"Uang lima puluh ribu masih kurang untuk kebutuhan kita, Mas. Bukannya Aku tidak bersyukur atas pemberian dari mu dan rezeki kita hari ini. Tetapi itu memanglah kenyataannya." kata Zea, dia wanita berusia 25 tahun yang sudah memiliki dua anak, istri dari Andam pria yang sudah berusia 37 tahun ini.
"Apa katamu?" geram Andam. "Lima puluh ribu masih kurang? Padahal Aku setiap hari selalu memberi kamu uang Zea, memangnya uang yang kemarin Kamu kemana'kan, Hah!" tanya Andam, dia kesal pada Zea karena menurutnya dia sangatlah boros menggunakan uang.
Setiap hari dikasih uang masa selalu habis, kalau bukan boros, apa itu namanya? Setiap hari padahal Andam sudah mati-matian bekerja menjadi pedagang buah dipasar pagi, tentu saja dia kesal karena Zea selalu mengeluh uangnya habis.
"Mas, Aku sudah katakan! Uang yang setiap hari Kamu kasih untukku belum cukup untuk kebutuhan kita! Kamu mendengar tidak sih!" teriak Zea, dia sudah lelah memberitahukan pada suami tentang hal ini.
penasaran? baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZTS 24
Kendra menoleh cepat. "Kenapa berhenti disini Ze? Kita kan belum sampai." kata Kendra masih menjaga laju mobil dengan stabil.
Zea meneguk ludah pikirannya sudah kemana-mana. "Tidak apa-apa, aku tidak jadi ikut keluar kota. Kamu sendirian saja." Zea menekan tombol kunci mobil dan dengan sigap Kendra menghentikannya dengan satu tangannya sedangkan tangan yang satunya masih stay pada kemudi.
"Zea, apa yang kamu lakukan! Itu sangat berbahaya!" Kendra kembali menekan tombol kunci pintu mobil lalu fokus ke depan.
"Sudah kukatakan, aku ingin berhenti disini saja. Please turunkan aku." Zea memohon.
Kendra mengerutkan kening dia penasaran kenapa Zea kekeh ingin berhenti disini sedangkan lokasi tujuan masih sangatlah jauh. "Kamu kenapa sih Ze? Jujur denganku,"
Zea menggeleng dam semakin tidak tenang. "Tidak apa-apa. Tapi please turunkan aku disini saja ya,"
Klunting
Ponsel Zea kembali berbunyi, dengan cepat Zea mengambil dan membaca notif yang muncul disana. Dia semakin terkejut tatkala Jeni si teman artisnya mengiriminya pesan tentang identitas pelaku pembu.nuhan Jihan.
Kendra yang penasaran pun meraih cepat ponsel Zea dan membaca isi pesan tersebut. Betapa terkejutnya saat Kendra membaca bahwa identitasnya sudah dikantongi po.li.si.
"Breng-sek!" Kendra mengumpat penuh amarah dan memberhentikan mobil dibahu jalan. Kendra segera keluar dari mobil dan menyeret Zea yang masih didalam mobilnya.
"Aw, Kendra! Ini sakit jangan kasar!" jerit Zea karena Kendra dengan kasar memaksanya keluar.
"Kamu tadi minta turun disini, kan?" Kendra dan Zea sudah berdiri berhadapan. Kendra menatap Zea dengan tajam dan men.ce.kik leher Zea kuat hingga Zea terbatuk-batuk dan wajahnya memerah.
"Ke-kendra, ap-pa ya-yang k-kamu lakukan?" seru Zea tidak jelas.
"Kamu minta turun disini karena sudah tahu poli.si mengincarku, iya?!" Kendra melotot tajam dan kebetulan dia berhenti dipinggir tebing curam, Kendra melempar ponsel Zea ke sana.
"Kendra kenapa dilempar?!" Zea melotot tak terima didalam ponselnya ada banyak hal penting terkait pekerjaannya.
Kendra tertawa se.tan. "Kenapa? Kamu tidak terima ponselmu aku buang! Baiklah, sekarang kamu ambil saja sendiri." Kendra mendorong Zea ke dalam tebing curam tersebut dan Zea pun berteriak karena tidak menyangka Kendra akan berbuat nekat.
"Aaaa ... ! Kendraaa ... !" teriak Zea dan dia terjatuh ke tanah yang dipenuhi bebatuan besar dan kayu-kayu besar Zea pun tak sadarkan diri.
"Ha ... Ha ... Ha ... !" Kendra tertawa puas melihat Zea sudah jatuh ke dalam tebing curam, dan Kendra yakin jika Zea pasti sudah tidak bernyawa dibawah sana. "Mampus kamu Zea! So' so' an mau lari dari aku nyawamu berakhir melayang. Oh, sungguh kekasihku yang malang, bye-bye ... !"
Kendra segera masuk ke dalam mobil dan meninggalkan tempat itu menuju ke luar kota.
...----------------...
Pagi harinya pukul 08:30.
