NovelToon NovelToon
Lily With The Cruel Husband

Lily With The Cruel Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Selingkuh / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ncy Jana

Love, Me Please!

Tentang Lily yang berada di antara hubungan Theo dan Shylla.

Tentang Lily yang tidak diinginkan dan dicintai oleh Theo. Hanya Shylla yang diinginkan oleh Theo tapi Lily memisahkan mereka karena suatu malam Lily menjebak Theo karena ingin memiliki Theo agar menjadi suaminya.

Pernikahan tanpa cinta, meski sudah berhasil mendapat Theo Lily tidak merasa bahagia karena dia merasa tertolak dan tidak dicintai oleh suaminya. Lily tentunya iri dan mengharapkan cinta dari suaminya namun Theo lebih mencintai Shylla.

Sakit yang Lily rasakan ketika dia bisa hidup bersama raga Theo tapi hati dan pikiran Theo tertuju pada Shylla. Sakit yang Lily rasakan saat Theo bersikap kejam padanya namun lembut kepada Shylla.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ncy Jana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

Lily telah sampai dikediaman Theo. Ia turun dari mobil Navarro. Lily tidak langsung main pergi begitu saja. Dengan ragu ia mengetuk pintu kaca mobil hingga sang pemilik menurunkan kaca jendela mobilnya.

“Terima kasih Mas Varo,” ujar Lily dengan sopan.

Pria itu tidak menjawab apapun. Navarro hanya diam menatap ke arah Lily.

Lily ditatap seperti itu jadi canggung sendiri membuatnya buru-buru berlalu pergi tanpa menunggu jawaban yang keluar dari mulut Navarro lagi. Yang terpenting dirinya sudah mengucapkan ungkapan rasa terima kasihnya karena dirinya sudah pulang ke rumah dengan menumpang di mobilnya meski Navarro sendirilah yang menawarinya duluan.

Di dalam Navarro terus memperhatikan Lily yang masuk melewati pagar besar itu sebelum akhirnya ia pergi melajukan mobilnya pergi dari sana. Navarro berdecak kesal karena dia merasa sudah terlalu membuang waktunya hanya untuk mengantar Lily. Jika bukan karena perintah ayahnya, Navarro sendiri juga enggan untuk kembali mendekati Lily. Semalam suruhan ayahnya telah bocor dan memberitahu ayahnya kalau malam itu dia diobati oleh Lily. Ayah Navarro yang mengenali dan tahu bagaimana status Lily dalam keluarga Tanujaya, tanpa babibu langsung memberikan Navarro perintah melalui telpon untuk mendekati Lily.

***

Lily masuk ke dalam rumah penuh waspada, kemudian dia bernafas lega saat dirinya tidak bertemu Theo padahal dia sudah khawatir saat melihat mobil Theo di luar tadi. Lily dibuat bingung karena hari ini Theo tidak masuk kerja dan tidak biasanya pria itu masih ada di rumah di jam-jam seperti ini. Biasanya pria itu akan keluar berkumpul sama teman-temannya dan tentunya bertemu dengan Shylla juga.

Meski di rumah masih ada pelayan yang beraktivitas melakukan tugasnya, Lily masih saja tetap merasa takut karena kejadian tadi malam.

“Lily.”

Langkah Lily terhenti. Jantungnya juga hampir terasa copot ketika ada suara yang memanggil namanya dari belakang. Lily memutar tubuhnya, dia melihat Olivia—anaknya Bi Emma yang sudah memanggilnya.

“Ya Oliv, ada apa?”

“Kakak, bisa tolong antarkan kopi ini ke ruangan tuan Theo.”

Lily terdiam sebentar. Olivia ini adalah pelayan baru, dia dua tahun lebih muda darinya. Olivia juga menjadi salah satu dari beberapa pelayan lainnya yang ikut memandang sebelah mata padanya ketika tahu bahwa Theo tidak memperlakukannya dengan tidak baik.

Saat ini Lily tidak tahu apa maksud Olivia menyuruhnya untuk mengantar kopi itu pada Theo padahal Olivia tahu sendiri bagaimana hubungannya dengan pria itu.

