Wanita Janda Istri Sang Dokter

Malam ini Joni main judi lagi dan apesnya ia kalah dan kalah lagi sampai kalung emasnya ia gadai kan karena sudah tidak punya uang lagi.

Saat Joni ingin hutang, temannya tidak percaya lagi jika Joni akan mampu melunasinya. Akhirnya Joni pulang dengan tangan kosong.

Ia tidak bisa tidur, memikirkan harus cari pinjaman kemana lagi. Sedangkan Rika juga susah dihubungi, agaknya dia juga ogah meminjami uang lagi lantaran hutang yang dulu juga belum terbayar. Joni mendesah kasar. Bukannya bekerja justru ia lebih suka menghutang.

Barulah teringat dirinya jika beberapa hari yang lalu bertemu Sesil. Sesil memberikan kartu nama yang ia simpan di saku celananya.

Bergegaslah ia mencari celananya di tumpukan baju kotor. "Ketemu !" serunya riang dan merogoh saku celana. Selembar kertas kecil bernama Sesil Aurora tertera jelas di sana. Dibawa nya kartu nama itu ke kamar lalu segera mengetik nomor kontak di ponselnya.

Joni sudah tidak sabar, ia melihat jam masih pukul 22.00 berharap teman SMA nya itu belum tidur.

Harapan Joni terkabul, Sesil belum tidur terbukti ia lekas mengangkat sambungan ponselnya.

"Ya, Hallo, siapa ini ?" tanyanya dengan suara kas orang ngantuk.

"Sesil, ini aku. Joni." balas Joni tersenyum simpul.

"Joni, apakah kamu tidak bisa menunggu untuk besok ! Aku sedang tidur." omel Sesil. Beruntungnya Fahmi masih di kamar mandi jadi tidak dengar kalau seseorang menelepon.

"He he, maaf Sesil. Aku kepepet. Kamu pernah menawariku bantuan kan ? Nah, sekarang aku lagi kesusahan. Aku butuh duit. Aku pinjam sejuta boleh ? Kamu kan kaya !" ucap Joni merayu.

Sesil terdiam sesaat. Ia punya ide cemerlang. "Baik. Aku akan hubungi kamu besok pagi. Sekarang suamiku datang. Jangan sampai ia tahu." pangkas Sesil yang segera menutup panggilan secara sepihak.

"Kamu belum tidur, Sayang." Fahmi mulai menaiki ranjang.

"Hm, aku menunggumu. " sahutnya bergelanyut manja.

Kemudian Sesil memeluk tubuh suaminya bagai memeluk guling. Karena rasa lelah Fahmi pun lekas terlelap begitu pula dengan Sesil.

Fahmi sudah mulai menata lagi jadwal tidurnya bersama dua istrinya. Ternyata bersikap adil itu sulit. Fahmi merasa bersalah karena belum bisa memberikan nafkah batiniyah untuknya. Beruntung nya, Saras tidak pernah protes dalam bentuk apa pun dan selalu menerima.

Keesokan harinya.

Orang kenalan Sesil yang ahli aborsi sudah siap menunggu pelanggannya datang. Wanita bernama Risa itu dulunya bekerja sebagai bidan dan karena ceroboh ia tidak laku lagi, dan akhirnya ia menerima permintaan aborsi dari kliennya yang tidak ingin mempunyai anak atau dari hubungan gelap. Hasil bayi aborsi itu, ia kubur di pekarangan halaman belakang rumah. Untung banyak hingga seminggu ia bisa menghasilkan 50 juta yang membuat ia ketagihan untuk melanjutkan kegiatan yang haram itu.

Sesil akan membayar mahal bidan itu asalkan pekerjaannya berjalan mulus.

Sesil sudah pergi dari rumah sejam yang lalu. Ia berangkat kerja lalu pamit pergi sebentar pada ayahnya. Kini ia tengah mengemudi lalu tak begitu lama ia berhenti dan memarkirkan mobilnya di depan rumah praktek bidan Risa. Sebelum keluar mobil, ia memastikan target sudah keluar dari rumah.

Sesil juga sudah menghubungi Joni. Meminta pria bertato itu untuk menculik madunya.

......................

"Saras !" panggil Amira begitu melihat Saras tengah menjemur baju.

Saras menoleh lalu bergegas menghampiri wanita berambut pendek itu. "Iya, Ma, ada yang bisa aku lakukan?"

