Kisah cinta dua orang insan yaitu seorang pria irit bicara dan tampan/ sang pemilik perusahaan terbesar nomor satu dengan seorang sekertaris cantik yang memiliki sifat manja.
"Asisten Han, apakah kamu menemukan wanita yang ku cari selama ini?" Tanya Bian.
"Belum, Tuan Bian," Sahut Han.
"Yasudah, keluar lah. Satu lagi, selalu cari informasi tetang wanita itu sampai dapat," Kata Bian.
"Baik, Tuan," Sahut Bian.
Dukung ceritanya ya!
HAPPY READING...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Fitrianingsih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengoleskan Salep
"Zena, maafkan aku," Ucap Bian. Lalu, ia membatu Zena berdiri, ia tidak lagi perduli apa yang telah dilihat oleh Zena.
"Terimakasih," Ucap Zena.
"Kamu ada yang terluka?" Tanya Bian pada Zena.
Zena hanya menggelengkan kepalanya.
"Yasudah, sekarang kamu balik kekamar ya!" Perintah Bian pada Zena.
Zena menggelengkan kepalanya lagi.
"Aku mau bantu ngobatin itu," Ucap Zen seraya menunjuk dada Bian.
"Tapi ini tidak bisa di obati," Sahut Bian dengan lemas.
"Kenapa?. Setiap penyakit pasti bisa diobati agar sembuh," Celoteh Zena.
"Tapi ini beda. Penyakit ku ini bukan penyakit biasa. Obat atau salep hanya bisa untuk pereda penyakit ku. Tidak ada obat yang mampu mengobati penyakit ku secara permanen," Tutur Bian dengan raut wajah masam.
Zena mengerutkan alisnya, ia bingung apa maksud dari ucapan Bian.
"Sudahlah, jangan dipikirkan," Ucap Bian.
"Kamu mau membantuku mengobati nya kan?" Tanya Bian Pada Zena.
Zena pun mengangguk.
"Ikut aku!" Perintah Bian. Zena pun mengikuti Bian masuk kedalam kamar.
Setelah masuk kedalam kamar, Zena duduk di pinggir ranjang, sedangkan Bian mengambil salep untuk meredakan rasa gatal ditubuhnya.
"Pegang ini, lalu oleskan di seluruh badan ku!" Tutur Bian.
Lalu, Bian membuka seluruh baju kemejanya sehingga ia telanjang dada.
"Aaah, ngapain bajunya di buka?" Tanya Zena kesal.
"Ya harus dibuka, kalau tidak dibuka bagaimana kamu mengoleskan salep di badan ku," Tutur Bian.
"Heheh, iya juga," Celetuk Zena. Ia nyengir kuda.
Bian pun duduk di ranjang, lalu Zena mulai mengoleskan salep pada bagian punggung Bian. Setelah selesai bagian punggung, Bian pun memutar badannya agar Zen mengoleskan salep di bagian dadanya.
"Tubuh yang atletis, aku sangat suka bentuk tubuh seperti ini," Zena membatin seraya melihat dada bidang milik Bian yang berbentuk kotak-kotak.
"Sudah puas melihatnya?" Bian memecahkan lamunan Zena.
"Eh," Lamunan Zena buyar.
"Hmm, cepat oles salep itu di dada ku!" Perintah Bian.
"Iya-iya," Sahut Zena.
Zena pun mulai mengolesi salep di bagian dada milik Bian.
"Kamu suka?" Bian bertanya pada Zena tidak secara langsung.
"Maksudnya?" Tanya Zena yang tidak paham.
"Kamu suka melihat dada ku?" Bian memperjelas pertanyaannya tadi.
"Iiih, apaan sih," Sahut Zena. Wajahnya memerah seperti tomat busuk.
Zena pun cepat-cepat mengoleskan salep itu ke seluruh dada Bian dan punggung. Bian hanya tersenyum melihat Zena.
"Sudah selesai. Ini salep nya," Ucap Zena seraya memberikan salep pada Bian.
"Aku mau balik ke Kamar," Sambungnya.
Zena ingin turun dari rajang. Bian pun menarik satu tangan Zena sampai Bian terjatuh dan terlentang di atas ranjang. Zena pun berada diatas dada bidang yang atletis milik Bian. Zena terdiam membeku.
'Deg deg deg'
Jantung Zena berdegup kencang. Bian bisa merasakan detak jantung Zena yang berdetak seperti habis maraton.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Tanya Bian yang pura-pura tidak tahu.
"Ya, aku baik-baik saja," Sahut Zena dengan cepat.
"Tapi kenapa detak jantung mu seperti orang yang habis maraton?" Tanya Bian lagi pada Zena seraya tersenyum.
"Tidak. Mungkin kamu salah," Ucap Zena. Ia sedikit malu.
Zena cepat-cepat ingin turun dari atas dada milik Bian.
"Kamu mau kemana?" Tanya Bian seraya memeluk pinggang Zena.
