YISHA : After Reincarnation
Hallo temen-temen readers! Selamat datang di dunia yang penulis khayalkan. Kisah yang akan temen-temen baca sejatinya bersifat fiktif dan murni datang dari imajinasi penulis. Jika terdapat kesamaan nama atau kejadian, itu semua hanya kebetulan tanpa adanya unsur kesengajaan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih karena temen-temen readers telah mampir dan meramaikan cerita ini.
Happy reading, temen-temen!
•
•
•
*Februari 2017…
“Ra! Kapan kamu mau balik? Cowok kamu katanya dirawat, masa kamu gak jenguk dia?”
Suara kencang dari benda pipih itu semakin membuat kepala Sora berdenyut.
Di hadapan laptop yang tengah Ia operasikan, konsentrasi Sora nyaris terpecah karena Ia menggunakan loudspeaker ketika menjawab telpon dari Agnes, sahabat karibnya selama sekitar satu tahun terakhir ini.
Sejak pertemuan pertama mereka sewaktu interview, Sora memang menjadi lebih akrab dan semakin dekat dengan Agnes. Apalagi mereka sempat ditempatkan dalam satu ruangan kerja selama tiga bulan masa training bekerja di perusahaan itu.
Namun, setelah enam bulan bekerja di sana, Agnes mengundurkan diri karena katanya Ia mendapatkan pekerjaan yang lebih dekat dengan rumahnya.
Meski begitu, Sora dan Agnes masih menjalin hubungan pertemanan dengan baik. Mereka masih sering pergi bersama ke lokasi wisata atau hanya sekadar nonton ke bioskop. Agnes bahkan mengenal baik pacar Sora karena terlalu seringnya mereka pergi bersama.
“Gak tahu Nes… Mungkin dua atau tiga hari lagi…” Sora menjawab Agnes hanya dengan sedikit semangat.
“Waduh… Emang acaranya masih banyak?” Agnes terdengar penasaran.
“Enggak juga. Tapi kita-kita mau rencana extend. Lumayan kan, kapan lagi ke Bali gratis ongkos PP.” Sora masih sibuk mengoperasikan laptopnya.
“Oooh… Ya udah deh. Selamat liburan.” Setelahnya, Agnes memutuskan sambungan telpon tanpa menunggu jawaban Sora.
“Huhh…” Sora membuang nafas kasar sambil melirik ponsel yang tergeletak di samping laptopnya.
Sora meraih benda itu dan menekan ikon berwarna hijau dengan gambar telpon. Kemudian, Ia mengetuk sebuah kolom percakapan dengan nama ‘My R’ tertulis di sana.
Di sana, tampak beberapa pesan yang Sora kirim masih hanya bertanda dua centang abu-abu, tidak berubah menjadi dua centang biru seperti pesan-pesan lain di atasnya.
Jika diperhatikan, dalam satu hari Sora hanya mengirim tiga sampai empat pesan yang isinya hampir sama; sekadar menanyakan kabar dan menanyakan aktifitas yang tengah dilakukan. Dan kesemua pesannya itu sama sekali belum mendapat satupun balasan. Atau mungkin tidak dijawab.
Raut wajahnya tampak berubah. Sora terlihat semakin murung. Tiba-tiba saja dadanya sesak dan pandangannya buram terhalang air mata yang menggenang di pelupuknya.
Pikirannya lari pada sosok pria dengan lesung pipinya yang akan muncul ketika berbicara. Sora merindukan sosok itu. Adalah Reza, pria yang selama tiga tahun ini telah mengisi relung hati Sora.
Sora benar-benar kehilangan konsentrasi dengan laptopnya setelah sambungan telpon itu berakhir. Ia mengasihani dirinya sendiri karena dalam satu minggu terakhir ini Reza belum juga menghubunginya.
Tahu-tahu Ia mendapat kabar bahwa kekasihnya itu mengalami kecelakaan. Bagaimana mungkin hal itu tidak mengusik pikirannya?
Dada Sora terasa sesak dan nafasnya tercekat. Ia buru-buru mematikan laptop di hadapannya dan menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
‘Emang jadi pacar lu sesakit ini ya, Za?’ Sora bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Kala itu, Ia larut dalam kesedihan yang bertemu dengan kesendirian. Perpaduan sempurna untuk menikmati derasnya air mata yang meluncur menyusuri pipi.
#
Untung saja Sora terbangun jauh sebelum alarm yang Ia setel berbunyi. Dilihat-lihat lagi ini baru jam tiga pagi. Artinya Sora bangun tiga jam sebelum alarm berbunyi jam enam pagi nanti.
