NovelToon NovelToon
Elegi Grilyanto

Elegi Grilyanto

Status: sedang berlangsung
Genre:Janda / Keluarga / Suami ideal / Istri ideal
Popularitas:750
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Elegi Grilyanto adalah kisah penuh haru yang dituturkan oleh Puja, seorang anak yang tumbuh dengan kenangan akan sosok ayah yang telah tiada—Grilyanto. Dalam lembaran demi lembaran, Puja mengajak pembaca menyusuri jejak hidup sang ayah, dari masa kecilnya, perjuangan cintanya dengan sang ibu, Sri Wiwik Budi, hingga tantangan pernikahan mereka yang tak selalu mendapatkan restu. Lewat narasi yang jujur dan menyentuh, kisah ini bukan hanya tentang kehilangan, tapi juga tentang mengenang, menerima, dan merayakan cinta seorang anak kepada ayahnya yang telah pergi untuk selamanya.
real Kisah nyata

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Rumah kontrakan kecil itu terletak di salah satu sudut lingkungan Bumiarjo, Surabaya.

Bangunannya sederhana dengan cat tembok yang mulai memudar, namun tetap terlihat hangat dan ramah.

Pintu kayu berwarna coklat tua terbuka dengan jendela kecil berbingkai putih yang menambah kesan manis pada rumah itu.

Halaman depan yang tidak terlalu luas dipenuhi dengan beberapa pot tanaman hijau, memberikan sentuhan alami dan asri.

Di dalam, ruang tamu mungil disusun dengan rapi, cukup untuk sebuah sofa kecil dan meja kayu.

Dapur kecil berada di pojok, lengkap dengan peralatan sederhana yang siap mendukung kehidupan baru mereka.

Meskipun tidak besar dan mewah, rumah itu terasa nyaman dan penuh harapan.

Tempat yang pas untuk memulai babak baru bersama Sri dan Heri, membangun keluarga yang hangat dan penuh cinta.

Suatu sore yang cerah, saat mereka sedang berkeliling di sekitar rumah kontrakan di daerah Bumiarjo, Sri tiba-tiba berkata,

“Mas, aku ingat di dekat RS RKZ ada penjual lumpia yang enak banget. Yuk, kita beli dulu!”

Grilyanto tersenyum dan mengangguk,

“Lumpia enak? Ayo, aku ikut!”

Mereka berjalan santai menyusuri jalan kecil menuju pasar kecil di sekitar rumah sakit.

Suasana ramai dengan deru kendaraan dan hiruk-pikuk orang berlalu-lalang.

Setibanya di warung lumpia itu, aroma harum lumpia goreng yang baru matang menggoda selera mereka.

Sri dengan antusias memesan beberapa bungkus lumpia, sementara Grilyanto berbicara ringan dengan penjualnya.

Setelah mendapatkan lumpia, mereka duduk di bangku dekat warung, menikmati gigitan pertama yang renyah dan penuh rasa.

“Wah, enak banget ya lumpianya,” kata Sri sambil tersenyum.

“Iya, cocok banget buat teman santai kita,” jawab Grilyanto.

Momen sederhana itu membuat hari mereka terasa hangat dan penuh kebahagiaan.

Di ruang tamu rumah Ngagel, suasana sedikit hening. Ibu menatap penuh kasih pada Grilyanto dan Sri.

“Grilyanto, Sri... kalau kalian pindah ke rumah kontrakan, biarkan Heri ikut ibu saja. Biar ibu yang mengasuh dan menjaganya.”

Grilyanto menggeleng pelan sambil berkata tegas,

“Ibu, untuk sekolah dan keperluan Heri biar saya yang urus. Saya ingin Heri tetap dekat dengan kami.”

“Ibu, aku juga ingin Heri tetap bersama kami. Tapi kalau ibu memang bersedia membantu, kami sangat berterima kasih.” Sri menganggukkan kepalanya.

“Ibu hanya ingin yang terbaik untuk kalian semua. Kalau begitu, mari kita cari jalan terbaik bersama.”

Meski penuh tantangan, mereka saling menguatkan, membangun keluarga dengan cinta dan pengertian.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Grilyanto dan Sri mulai berkemas.

Dengan hati yang penuh semangat dan harapan, mereka bersiap untuk pindah ke rumah kontrakan kecil di daerah Bumiarjo.

Perlengkapan sederhana mereka dikemas dengan rapi.

Meski tidak banyak, setiap barang menyimpan cerita dan kenangan.

Sesampainya di Bumiarjo, rumah kontrakan kecil itu menyambut mereka dengan kesederhanaan yang hangat.

Grilyanto membuka pintu kayu rumah itu, diikuti oleh Sri yang tersenyum penuh harap.

“Ini rumah baru kita, Mas Gril. Tempat kita mulai hidup baru bersama.”

“Iya, Sri. Di sini kita akan membangun masa depan.”

Mereka mulai menata rumah, menempatkan barang-barang dengan hati-hati.

Cahaya matahari pagi yang masuk lewat jendela kecil memberi kesan hangat dan penuh semangat.

Meskipun sederhana, rumah itu kini terasa seperti surga kecil mereka, tempat dimana cinta dan kebersamaan akan terus tumbuh.

Grilyanto menggenggam tangan Sri dengan lembut, matanya penuh harap.

