Naas, kemarin Ceren memaksa hatinya untuk menerima Gilang, si teman sekolah yang jelas-jelas tidak termasuk ke dalam kriteria teman idaman, karena ternyata ia adalah anak dari seorang yang berpengaruh membolak-balikan nasib ekonomi ayah Ceren.
Namun baru saja ia menerima dengan hati ikhlas, takdir seperti sedang mempermainkan hatinya dengan membuat Ceren harus naik ranjang dengan kakak iparnya yang memiliki status duda anak satu sekaligus kepala sekolah di tempatnya menimba ilmu, pak Hilman Prambodo.
"Welcome to the world mrs. Bodo..." lirihnya.
Follow Ig ~> Thatha Chilli
.
.
.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDND ~ Bab 24
Kaisar masih mendekap tangannya di dada sepaket wajah keruh, setelah keluar dalil-dalil pamali dan dosa dari para orangtua, akhirnya bocah itu mau dibawa pulang meski kini pandangannya melemparkan sorot permusuhan pada Ceren juga yandanya.
"Poko'e yanda dan bu'lek ngga boleh bobo barengan!" larangnya. Bahkan kini letak duduk saja sudah bocah itu atur, Ceren berada di jok belakang tak boleh bersampingan dengan ayahnya. Sepertinya bocah itu akan mendominasi dunianya di rumah pak Bodo mulai sejak di tekennya surat nikah.
Ceren pun tak mempermasalahkan itu, ia hanya menggeleng prihatin jika Kaisar gagal move on dari keluarga lamanya, dimana posisi ibunya masih tetap berkibar, begitu pun nama Gilang. Mungkin kata samawah seperti yang diucapkan lirih bapak tadi, akan semakin jauh dari hubungan pernikahan keduanya.
Dan suasana hening tercipta setelah bocah itu terlelap bersama rasa kemekel dan marahnya, ditambah apa yang ia harapkan dari seorang seperti Hilman? Ramah dan asyik seperti Gilang? Impossible.
Beberapa kali gadis itu memandang rear vision dimana fokus Hilman tak sedetik pun teralihkan dari jalanan kecuali saat ia melirik-lirik Kaisar, ada decakan dari mulutnya seperti mengeluh lelah.
"Pak." panggilnya berani bersuara setelah memastikan Kaisar benar-benar habis batre.
"Hm?" hanya lirikan lewat rear vision yang Hilman berikan.
"Apa ngga sebaiknya saya tinggal di rumah bapak saya saja, kasian Kaisar...nanti dia merasa dunianya runtuh kalo saya tinggal di rumah bapak..."
Pandangannya kembali ke jalanan, "biarkan saja. Biar Kaisar belajar menerima orang baru, sekalipun bukan kamu orangnya. Besok atau lusa saya tetap masih punya keinginan memiliki pendamping hidup."
Ceren mengangguk mencibir, yap! Dan yang menjadi bahan percobaannya adalah dirinya! Clever men!
Suasana malam yang semakin menelan bumi dalam kegelapan tak serta merta menghentikan aktivitas penghuninya, perjalanan yang ditempuh sekitar 15 menit membawa Ceren memasuki komplek yang sering ia lewati jika pergi sekolah dari rumah Gilang, namun baru ia tau jika perumahan 'Suryalaya land' adalah alamat rumah dari kepseknya itu.
Titt!
Security disana mengangguk tersenyum sembari menyeru, "pak!"
Diam sejenak ketika memasuki gerbang perumahan, Hilman lantas menoleh ke belakang, "itu tolong besek di belakang, coba ambil 2 untuk satpam."
"Oh," Ceren ikut menoleh mengikuti arah telunjuk Hilman ke bagasi belakang, dan meraih dua hampers dan besek berisi makanan.
"Pak Panjul, ini ada sedikit oleh-oleh dari saya buat bapak sama pak Yana."
"Wah, apa nih pak...repot-repot begini," ia melirik hampers yang sudah jelas terlihat bertuliskan ucapan syukur dan terimakasih dan kemudian membacanya.
...Terimakasih atas do'a restunya....
...Hilman & Ceren...
"Uluhh...uluhhh, kapan ini pak? Wah kenapa tak undang-undang nih, selamat e pak...." ia menyodorkan tangannya menghampiri lebih dekat kaca jendela dengan mata mengedar mencari pengantin perempuan, dimana ia menjumpai Ceren yang nyengir di bangku belakang, padahal pertama kalinya ia mendaratkan pandangan ke kursi samping pengendara.
"Terimakasih. Kalau begitu saya ke rumah dulu pak...." pamitnya ramah.
"Monggo pak. Monggo---sekali lagi selamat, terimakasih loh pak!" Hilman kembali melajukan mobilnya ke dalam menyusuri setiap bloknya dan tak sulit menemukan kediaman kepela sekolah ini, marena letaknya tak begitu jauh dari gerbang masuk komplek, sepertinya deretan rumah dengan harga yang lebih mahal ketimbang yang berada di blok belakang.