"Lepasin. Aku mau balik kekamar," Sahut Zena. Tetapi, Bian tidak bergeming.
"Apa kamu gila, ya?" Tanya Zena kesal.
"Aku gila Karena dirimu," Celetuk Bian dengan santainya.
"Kok karena ku?" Tanya Zena yang tidak paham.
"Karena kamu membuat diriku tidak bisa berfikir jernih," Sahut Bian. Sedangkan Zen tidak paham juga.
'Cup'
Bian melakukan sesuatu yang ia sukai dari Zena.
"Ah, tidak enak. Kamu tidak pandai,," Celetuk Bian pada Zena. Padahal ia sangat tergila-gila dengan Zena, sehingga terus menginginkan Zena.
"Apa kamu bilang!!" Zena berkata ketus.
"Setelah kamu menc**mku, seenaknya kamu berkata seperti itu padaku," Sambungnya. Ia sedikit kecewa karena ucapan Bian.
"Kalau memang ciuman mu sangat enak. Coba tunjukkan padaku!" Perintah Bian.
Tanpa ba-bi-bu, Zena langsung melakukannya.
'Cup'
Zena men*i*m Bian dengan lembut dan penuh perasaan. Baru kali ini ia memiliki keberanian seperti itu. Dan baru kali ini dia senekat itu pada seorang laki-laki. Bian pun menimatinya.
"Sudah kan. Kamu sudah percaya kan??," Tutur Zena setelah melepaskan pungutannya.
"Ya, aku percaya," Sahut Bian.
"Lagi pula, aku hanya menguji mu. Aku dari awal memang sudah suka dengan bibir mu dan membuatku bergairah," Sambungnya. Bian pun tersenyum semirk.
"Kamu. Berarti kamu mengerjai ku?" Tanya Zena pada Bian.
Bian pun tersenyum dan mengangguk.
"Dasar laki-laki gila!!" Ucap Zena kesal.
Bian hanya tersenyum semirk.
"Auh lepasin, Zena!"Perintah Bian saat Zena menggigit lengannya. Zena turus menggigit tanpa rasa kasihan.
Tiba-tiba, Bian mempunyai ide cemerlang.
"Emmm," Suara Zena keluar. Ia berusaha menahan kejahilan Bian yang membelai leher dan menjalar ke telinga milik Zena. Karena sudah tidak tahan, Zena pun melepaskan gigitannya dan berbaring di sebelah Bian.
"Akhirnya lepas juga," Celetuk Bian. Lengannya sudah membekas gigitan.
Sedangkan Zena masih diam dan merilekskan pikiran dan gejolak yang ada pada dirinya. Bian pun menoleh kearah Zena. Ia pun tersnyum semirk dan penuh kemenangan.
"Zena, kamu kenapa?" Bian pura-pura tidak paham. Zena hanya diam saja.
Dari awal Zena mengoles salep untuk Bian, ia sudah menahan gejolak yang ada pada dirinya. Tubuhnya menginginkan yang aneh-aneh, tetapi ia terus tahan karena ia tidak mau menyesal diakhir. Dan saat Bian membelai leher dan telinganya semakin membuatnya bergejolak. Dan ia hanya bisa terus menahannya.
"Aku tidak apa-apa," Sahut Zena setelah ia merasa rileks dan matanya sudah berat Karen mengantuk.
Tidak butuh lama, Zena pun tertidur. Ia tidak lagi memikirkan dimana ia tidur. Ia hanya tahu, dimana saja bisa tidur. Itulah Zena.
"Dasar gadis bodoh!. Aku tahu kamu menahannya," Celoteh Bian.
"Aku sangat suka sikap mu. Cepat atau lambat, kamu akan menjadi milikku seutuhnya," Sambungnya. Senyuman terpancar di bibir Bian.
Lalu, Bian juga ikut tidur agar rasa gatal di badannya tidak terasa. Bian dan Zena tidur bersebelahan.
*****
Dua jam kemudian, Zena bangun lebih dulu dari pada Bian. Lalu, Zena pun keluar dari kamar Bian dan menuju kamarnya untuk membersihkan tubuhnya.
'Kriuk, kriuk'
Perut Zena keroncongan.
"Lapar banget," Gumam Zena yang sedang menyisir rambut panjangnya.
Lalu, Zena cepat-cepat menyelesaikan berhias. Setelah itu, ia pergi ke dapur dan membuka kulkas.
"Untung saja masih ada snack," Gumam Zena. Ia pun mengambil makanan ringan dan satu botol fanta.
Setelah itu, Zena duduk di sofa sambil menonton TV dan memakan makanan ringan untuk mengganjal perutnya yang terasa lapar.
*
*
*
*
*
Like, coment, vote :)
Bersambung...
maap ya thor bukan mau menggurui cuma sebagai pembaca jujur agak terganggu sedikit dengan cara penulisannya. tapi buat ceritanya mah menarik kok thor👍 semangat!!