“Kak, tolong ya. Perut aku tiba-tiba mules. Pelayan lain masih sibuk dengan melakukan pekerjaan masing-masing. Tadi tuan Theo minta kopinya diantarkan cepat.”

Lily tersentak ketika Olivia memberikan nampan itu padanya. “Kak, aku sudah tidak tahan lagi. Tolong antarkan ya kak ke ruang kerja tuan Theo,” ujar Olivia sambil berjalan terbirit-birit ke arah dapur.

Entah itu kepura-puraan atau bukan, Lily tetap berdiri dilema di tempatnya. Ia mengamati nampan yang sedang dipegangnya.

Dengan berat hati pun Lily melangkah kakinya menuju ruang kerja milik Theo. Lily menaiki tangga untuk sampai ke lantai tiga. Sebenarnya rumah ini memiliki lift sebagai akses cepat untuk cepat sampai ke lantai teratas rumah ini tapi Lily tetap memilih untuk menaiki tangga, dia sadar diri bagaimana dan akan siapa statusnya di rumah itu.

Sementara itu Olivia kembali dari dapur. Perutnya sebenarnya tidak mulas. Olivia menatap ke arah tangga setelah kepergian Lily. Senyum tipis terbit menghiasi wajahnya karena telah berhasil mengerjai Lily. Bahkan ide ini sudah mereka rencanakan dengan beberapa pelayan lain, terkecuali Ibunya.

Sebenarnya perintah untuk mengantarkan kopi untuk Theo adalah akal-akalan mereka. Terlebih Olivia selaku eksekusi dalam rencana ini, dia sangat ingin melihat Lily membuat Theo marah besar karena telah berani memasuki area privasi pria itu. Hanya Bi Emma yang selalu pergi ke sana untuk membersihkan area lantai tiga dan tentunya atas ijin Theo terlebih dahulu.

"Apa yang kau lakukan disitu, Oliv?"

Bi Emma mendatangi putri. Tadi dari kejauhan dia melihat putrinya seperti sedang mengawasi sesuatu.

"Ibu."

"Kau ngapain disini?"

Olivia menggelengkan kepalanya.

"Kau sudah menyelesaikan apa yang ibu suruh tadi?"

Olivia menganggukkan kepalanya, " Sudah Bu."

"Sekarang kamu kembalilah ke belakang duluan. Ibu masih ada sedikit pekerjaan di sini. Ibu tadi ada meletakkan makanan untuk makan malam kita. Nanti kamu makan duluan, tidak perlu menunggu ibu."

Olivia menganggukkan kepalanya lagi. Ia pun pergi kembali ke rumah belakang khusus untuk pelayan tinggal.

***

Meski terasa lelah, akhirnya Lily sampai di lantai tiga. Lily melihat keadaan sekitar tampak sunyi. Lily juga tahu kalau lantai paling atas rumah ini menjadi tempat pribadi Theo jadi tidak sembarang orang bisa naik ke sana tanpa seijinnya.

Lily pun meneruskan langkahnya mencari ruangan Theo karena ia sendiri tidak tahu dimana ruangan pria itu berada sampai akhirnya langkah Lily terhenti saat hidungnya mencium asap rokok. Kedua bola mata Lily bergerak mencari darimana aroma rokok itu berasal. Kedua manik mata Lily akhirnya dapat menemukan sosok Theo yang sedang berdiri membelakanginya dari arah balkon. Pria itu tampak sedang berbicara dengan seseorang di telpon.

Meski masih dilingkupi rasa takut, Lily tetap melangkahkan kakinya untuk mengantarkan kopi itu. Dirinya ingin tidak ingin berlama-lama di tempat ini dan ingin segera ke kamarnya dan juga ingin mandi. Tubuhnya terasa lelah dan juga lengket karena bekerja seharian.

“Bakar saja mayatnya, kalau perlu kasih sama Hiro, siapa tahu kucing kesayanganku butuh tambahan makanan.”