“Doakan aku, ya, Sri. Semoga aku bisa bekerja keras dan suatu saat membelikanmu rumah yang lebih baik.”

“Aku percaya kamu, Gril. Kita akan lalui semuanya bersama.”

Mereka saling bertatap, merasakan kekuatan cinta yang menguatkan di tengah kesederhanaan hidup baru mereka.

Setelah semuanya tertata rapi, Sri mulai memasak di dapur kecil rumah kontrakan mereka.

Aroma harum kare ayam mulai mengisi ruangan, menyelimuti rumah mungil itu dengan kehangatan.

Grilyanto duduk di meja kayu sambil memperhatikan dengan senyum,

“Wangi banget, Sri. Aku nggak sabar mencicipi masakanmu.”

Sri tersenyum sambil terus mengaduk kuah kare,

“Nanti makan bersama, ya. Ini pertama kalinya aku masak di rumah baru kita.”

Suasana sederhana itu terasa hangat dan penuh cinta, menjadi awal cerita baru mereka sebagai keluarga.

“Mas, ayo kita makan dulu.” Sri memanggil nama suaminya dengan sangat lembut.

Grilyanto segera duduk di meja makan, menikmati hidangan kare ayam hangat yang disajikan Sri. Setiap suapan terasa penuh kehangatan dan cinta.

"Enak sekali masakan kamu, Sri. Mulai sekarang aku akan makan di rumah saja.”

“Aku senang kamu suka, Mas. Kita makan bersama terus, ya.”

Momen sederhana itu menjadi kenangan indah pertama mereka di rumah baru.

Setelah makan malam yang hangat itu, Sri dengan lembut mematikan lampu ruang makan. Ia berjalan pelan menuju kamar, langkahnya tenang penuh rasa damai.

Grilyanto mengikutinya sejenak dengan pandangan hangat, lalu menatap ke arah lampu yang redup, merasakan kehangatan rumah kecil mereka yang kini mulai penuh cerita dan harapan baru.

Di balik pintu kamar, keduanya siap memulai babak baru dalam kehidupan mereka.

Grilyanto menatap Sri dengan penuh kekaguman,

“Cantik sekali kamu, Sri.”

Sri tersipu malu, menundukkan kepala sebentar sebelum menatap balik dengan mata yang berbinar.

Di atas tempat tidur yang sederhana, mereka saling pandang, keheningan malam dipenuhi dengan perasaan hangat dan penuh arti awal dari kisah cinta yang terus tumbuh dan menguatkan mereka berdua.

Keesokan paginya, matahari baru saja mulai mengintip dari balik cakrawala ketika Grilyanto sudah terjaga.

Ia mengintip ke arah Sri yang masih terlelap di sebelahnya.

Dengan senyum lembut, ia mengusap rambut istrinya dan berkata pelan, “Sri, ayo kita ke pasar Wonokromo. Aku ingin mengajakmu belanja.”

Sri membuka matanya perlahan, masih terasa hangat suasana pagi itu.

Ia tersenyum dan mengangguk setuju, merasakan semangat yang mengalir dari ajakan suaminya.

Pasar Wonokromo, yang dikenal ramai dan penuh warna, selalu menjadi tempat yang menarik untuk mencari bahan makanan segar sekaligus menikmati kehidupan sehari-hari masyarakat Surabaya.

Mereka berdua bersiap-siap, mengenakan pakaian sederhana namun rapi. Grilyanto membawa tas kain yang akan mereka isi dengan hasil belanja, sementara Sri membawa keranjang kecil yang sudah ia siapkan sejak malam sebelumnya.

Dengan langkah santai, mereka meninggalkan rumah kontrakan kecil di Bumiarjo menuju pasar.

Sesampainya di pasar, keramaian langsung menyambut mereka dimana pedagang yang berteriak menawarkan dagangannya, aroma rempah-rempah dan sayuran segar yang menyengat hidung, serta warna-warni buah-buahan yang menggiurkan mata.

Grilyanto memegang tangan Sri erat, merasakan kebahagiaan sederhana namun bermakna saat mereka berjalan beriringan melewati lorong-lorong pasar.

Sri tampak antusias memilih sayur dan bahan masakan, sesekali bertanya pada pedagang tentang kualitas dan harga barang.

Grilyanto memperhatikan dengan cermat, sesekali membantu mengangkat barang belanjaan ke dalam tas.

Mereka berbincang ringan, tertawa, dan saling bertukar cerita tentang rencana menu makan selama beberapa hari ke depan.

Di sebuah pojok pasar, mereka berhenti untuk membeli jajanan tradisional yang menggoda selera.

Sri memesan beberapa potong lumpia yang hangat, sementara Grilyanto membeli segelas es dawet yang manis dan segar. Duduk sebentar di bangku kayu, mereka menikmati makanan sambil menikmati hiruk-pikuk pasar yang penuh kehidupan.

Saat siang mulai menghangat, mereka pun memutuskan untuk kembali ke rumah, membawa hasil belanja yang cukup untuk memasak dan melanjutkan hidup baru mereka dengan penuh harapan dan kerja keras.

Perjalanan singkat ke pasar Wonokromo itu bukan sekadar rutinitas biasa, melainkan momen kebersamaan yang mempererat ikatan cinta dan semangat mereka menghadapi masa depan bersama.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!