Terlihat dua kakak beradik tengah berjalan mencari ranting pohon didekat tebing untuk memasak dirumah. Namun mereka berdua menemukan seseorang yang tidak sadarkan diri disamping bebatuan. Mereka berdua pun menghampiri dia.
"Kak, lihat! Ada orang pingsan!"
"Ayo kita tolongin dek!" seru si kakak.
Mereka berdua mengguncang pelan bahu seseorang yang tidak lain adalah Zea. Dan tidak butuh waktu lama Zea terbangun dengan terbatuk-batuk dan merasakan remuk disekujur tubuhnya.
Zea merintih sambil berusaha duduk, "Akh ... Sakit sekali." lirihnya yang didengar oleh kedua kakak beradik tersebut.
"Hai, kamu baru saja pingsan dan kamu terluka ayo ikut kami pulang." seru si kakak pada Zea.
Zea mengernyit bingung. "Kalian berdua siapa?" tanyanya dan Zea menatap sekelilingnya yang terlihat seperti hutan.
"Aku Nia dan dia adikku, Nio." jawab Nia si kakak.
"Oh, sss .... Aw!" Zea merasakan sakit dibagian kaki dan lehernya saat mencoba berdiri, dia paksakan dan akhirnya berhasil.
"Tante ikut kami saja biar kami obati, kebetulan rumah kami tidak jauh dari sini." ajak Nia.
Zea mengangguk dan berjalan mengikuti Nia dan Nio menuju rumahnya dengan berjalan tertatih-tatih. Hingga beberapa menit kemudian mereka bertiga telah sampai dirumah kayu yang sangat sederhana.
"Tante, ini tempat tinggal kami. Tante duduk dulu biar Nia ambilkan makanan dan obat luka. Nio kamu temani tante ini ya?" pinta Nia pada Nio dan Nio mengangguk patuh. "Baiklah kak." jawab Nio.
Zea menatap Nio yang duduk disampingnya lalu menatap sekeliling rumah yang katanya adalah tempat tinggal mereka.
"Nio, kamu tinggal dengan siapa disini?" tanya Zea.
"Kami hanya tinggal berdua tante. Ibu sudah meninggal dan bapak kerja di luar kota." jawab Nio.
Zea meneguk ludah menatap Nio dengan jeli. Tidak lama Nia kembali dari dalam dengan membawa sepiring makanan dan satu kotak obat luka.
"Tante makan dulu ya, tante pasti lapar. Setelah itu Nia bantu obati lukanya." ucap Nia ceria.
Tak terasa air mata menggenang dipelupuk mata. Melihat Nia dan Nio mengingatkan Zea akan Gean dan Giska.
"Tante mengapa melamun?" tanya Nio.
Zea tersadar. "Tante merindukan anak-anak tante. Mereka seperti kalian cowok cewek." jawab Zea sambil mengusap air mata yang bermunculan bahkan sampai terisak.
Nia dan Nio bertatapan, mereka merasa iba. "Makanya tante harus sembuh dulu biar cepat bertemu mereka. Nia suapin ya?" Nia menyodorkan sesendok nasi dan lauknya.
Zea mengangguk dam tersenyum nelangsa. Dia merasa sangat berdosa karena sering meninggalkan anak-anak ke luar kota bahkan meninggalkan mereka hingga berhari-hari.
Maafkan Ibu, ibu salah dan menyesal. Zea menangis terdiam.
Malam harinya.
Zea melihat mas Andam, Gean dan Giska naik ke dalam mobil pick up dan meninggalkannya begitu saja. Mereka tidak menggubris teriakan dan panggilan Zea bahkan mobil yang ditumpangi suami dan anak anaknya tidak berhenti sama sekali, justru melaju semakin kencang.
Gean ! Giska ! Tunggu ibu Nak. Ibu mau minta maaf sama kalian! Gean tunggu ibu, Gean ... GEAAAN ... !
Nia dan Nio terbangun dari tidurnya lalu melihat tante Zea yang memanggil nama seseorang dengan keadaan tertidur.
"Tante bangun, tante. Tante mimpi anak tante ya?"
"GEAN ... !" Zea terbangun dan terduduk. "Nia, tante mimpiin anak tante lagi." kata Zea dia menoleh pada Nia dan Nio.
Beberapa hari kemudian.
Zea sudah jauh lebih baik, dia berniat pulang menemui suami dan anak-anaknya dikontrakan. Zea ingin meminta maaf pada mereka atas semua segala dosa dan perbuatannya yang telah dilakukannya selama ini.
Sekarang Zea sedang berdiri didepan pintu rumah dengan memeluk Nia dan Nio bergantian. Zea mengucapkan terima kasih sebanyaknya karena mereka mau menolong dan merawatnya hingga sehat seperti sekarang ini.
Apakah mereka akan memaafkan Zea?
kesel dengan Zea yg mau saja diajak makan di apartemen lelaki, lebih kesel juga dengan Kendra.😡😡