Halaman rumah yang tak terlalu luas, untuk ukuran seorang duda yang sibuknya bukan main, rumah Hilman cukup rapi dan terawat meski tak banyak sudut terisi barang. Hilman menghentikan laju mobilnya di depan pagar rumah coklat.
"Coba kamu turun, dibuka pagarnya biar mobil bisa masuk..." titah pertamanya sebagai seorang suami.
Ceren mengangguk dan turun, orang-orang tuh suruh bukain kancing baju gitu, resleting celana, sementara ia buka pagar besi, nice!
Untung saja ia sudah berganti pakaian terlebih dahulu tadi di rumah pak Baras, jika tidak...mungkin saat ini ia sudah kepayahan mendorong pagar besi dengan jariknya.
Hilman menggendong Kaisar dari bangkunya, meski dengan refleks Ceren membantunya menutup pintu mobil dan pintu pagar, terlihat seperti kerja sama yang kompak.
"Bawa saja barang-barangmu ke kamar itu..." tunjuk Hilman, sementara ia masuk ke dalam ruang lain yang sepertinya kamar Kaisar.
Gadis itu mengangguk dan mengedarkan pandangan menilai rumah yang dari sudut manapun rapi, mungkin tak ada waktu untuk penghuninya memberantakan rumah ini, wong Kaisar saja dititip seharian di rumah eyangnya, sementara Hilman sendiri menghabiskan waktunya di sekolah dan pabrik.
Ngga takut dihuni hantu, tah?
Sejauh matanya memandang tak ada foto ataupun barang wanita, mungkin Hilman sudah membuang semua yang bersangkutan dengan mantan istrinya, atau ia yang tak pernah kerajinan mengoleksi dan menghiasi rumahnya itu.
Bukan kamar belakang macam yang diberikan keluarga Gilang untuknya, melainkan kamar di ruang tengah sejajar dengan kamar utama, bahkan bersebelahan.
Hilman keluar membawa serta sepatu, dan kemeja yang baru saja ia lepaskan dari badan Kaisar, bapak cekatan...bahkan Ceren saja jika ia yang ditugaskan membawa Kaisar tadi, mungkin hanya akan menggeletakan saja bocah itu di atas kasur tanpa mau bersusah payah mengganti pakaiannya.
Terdengar lengu han lelah dari lelaki itu, dan gerakan selanjutnya adalah membuka kancing di pergelangan kemejanya, mengendurkan ikatan yang membelenggu barang sedikit setelah menjatuhkan baju kotor Kaisar ke dalam keranjang baju kotor di dekat ruang laundry yang berada di dekat ruang makan tersekat oleh dinding kaca.
Ceren masih berdiri di depan kamarnya mencoba meminta kunci kamarnya itu.
"Langsung masuk saja, tidak dikunci. Kuncinya menggantung di dalam." ucapnya seraya melengos masuk ke kamar sebelah.
"Kamar bapak di situ?" tanya Ceren cukup terkejut sekaligus penasaran.
"Iya. Kenapa?"
Ceren menggeleng, "ngga apa-apa, berarti kita sebelahan..." nyengirnya.
"Sejak saya beli rumah ini, kamar disini sebelahan."
Ceren mengangguk paham, "cuma nanya doang, pak. Ya udah saya masuk dulu lah, capek."
Kamar yang tak beda jauh besarnya dengan kamar di rumah Gilang. Ia menaruh tasnya sembarang bahkan sampe ngalangin pintu lalu menjatuhkan dirinya begitu saja di kasur, mungkin disinilah hubungan pernikahannya akan berjalan lebih lama. Menikah karena wasiat suami.....
Diliriknya tembok yang membatasi kamarnya dan kamar Hilman, lalu ia cekikikan sendiri.
"Kira-kira kalo kepsek tidurnya ngorok apa engga, ngences apa engga? Bisa gue jadiin bahan ghibahan di sekolah...." tawanya.
"Mas duda, next door nih kalo begini!" ia kembali cekikikan, "hah! Bisa kali ya, gue minta pak Hilman biar kerek nilai gue nanti, masa iya istri sendiri ngga lulus..." gumamnya.
Ia lantas memeluk guling dan terlelap tidur.
Hilman membuka kemeja yang melekat lengket di badannya, menyisakan kaos tipis yang mencetak badan.
Ting!
Ponselnya berdenting menyala, sebuah notifikasi yang tak begitu ia indahkan.
Mas, kamu sudah menikah lagi?
.
.
.
.
.
happy ending buat pasangan mas bodo dan cerenia, happy selalu bersama keluarga...makasih mbk sin, udah bikin novel yg greget kayak maa bodo
next, going to the next novel, gio adik bontotnya mas tama ya
kopi sudah otewe ya..