Tiga tahun yang penuh perjuangan, Cathrine Haryono, seorang gadis desa yang memiliki ambisi besar untuk menjadi seorang Manager Penjualan Perusahaan Top Global dan memimpin puluhan orang dalam timnya menuju kesuksesan, harus menerima kenyataan pahit yang enggan dia terima, bahkan sampai saat ini.
Ketika kesempatan menuju mimpinya di depan mata, tak sabar menanti kehidupan kampus. Hari itu, seorang pria berusia 29 tahun, melakukan sesuatu yang menghancurkan segalanya.
Indra Abraham Nugraha, seorang dokter spesialis penyakit dalam, memaksa gadis berusia 18 tahun itu, menjalani takdir yang tidak pernah dia pikirkan sama sekali dalam hidupnya.
Pria yang berstatus suaminya sekarang, membuatnya kehilangan banyak hal penting dalam hidupnya, termasuk dirinya sendiri. Catherine tidak menyerah, dia terus berjuang walaupun berkali-kali tumbang.
Indra, seseorang yang juga mengenyam pendidikan psikolog, justru menjadi penyebab, Cathrine menderita gangguan jiwa, PTSD dengan Skizofrenia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ada Rasaku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB | Indra Pergi Ke Mana?
Di depan meja rias, Cathrine mengamati dirinya yang tidak banyak perubahan dari zaman SMA. Begitu pun dengan fitur wajah Indra, perbedaan mencolok pria itu hanya pada rambutnya yang agak menipis. Selebihnya, semua pada diri Indra maksimal.
Catherine mengalihkan pandangannya ke tumpukan kotak perhiasan, paperbag berisi pakaian berbagai desain dari merk terkenal dan box heels.
"Buat apa semua ini? Toh, gue juga di luar setelan formal kantor, pakaian keseharian gue kaos sama kolor atau hotpants, kadang boxer, sih. Pas lagi agak-agak, ya ... Pake gaun pendek juga, sih ... Kalau Indra minta, gue ... Pake lingerie yang dia beliin juga sih ..."
Belum lagi ruangan sepetak yang nyempil serta memiliki lemari rak, untuk menyimpan banyak camilan, cokelat batang, dan biskuit, sudah seperti toko kelontong saja. Dan, kulkas dalam kamar yang berisi minuman, yoghurt, buah potong dan terkadang untuk mendinginkan sheet mask, pula.
Catherine tengah melakukan perawatan malam sebelum tidur dengan merk skin care jutaan. Di belakangnya, Indra lewat dengan jubah mandi katun berwarna putih, bandana pink dengan rajutan ekspresi beruang dan tengah memegangi majalah dewasa.
"Selamat malam, Mah~"
Catherine fokus memijat wajahnya, hanya berdeham pelan. Indra naik ke ranjang, dia bersandar dan kedua kaki tumpang-tindih selonjoran, tak lupa membaca majalah dewasa itu.
"Njirlah, otak selangkangan mulu tuh laki ..." batin Cathrine usai melirik bacaan yang berada di kedua tangan Indra.
Usai melakukan perawatan wajah sebelum tidur sambil menunggunya meresap, Cathrine asyik chattingan dengan Isti Anah sampai membuat Indra penasaran, cemberut dan berkali-kali memiringkan badannya, memperhatikan sorot bahagia istrinya dari pantulan cermin di meja rias.
"Mah, lagi chat sama siapa? Serius banget ..."
Tak mau mati penasaran, Indra mendekati Cathrine. Wanita itu mendongak, senyum masih tertera dan tersisa sedikit tawa. Indra cemburu ... Dia tidak pernah, sudah lama tidak menemui emosi bahagia lepas Cathrine.
"Isti Anah, sohib Mamah sewaktu SD."
"Dulu, ya ... Mamah tuh deket banget sama dia. Nemplok dan sering meluk, karena memang nyaman banget."
"Mamah di kelas antara temen cewek itu yang paling clingy dan kadang kaya bayi, dan Isti ini ibaratkan Mamaku."
Catherine menunjukan foto dua anak kecil di hape jadulnya. "Apa, sih, Mah? Pake hape jadul gitu, jelek banget. Gantilah, kayak Papah ngga mampu beliin aja ..."
"Jangan fokus ke hape, nih liat dua bocil gemesin ini, namanya Imran sama Shantika. Ini ... Yang cowok usianya 12 tahun, yang cewek 9 tahun."
"Kok koleksi foto mereka lebih banyak, daripada Mamah simpan foto Papah di hape Mamah, sih?" Indra mengambil hape jadul itu, dan mengecek semua foto di media WA.
"Apa sih, gaya foto mereka aneh-aneh banget ... Mereka sebenarnya bahagia ngga, sih? Kok kaya dipaksain gitu ..."
Indra terus mengomentari, Cathrine berdecak sebal. Dia merebut kembali hape jadul dari tangan pria itu dan menyimpannya di laci atas meja rias. Setelah menguraikan rambutnya, Cathrine lebih dulu merebahkan diri ke ranjang dan menghadap ke arah luar.
Indra menyusul, naik ke ranjang dan menarik selimutnya. Dia menatap Cathrine yang tidur membelakanginya, setelah mematikan lampu yang hanya tersisa lampu LED warna warm, Indra memeluk Cathrine dari belakang. Mendusel seperti anak kucing ke induknya.
"Iya deh, Mah. Si Amrin sama Sarika gemesin banget. Jangan marah gitu dong ... Maafin Papah, ya, Mah?"
Catherine tidak menanggapi dan terlelap. Masuk ke alam mimpi ingatannya ketika masa-masa SMA yang penuh cerita. Dia tersenyum dan menikmati suasana ini, lalu terbangun dengan orang di sebelah yang tidak tahu ke mana.
Cahaya benderang yang menembus melalui jendela sekaligus pintu kaca geser balkon kamar, menerpa wajahnya Cathrine yang sebongkah belet menyelip disudut matanya, dan iler yang mengalir dipinggiran bibir ranum Cathrine.
Dia bangkit dari tidurnya, duduk dan kedua lengannya ke atas, melakukan peregangan badan sambil menguap. Menutup mulut yang menganga, mencungkil belek dengan jari telunjuk dan menyibak selimut. Catherine menyelipkan sendal selopnya dan diam sejenak, mengumpulkan nyawa.
Dia menguap lagi, "Ke mana perginya tuh orang? Tumben amat, bangun duluan dan udah ngilang gitu aja, biasanya juga waktu gue melek, dia masih nemplok ke gue kayak anak koala."