Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Pagi harinya hujan datang kembali, disusul dengan angin kencang yang menerpa kota Jakarta. Tirpitz terbangun dan mendapati Singosari sudah tak ada di sampingnya. Ia segera berspekulasi bahwa kejadian semalam hanyalah bagian dari mimpinya. Sebelum akhirnya ia menemukan sebuah mutiara berkilau yang terselip di bawah bantal yang di gunakan oleh Singosari semalam.
Ia segera meraih mutiara itu dan menelitinya di bawah sinar lampu meja tulisnya. Ternyata mutiara itu asli cap dua kelinci!
"Apa yang di lakukan gadis itu selama aku tertidur?"
Tanya Tirpitz kepada dirinya.
Ia segera memutuskan untuk berganti pakaian lalu pergi menemui Singosari. Saat ia berjalan di lorong terbuka penginapan itu, matanya segera tertuju kepada Singosari yang sedang duduk di bangku taman, di tengah guyuran hujan yang lumayan lebat.
"Apa yang kau lakukan disana?"
Singosari segera menoleh dan mendapati Tirpitz yang sedang berdiri di lorong dengan pakaian yang sama seperti saat berbincang di ruang tamu semalam. Gadis itu segera beranjak untuk mendekati pria yang menunggunya di lorong.
"Ternyata kamu sudah bangun," sapa nya sambil tersenyum.
"Sedang apa kau berada di bawah guyuran hujan?" tanya Tirpitz ramah.
"Ah, aku sedang membersihkan diri," jawab Singosari dengan pipi agak memerah, "ada masalah kah?"
Tirpitz hanya menggelengkan kepalanya. Ia berkata, "itu bukanlah cara manusia untuk mandi. Tapi tidak apalah, mungkin para Seiren hanya mandi jika ada hujan."
Mendengar ungkapan itu, Singosari hanya cekikikan. Ia tak menyangka bahwa hal yang ia kira normal, ternyata sangat tidak normal dimata manusia.
"Eh...ku kira manusia juga mandi seperti yang Seiren lakukan."
"Kami mandi dalam ruangan khusus, dan kami menggunakan air yang di tampung dalam sebuah bak atau alat penampung air lainnya. Bukan langsung berjemur di bawah derasnya hujan."
Tirpitz segera teringat dengan mutiara di kantongnya. Ia segera mengeluarkan mutiara itu lalu menunjukkan nya kepada gadis didepannya.
"Apa ini milikmu?"
Respons yang diberikan Singosari cukup mengejutkan. Dengan cepat gadis itu menyambar mutiara di tangan Tirpitz, lalu menutupi wajahnya dengan rambutnya yang basah kuyup. Nampak jelas bahwa wajahnya memerah seperti seekor kepiting di dalam panci berisi air mendidih.
"Maaf atas kelalaian ku," ujarnya malu-malu, "bagi kami para Seiren, air mata mutiara adalah aib kami."
Sontak saja Tirpitz merasa sedikit bersalah. Namun Singosari tidak memperpanjang masalah dan memilih untuk menarik lengannya, mengajaknya untuk pergi menemui yang lainnya.
***
Di ruang tamu ketegangan sedang terjadi. Madjapahit dan Farel sedang terlibat pertikaian akibat kesalahpahaman. Katana keduanya terhunus dan saling menempel di leher kedua orang itu. Yamato dan adiknya juga sudah bersiap seolah hendak menebas leher Farel jika bukan karna Tirpitz yang melerai mereka.
"Hentikan!"
Keempat orang itu berpaling memandang Tirpitz secara bersamaan.
"Ah shikikan-sama sudah bangun," sapa Yamato dengan nada lembut, "baru saja aku hendak menghabisi manusia yang menjadi ancaman ini."
"Siapa mereka sebenarnya, kak?" tanya Farel tanpa bergerak.
Tirpitz berjalan menghampirinya lalu memegang tangan kanannya yang hendak menyembelih leher Madjapahit dengan katana nya.
"Lebih baik singkirkan ini dulu," ujarnya penuh nada mengancam, "penjelasan tak akan berjalan mulus apabila darah tertumpah disini."
Ia melirik ke sudut ruangan, dimana Takumi sedang berdiri dengan senapan Type 99 Arisaka teracung ke arah Madjapahit, "Takumi..."
Takumi segera menurunkan kewaspadaannya. Senapan Arisaka nya ia lemparkan ke lantai, tanda bahwa ia menuruti perkataan Tirpitz. Farel dan para gadis segera mengikuti langkah Takumi dengan menurunkan katana mereka.
"Mereka adalah gadis kapal," ucap Tirpitz mulai menjelaskan, "mereka ku bangkitkan dengan kubus kristal tadi malam."
Farel menatapnya tak percaya. Ia tahu, pamannya itu sering membuat lelucon yang sama sekali tidak lucu.
"Apa maksudmu?, tanya nya tak mengerti.
"Kau ingat kubus yang sering ku bawa? Itu adalah kubus pengetahuan. Kubus itu adalah inti kehidupan para Seiren, musuh yang selama ini meneror umat manusia di lautan."
Kebingungan tampak jelas di wajah pemuda itu. Ia hendak melontarkan sebuah lelucon, tapi ia sadar bahwa ini bukan saatnya untuk itu.
"Selama ini kau selalu berceloteh mengenai kubus itu, yang ternyata adalah inti kehidupan dari musuh kita. Dan sekarang, kau bilang bahwa gadis-gadis ini kau bangkitkan dengan kubus itu, artinya mereka masih termasuk ancaman bagi kita?!"
Singosari yang sedari tadi berada di ambang pintu segera mengoreksi ucapan Farel barusan.
"Seingat ku, apabila para Seiren tenggelam dalam pertempuran. Jiwa kami akan tersegel di dalam kubus pengetahuan, sampai sesuatu membuka segel nya dan membangkitkan kami kembali untuk melayaninya sebagai kapal perang."
Mendengar penjelasan Singosari. Farel hanya bisa tertawa masam. Otaknya bekerja keras untuk mencerna penjelasan barusan.
"Aku tahu ada yang lebih konyol dari serial film Aladin," ungkapnya sambil menggelengkan kepala, "dulu aku sangsi bahwa hanya jin yang bisa patuh melayani Aladin. Tapi sekarang, aku mengerti bahwa mahluk seperti kalian juga bisa patuh."
Farel beranjak membuka sebuah rak kecil di samping pintu menuju ruang makan merangkap dapur. Ia menbuka pintu rak itu lalu mengambil sebotol minuman bersoda yang tersimpan disana.
"Apa kalian mau minum soda bersama ku?" tanya nya sambil meletakkan sebotol soda di atas meja, "anggap saja sebagai permintaan maaf ku atas kesalahpahaman ku."