Mendengar itu langkah Lily jadi mendadak berhenti. Bahkan secara bersamaan nampan berisi kopi itu jatuh ke lantai karena tadi tangannya bergetar saking takutnya.

Mayat? Lily yakin telinganya tidak salah dengar. Pria itu barusan saja mengatakan untuk membakar mayat yang entah siapa itu. Apa Theo terlihat dalam pembunuhan seseorang? Kalau benar, Theo benar-benar kejam dan tidak memiliki rasa manusiawi.

Suara kekacauan yang dibuat oleh Lily ditengah keheningan itu membuat Theo langsung mengakhiri panggilan telponnya.

Sementara Lily tidak memikirkan perihal pecahan kaca yang mengotori lantai itu, otaknya langsung memerintahkannya untuk harus pergi dari sana sebelum bahaya datang menghampirinya. Tapi belum sempat Lily untuk kabur, Theo sudah terlebih dahulu bersuara dan memerintahkan Lily untuk diam di tempatnya atau nyawa ibunya akan terancam.

Mendengar ancaman itu, Lily mau tidak mau hanya bisa berdiri diam di tempatnya hingga Theo kini sudah datang menghampirinya dalam jarak dekat.

“Apa yang kau lakukan di sini?” Theo menatapnya tajam dengan tangan bersedekap, “Dan apa ini, kekacauan apa yang sudah kau ciptakan di sini? Terus siapa yang sudah mengijinkanmu untuk datang ke sini?” desisnya marah karena melihat tumpahan kopi itu sudah mengotori lantainya.

Tubuh Lily bergetar ketakutan. Kali ini aura Theo terlihat sangat menyeramkan. Sosok dulu dia tatap penuh kekaguman dan membuatnya terpesona seketika menguap entah kemana. Sekarang hanya perasaan takut yang Lily, bahkan untuk sekedar menatapnya saja Lily tidak berani lagi, sejak pembicaraan di telpon yang ia dengar tadi membuat ketakutan Lily semakin menjadi-jadi.

“Tadi aku disuruh untuk antarkan kopi ini. A-aku min-ta maaf karena sudah membuat kekacauan di sini.”

Lily terlihat gugup, bahkan keringat mulai mengucur di seluruh tubuhnya terutama pelipisnya.

Alis Theo terangkat, “Kau pikir aku bisa kau bodohi. Sejak kapan aku menyuruhmu membuat kopi ini.”

Lily dengan cepat menggelengkan kepalanya, “Bukan begitu. Tadi—”

“Tadi apa?! Berbicaralah yang jelas.” tekan Theo, “Tapi sebelum, apa yang sudah kau dengar tadi?”

Lily menggelengkan kepalanya membuat Theo mengetatkan rahangnya lalu tangannya langsung menarik rambut belakangnya Lily.

“Kau mencoba membohongiku. Apa kau ingin ibumu mengalami nasib yang sama seperti yang kau dengar tadi?”

Dalam keadaan menahan rasa sakit Lily dengan cepat menggeleng kepalanya, “Tolong jangan sakiti ibuku.” mohonnya.

Rahang Theo mengeras, “Dengar jalang. Kau tidak berhak mengaturku

“Kau benar-benar kejam Theo.” Entah mendapat keberanian dari mana, tiba-tiba perkataan itu keluar begitu saja dari bibir Lily.

“Kenapa kau baru sadar kalau aku kejam.”

Theo semakin menarik rambut Lily membuat jarak mereka semakin dekat. Lily dapat mendengar nafas Theo yang menderu kencang, sementara tangannya berusaha menarik tangan Theo yang sedang menarik rambutnya untuk mengurangi rasa sakit pada kulit kepalanya.

“Maaf jika aku sudah mengganggumu. Sekarang tolong lepaskan Theo.”

Theo menyadari kalau tubuh Lily gemetar ketakutan, “Kenapa kau terlihat takut sekarang?” tanya Theo.

Lily tidak menjawab, dia hanya mengigit bibir bawahnya pelan membuat Theo jadi menggeram.