“Huh… Untung banget gua kebelet pipis. Kalo enggak, gua gak inget keburu beresin kerjaan,” Sora mulai menyalakan laptopnya, “gara-gara Si Reza asem, gua jadi nangis sampai ketiduran. Aishh…” Sora terus menggerutu sambil menunggu laptopnya menyala.
“Bodo amat lah. Terserah. Gua gak mau urusin dia.” Sora masih menggerutu.
#
Siang itu, Sora telah berdiri dengan lesu menunggu koper bawaannya melintas. Lagi-lagi gara-gara Reza, atau mungkin kali ini gara-gara Agnes, Sora membatalkan rencana memperpanjang kegiatannya di Bali. Ia merasa tidak tenang dan memilih penerbangan paling pagi dengan harapan dirinya akan bisa segara bertemu dengan Reza, kekasihnya.
Sayangnya, jadwal penerbangannya terganggu karena cuaca buruk sehingga Sora harus menunggu sekitar dua jam lamanya sebelum keberangkatannya.
‘Arghh…’ Sora memaki dirinya sendiri dalam hatinya. Meski raut wajahnya terlihat datar. Namun isi kepalanya sangat berantakan. Lebih tepatnya, Sora tak bisa berhenti terpikirkan tentang Reza.
Setelah urusannya di bandara selesai. Sora memesan taksi dan segera meluncur ke rumahnya. Meskipun Ia sangat ingin menemui Reza, tapi Ia tak ingin dirinya terlihat penuh drama seperti di film-film yang akan langsung pergi ke rumah sakit dengan semua barang bawaan yang merepotkan. Tidak, Sora tak mau seperti itu.
Ia memutuskan untuk ke rumahnya terlebih dulu menyimpan koper besar itu. Selain itu, Ia tentu ingin terlihat cantik ketika bertemu dengan Reza nanti.
“Makasih, Pak.” Kata Sora ketika sopir taksi itu menurunkan koper dari bagasi.
Di depan gerbang rumah dua tingkat bergaya Eropa klasik modern itu, Sora menekan bel dan tak lama setelahnya gerbang besar itu terbuka.
Tampak seorang pria dengan setelan rapi berjalan menghampiri Sora. Jika dilihat sekilas, pria itu sepertinya telah memasuki usia lima puluhan tahun.
Kemudian, pria itu menyambut koper besar milik Sora dan menariknya menyusuri jalanan yang cukup lebar yang terbuat dari susunan paving block. Halaman rumah itu cukup luas. Dua buah mobil tampak terparkir di bawah pohon di sisi lain halaman.
Sora yang seolah kehilangan beban hidup itu buru-buru berjalan mendahului pria yang kini tampak sibuk dengan koper miliknya.
Rumah itu memang terlihat besar. Namun, ketika Sora memasuki pintu utama yang berwarna coklat tua itu, suasana sepi langsung menyeruak dari dalam sana.
Sora melirik sekilas ke belakang ketika dirinya telah beranjak menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Pria yang membawa kopernya tadi telah berada di ambang pintu, tak begitu jauh di belakang Sora.
"Nanti biarin di depan kamar aja, Pak.” Kata Sora pada pria itu.
“Baik, Non.” Pria itu menjawab dengan singkat.
Sora memasuki kamarnya dan segera berjalan menuju kamar mandi yang memang masih terletak di dalam kamarnya. Ia benar-benar tak sabar untuk kembali bersiap diri demi menemui kekasihnya yang beberapa hari ini tak ada kabar.
Sora bersusah payah melawan rasa kantuk selama dirinya memoles wajahnya yang memang sudah terlihat cantik. Rambut panjangnya Ia biarkan tergerai.
Begitu Sora membuka pintu kamar, Ia sempat tersentak ketika melihat kopernya teronggok tepat di depan pintu. Sora langsung saja menarik kopernya masuk ke kamarnya.
Kemudian Ia menutup rapat pintu kamar dan kembali menuruni tangga. Tangan kanannya menggenggam erat kunci mobil kesayangannya.
“Non. Lho? Bukannya baru dateng? Mau pergi lagi tah? Gak mau makan dulu? Bibi mau siapin-“
“Gak usah, Bi. Aku buru-buru.” Jawab Sora sambil melirik wanita dengan celemek sepinggang.
Wanita itu adalah seorang asisten rumah tangga yang telah sangat lama bekerja di rumah Sora. Ia adalah istri dari pria yang membantu mengangkat koper Sora. Mereka adalah sepasang suami istri yang tidak memiliki anak.
Sampai di halaman rumah, Sora dengan yakin melangkahkan kakinya menuju sebuah sedan putih yang terparkir di bawah pohon tadi. Ia menyalakan mesin mobil dan tak lama setelahnya Sora melesat mengikuti penunjuk jalan di ponselnya.
#
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments