru karena itu kita harus lebih kuat. Biar kali ini Rizal yang kena batunya. Tapi jangan Abang yang ngorbanin masa depan abang. Percaya sama bunda, Bang. Bunda janji, bunda gak akan biarin Emily sendirian. Hanya saja bunda lagi kalut dan seperri buntu melihat Emily tidak baik-baik saja.”

Razka terdiam lama. Lalu dengan suara berat, ia akhirnya berkata,

“Baiklah. Tapi kalau sekali lagi Rizal berani macam-macam … aku sendiri yang akan turun tangan, Bun. Ingat itu.”

Indira mengangguk meski Razka tak bisa melihatnya.

“Iya, Bang. Bunda akan ingat.”

Ia menutup telepon, menahan air mata, lalu ia merenung. Ia selalu bertanya kepada dirinya sendiri, kenapa adik dari suaminya itu selalu mengganggu ketentraman keluarganya. Gak orang tuanya, gak anaknya sama saja.

Kemudian Indira keluar kamar saat mendengar keheningan dari sana. Ternyata Rakha dan Andry tidak ada di sana. Indira menengok keluar, ternyata Raka sedang menutup gerbang. Indira pun duduk gelisah sambil memainkan ponselnya.

Tidak lama kemudian Rakha masuk ke ruang tengah, ia melihat Indira duduk menunduk sambil memainkan ponselnya, wajahnya penuh gelisah.

“Bunda, dari tadi kenapa? Wajahnya kayak orang habis sembunyiin sesuatu,” tanya Rakha sambil mendekat.

Indira menghela napas berat, lalu memberanikan diri sambil berkata pelan, “Ayah… bunda barusan hubungi Razka. Bunda kasih tahu soal Rizal.”

Rakha sontak berhenti, menatap istrinya dengan kaget.

“Bun… kenapa harus hubungi Razka? Kan ayah sudah bilang jangan sampai dia ikut pusing. Razka sedang proses mau sidang skripsi, kita gak boleh kasih beban dia lagi.”

Indira menunduk semakin dalam, jemarinya meremas ujung jilbab.

“Maafkan bunda, Ayah… bunda kalut lihat Emily ketakutan. Rasanya gak sanggup kalau harus nahan semua sendiri. Bunda cuma… pengen ada yang bisa bantu jaga Emily.”

Rakha menarik napas panjang, berusaha menahan nada suaranya agar tidak meninggi. Ia duduk di samping Indira, lalu menggenggam tangan istrinya.

“Bun, dengar ya. Ayah tahu bunda cemas, ayah juga. Tapi kita jangan bikin Razka tambah terbebani. Tugasnya berat, dia lagi berjuang buat masa depannya. Kalau pikiran dia terpecah, bisa kacau semua.”

Indira mengangguk kecil, matanya berkaca-kaca.

“Aku salah, Yah… bunda cuma takut. Takut kehilangan Emily, takut hal buruk terulang lagi.”

Rakha mengusap bahu istrinya lembut.

“Bunda gak salah sayang, bunda cuma ibu yang sayang sama anaknya. Tapi sekarang ingat, kan ada ayah. Ada suaminya juga yang selalu jagain. Tenang saja, Emily pasti aman.”

Indira menatap suaminya dengan mata sembab, lalu mengangguk.

“Iya, Yah. Bunda akan coba tenang. Tapi kalau Rizal muncul lagi…” suaranya tercekat.

Rakha menatapnya tegas.

“Kalau dia berani muncul lagi, biar ayah yang urus. Ayah gak akan tinggal diam. Ayah akan bertindak tegas seperti kasus kemarin.”

Indira terdiam, merasakan keteguhan suaminya, meski dalam hatinya masih ada sedikit rasa bersalah karena sudah melibatkan Razka.

***

"Emily, lo jangan pernah coba-coba deketin Pak Haidar!"

Bersambung

1
Reni Anjarwani
kira2 siapa ya laki2 misterius ituu
Ijah Khadijah: Tunggu selanjutnya, Kak
total 1 replies
Hardware Solution
senjata makan tanaman nih
Reni Anjarwani
siapa laki2 itu yaa
Reni Anjarwani
lanjut doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut thor doubel up thor
Reni Anjarwani
lanjut doubel up
Nur Adam
lnju
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!