Theo berdecih, “Padahal kau sendiri yang sudah berani menginjakkan kakimu ke lantai ini. Sekarang terimalah resiko akibat dari keberanianmu tadi.” Mereka saling menatap satu sama lain. Lily mendongak menatapnya, sehingga Theo dapat melihat dengan jelas setiap inci wajah Lily tanpa terlewatkan, apalagi saat melihat matanya kini sudah berkaca-kaca itu membuat Theo tersenyum miring seolah ada kepuasan tersendiri dalam hatinya ketika melihat melihat reaksi Lily yang terlihat takut padanya, dan itu terasa menyenangkan bagi Theo.

Lily hampir menangis dibuatnya dan dengan lirih Theo dapat mendengar Lily memintanya untuk melepaskannya dan membiarkannya pergi dari sana.

Tapi harapan hanya tinggal harapan. Tangan Theo memang sudah tidak lagi mencekal rambutnya, tapi bukan berarti pria itu membiarkannya pergi begitu saja karena setelahnya Theo langsung mendorong tubuh Lily ke lantai dan untungnya tubuh Lily tidak mengenai serpihan gelas kaca itu.

Lily meringkuk ketakutan saat melihat Theo berusaha untuk menarik celananya.

“Jangan lagi Theo, kumohon.” pinta Lily memasang muka melasnya memohon belas kasihan pria itu. Lily berusaha untuk kabur tapi dengan gesit Theo langsung menangkap kakinya dan menahannya dengan kuat. Ucapan Lily yang terus memohon tidak didengar oleh Theo karena kini pria itu sudah berhasil menarik celananya hingga membuat Lily nyaris setengah telanjang dihadapannya.

“Lihat dirimu sekarang, bukannya kau sudah terlihat seperti seorang pelacur rendahan,” ujar Theo merendahkan Lily.

Lily ingin marah mendengarnya, pria itu sendirilah yang sudah membuat dirinya dalam keadaan setengah naked dan sekarang dia bertingkah seolah tidak melakukan apapun padanya.

“Jika aku memang seorang pelacur rendahan, kenapa kau masih ingin menyentuhku? Bukannya dengan kekuasaan kau bisa menyewa seorang pelacur yang lebih berkelas. Tidak mungkin kau selera pada tubuhku, bukankah kau sendiri yang bilang kalau aku terlihat menjijikkan di matamu. Kenapa kau tidak meniduri kekasihmu saja? Di sini kau justru meniduri perempuan menjijikkan sepertiku?”

Rahang Theo mengetat, pandangannya semakin menajam setelah melihat keberanian Lily ketika berbicara barusan.

Theo mendekat dan mencengkeram rahang Lily kuat, “Kau sudah terlalu banyak bicara. Dengar ini? Shylla terlalu berharga bagiku jadi aku akan terus menjaganya sampai kami menikah nanti. Kau pikir aku berselera padamu hanya karena aku menidurimu lagi. Bagiku kau tidak sebeharga itu.”

“Bagiku kau hanyalah seorang jalang di rumah ini, jadi sudah tugasmu bukan untuk melayaniku. Kau sendiri yang bersikeras untuk masuk dalam kehidupanku jadi terima saja nasibmu. Dan..”

Lily mengepalkan tangannya. Matanya memerah karena menangis. Dia tidak bisa menahan untuk tidak mengeluarkan air mata disaat perkataan Theo yang terus keluar dan selalu menyakiti hati. Tidak pernah sekali pun pria ini bertutur kata baik kepadanya.

Theo terdiam sebentar, dia memandang tubuh Lily yang terkunci di bawahnya, “Baiklah kali ini aku akan berbaik hati padamu. Aku kasih dua pilihan. Kau bisa memilih antara menerima keadaanmu sekarang atau melihat kematian ibumu. Aku bisa menelpon seseorang, dan orangku akan segera melakukan apa yang aku perintahkan padanya dan mendatangi ke tempat dimana ibumu yang terbaring seperti mayat hidup.”

Lily tertawa tanpa suara. Pilihan macam apa itu, kedua pilihan itu sama-sama berusaha untuk menempatkan pada kondisi yang benar benar sulit.

“Nasib ibumu bergantung pada pilihanmu,” ujar Theo dengan raut wajah datarnya. Namun perkataan pria itu mengandung ancaman yang dapat membahayakan ibunya membuat Lily semakin tertekan di bawah kukungannya.

Lily melihat ke atas, matanya sudah sembab. Mendengar ancaman Theo membuatnya pasrah pada nasibnya. Dia pun memohon dengan lirih pada Theo, “Jangan apakan ibuku, kumohon.”

Theo tidak menjawab apapun, tapi kini tangannya sudah bergerak membuka resleting celananya. “Kau sudah memilih, tapi ingat aturannya jangan sekalipun aku mendengar suara yang keluar dari bibirmu saat aku sedang memakai tubuhmu.”

Kini Theo menarik celana dalam Lily dan menekukkan kakinya. Tanpa aba-aba Theo langsung menenggelamkan dirinya pada Lily dalam sekali hentakan. Tangan Theo yang satu memegang pinggang Lily, sementara yang satunya menekan leher bagian depan Lily.

Keadaan Lily jangan ditanyakan lagi, sudah pasti ia merasa kesakitan karena dimasuki Theo tanpa pemanasan terlebih dahulu. Lily hanya bisa mengigit bibirnya menahan suara ringisan yang ingin keluar karena perlakuan Theo yang kasar saat sedang menyetubuhinya. Theo bersikap seenaknya dan sangat kejam, Theo tidak memperdulikan kenyamanan Lily, yang hanya dia inginkan adalah kepuasan tersendiri. Theo justru merasa kesenangan, dia suka melihat ekspresi Lily yang meringis kesakitan karena ulahnya.

Bagian bawah Lily sudah basah tapi dia masih saja merasa kesakitan, tubuhnya bergetar dan dengan susah payah dia menahan suaranya agar tidak mendesah seperti yang Theo perintahkan tadi disaat ereksi Theo terus bergerak cepat di dalam tubuhnya.

Cengkeraman tangan Theo pada pinggang dan lehernya semakin kuat saat otot perut Lily mengejan dan miliknya mencengkeram milik Theo membuat pria itu menggeram. Theo menghentak semakin Lily keras dan kasar membuat Lily tidak sanggup lagi. Sejenak Lily menatap Theo yang berada di atas tubuhnya sebelum pandangan Lily menggelap karena pingsan. Lily sudah lelah karena bekerja seharian, dan sekarang ia disetubuhi secara kasar bahkan melukai fisiknya membuat Lily tidak sanggup lagi sehingga pandangannya langsung gelap disaat Theo belum selesai dengan kegiatannya.

Tak lama dari Lily yang sudah pingsan, tanda-tanda pelepasan mulai dirasakan Theo. Dengan cepat Theo menarik miliknya dari tubuh Lily dan langsung menumpahkan putihnya ke perut Lily sehingga mengotori baju Lily. Setelah mendapatkan kepuasannya, Theo langsung memperbaiki resleting celananya dan pergi begitu saja meninggalkan Lily yang terbaring tidak sadarkan diri di lantai itu.

1
Isma Nayla
semoga secepatnya lily pergi dari theo,dn tlong thor jng kembalikn lily pd theo bila suatu saat theo menyesal.gk rela aq thor 😤
dyah EkaPratiwi
selidiki shyla Theo blm kau menyesal
Makaristi
nanti tiba waktunya bakalan bucin sama lily kamu theo..
ditunggu yah author kebucinan theo 😂😃😍🫢🫢
dyah EkaPratiwi
jahat banget Theo,ayo kabur aja lyly
Dwi Defirza
bikin penasaran
Makaristi
theo klu tau lily di antar navvarro mulut nya bisa setajam silet dah 😃😁😁🤭🫢
CikCintania
pelik cinta mati sangatkh sampai sanggup d siksa..?
Gwatan
Penulisnya jenius! 🌟
Grindelwald1
Saya sangat terkesan dengan perkembangan karakter yang konsisten.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!