Amira sangat senang jika Saras bertanya demikian. "Antar aku belanja ke supermarket."

Saras sedikit ragu untuk menolak karena ia belum berpamitan pada suaminya, disampaikannya isi hatinya itu. "Aku belum minta izin mas Fahmi."

"Nganter ke supermarket saja minta izin ! Manja sekali kamu jadi istri ! Toh, supermarket nya juga deket. " Amira melenggang begitu saja melewati Saras. Ia yakin Saras menuruti kemauannya. Hanya sedikit drama saja.

Saras masih tampak terdiam. "Cuman sebentar mungkin tidak apa - apa," gumamnya dalam diam dan langsung menyusul langkah mertuanya.

"Baiklah, aku akan ikut."

Amira tersenyum tipis ia segera mengirim balasan pada menantu kesayangannya. "Target menuju lokasi."

"Kamu bisa bonceng tidak ?"

"Bisa Ma, sebentar Saras ambil masker dulu !" pintanya segera berbalik memasuki rumah. Amira tak menyahuti.

Motor yang dikendarai Saras melaju dengan kecepatan sedang.

"Lelet banget bawa motornya!" umpat Amira yang merasa perjalanannya begitu lama.

"Supermarket sebelah mana Ma, ini udah setengah jam kok belum terlihat juga ?" tanya Saras yang sejak tadi memperhatikan kanan kiri tak menemukan pasar modern itu.

"Sebentar lagi." sahut Amira ketus.

Saras mendesah, ia menyesal karena belum sempat menghubungi suaminya untuk minta izin.

Dan saat perjalanan melewati semak - semak, Saras dikejutkan dengan datangnya seorang pria bertubuh kekar.

Amira pun berpura - pura histeris. "Saras, siapa orang itu dan mau apa, mama takut!"

Terlebih juga dengan Saras. "A-ku juga tidak tahu Ma."

Saras menghentikan motornya saat pria itu menahan kepala motor dengan kedua tangannya.

"Mau apa kamu !"

"Serahkan uang kalian!" sentak pria bertopeng yang tidak lain adalah Joni.

Joni tidak mengenali wanita yang menjadi sasarannya karena mengenakan masker.

Amira memberontak, "Tidak. Aku tidak mau!"

Pria bertopeng segera merampas tas yang di bawa Amira dan terjadilah tarik menarik.

Saras ingin menolong, diliriknya ada sebongkah batu lalu ia ambil dan menghantamnya ke arah pria itu.

Joni memekik, kepalanya terasa pening. Diraba kepalanya yang ternyata sudah berdarah.

Di balik topeng hitamnya, wajah Joni tampak murka. "Kurang ajar kamu !" Joni melayangkan pukulan hingga membuat Saras pingsan tak sadarkan diri.

Amira tertawa sumbang, "Cepat angkat dia !"

"Baik, Nyonya." Joni membuka topengnya.

Joni mengangkat tubuh Saras lalu membawanya ke tempat dimana Sesil menunggu yang tak jauh dari tempat mereka.

"Kerja yang bagus." Sesil memujinya. Lalu memperlihatkan amplop coklat yang berisi uang padanya. "Bawa dia masuk."

Joni mengangguk. Meletakkan tubuh mantan istrinya di atas matras.

Risa sudah siap dengan segala peralatan untuk aborsi.

Pertama ia menyuntikkan obat bius agar saat melakukan aborsi, pasien tidak terbangun.

Joni penasaran lalu bertanya penuh selidik "Sesil, apa yang akan bidan itu lakukan ?"

"Dia akan mengeluarkan janin yang ada di dalam perutnya."

Joni tampak tidak mengerti.

"Sudahlah, ini uang bayaranmu." Sesil memberikan amplop yang tadi ia tunjukkan. Joni tersenyum lebar.

Bidan Risa mulai melakukan tugasnya. Sungguh perbuatan yang tidak manusiawi. Demi uang ia rela untuk menerjang hukum.

Joni diminta membawa Saras ke tempat semula. Dan merekayasa kejadian seolah sebuah tindakan kriminal.

Sebelum pergi ia mengucapkan terimakasih pada teman SMA nya itu.

"Ingat, aku tidak mau orang lain tahu akan kejadian ini."

"Beres. Rahasia mu aman bersamaku."

Sedangkan Amira rela menyakiti dirinya dengan membenturkan dahinya ke sebuah pohon besar lalu mulai berdrama.

"Saras, bangun!" jerit Amira.