Dilema Selingkuhan

Kimy menyadari yang terjadi malam ini adalah kesalahan. Mengapa ia begitu pasrah menikmati aktivitas bercintanya dengan Aditya yang jelas-jelas sudah diketahuinya sebagai pria beristri? Kenikmatan dan hasrat memang seperti membuyarkan segalanya. Sementara itu, walau masih mabuk, Aditya tetap mampu merapalkan dengan jelas keinginannya untuk tetap menjalin kasih bersama Kimy.

Mereka tengah berbaring berhadapan. Karena tak ingin menatap Aditya, Kimy memilih memejamkan matanya. Sang CEO lantas menjamah wajah Kimy dengan tangannya. Menelusuri tiap jengkal paras manis Kimy dengan jemarinya sambil menatap Kimy dalam-dalam.

“I love you, Kim. I love you more,” bisik pria itu.

Satu ciuman diberikannya di kening Kimy. Setelah itu, sang CEO lantas berniat kembali mengecup bibir Kimy dengan lembut. Namun, baru juga lima detik berlalu, sang model cantik langsung menjauhkan wajah Aditya dari dekat wajahnya. Ia langsung membalikkan posisi, membelakangi Aditya. Sang pria yang merasa tertolak oleh Kimy pun tak tinggal diam. Aditya malah makin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Kimy. Dipeluknya badan Kimy dengan erat dari belakang. Tangan Aditya melingkar kuat di perut Kimy. Sesekali diciuminya bahu dan punggung atas Kimy yang tak tertutup selimut.

Menerima perlakuan Aditya yang seperti itu, Kimy hanya bisa menitikkan air mata. Dalam hati kecilnya, ia sudah sama sekali tak ingin sang CEO beristri itu bisa menjamahnya seperti sekarang. Gadis itu ingin benar-benar menutup celah hatinya untuk sang mantan kekasih. Daripada ia harus menanggung status sebagai selingkuhan. Jika bukan karena kondisi mabuk Aditya malam ini, pintu apartemen pun tak rela ia bukakan untuk pria itu.

Dengan masih memeluk erat Kimy, Aditya terlelap. Kimy pun tak punya pilihan lain selain ikut tidur. Yang jelas, setelah Aditya kembali sadar nanti, semuanya harus kembali normal. Kimy tetap tak mau kehilangan prinsipnya.

Ketika hari mulai pagi, Kimy pun terbangun. Tangan kekar Aditya masih melingkar di perutnya. Dengan kasar, disingkirkannya tangan kekar itu dari sana. Kimy segera bangun dan mencari pakaiannya untuk ia pakai kembali. Sedangkan, si pemilik tangan tadi akhirnya ikut terbangun juga. Pening masih terasa di kepalanya. Namun, kondisinya sudah lebih baik jika dibandingkan dengan semalam. Kesadaran Aditya sudah sepenuhnya kembali.

Sambil memegangi kepalanya, sang CEO ikut duduk melihat Kimy yang sudah terduduk di ranjang dengan pakaian yang kembali dipakainya. Aditya masih bisa mengingat apa yang telah terjadi semalam. Semalam mereka bercinta, walau masih ada ketegangan di antara mereka. Pria itu mendekati Kimy dengan tubuhnya yang masih polos tanpa pakaian. Ia kini mendekap Kimy dari belakang, dalam posisi duduk.

“Sayang... Kim, mas—

Belum selesai Aditya bicara, sambaran tegas Kimy langsung menyahut.

“Anda udah sadar, kan? Lebih baik pake baju Anda dan segera pergi dari sini.”

“Kenapa harus usir mas lagi, Sayang? Semalem bahkan kita—

“Itu hanya kesalahan yang seharusnya gak terjadi. Andai Anda gak mabuk berat semalem, saya gak akan terpaksa izinin Anda masuk.”

“Kim, kenapa? Kita gak perlu kayak gini, kan? Mas tau, kamu juga masih mencintai mas.”

“Lepaskan saya! Anda gak perlu sok tau soal perasaan saya.”

Kimy mendorong tubuh Aditya, memintanya untuk segera memakai baju, lantas kembali mengusirnya.

“Anda bisa pergi sekarang, kan! Atau perlu saya pake cara paksa?”

“Kim—

“Keluarlah, Tuan Aditya Pratama! Saya gak mau berurusan lagi dengan Anda.”

Pasrah diusir, Aditya keluar dari apartemen Kimy dengan terpaksa. Tadinya, ia pikir setelah semalam, Kimy akan melunak dan setuju untuk melupakan segala pertentangan mereka. Nyatanya, harapan Aditya tak terkabul. Kimy bahkan masih tak mau lama-lama berdekatan lagi dengannya. Sungguh malang nasib cinta mereka.

Aditya pun pulang ke rumah.

“Dit, kamu dari mana? Semalem kamu tidur di kantor?”

“Apa pentingnya buat kamu?”

“Apa kamu habis mabuk semalem? Kepala kamu masih pusing? Biar aku buatin air lemon buat kamu, ya.”

“Gak perlu sok perhatian, Sa. Aku gak butuh perhatian kamu.”

“Apa salahnya, sih, kalo aku sedikit peduli?”

“Sedikit pun, aku gak izinin kamu buat peduli sama aku. Kalo bukan soal Naya, kamu gak perlu tegur aku. Bisa, kan?”

“Tapi, Adit ... Dit, aku hanya—

Aditya naik ke kamarnya di lantai dua untuk mandi dan berganti pakaian. Pikirannya masih kacau memikirkan nasib hubungannya dengan Kimy. Pria itu tak ingin menambah masalah dengan meladeni Sasa dan memicu perdebatan.

Sarapan yang Sasa buatkan bahkan tak disentuhnya sama sekali. Setelah mengecup kening putrinya dan pamit padanya, sang CEO lebih memilih kembali ke kantor meskipun fokusnya masih belum bisa sepenuhnya tercurahkan untuk pekerjaannya. Di meja kantor, ia justru lebih sering sibuk memperhatikan potret manis Kimy dari ponselnya.

Setelah jam makan siang, Aditya kembali menyambangi lokasi pemotretan Kimy. Ia tetap tak bisa tenang sebelum bisa mengembalikan hubungan mereka seperti semula. Yang didapat Aditya di sana masih saja sama. Kimy enggan menemuinya. Gadis itu justru meminta Ice mengusirnya.

“Lebih baik Om pergi aja. Kim gak mau ketemu sama Om.”

“Ice, kasih saya waktu bicara sama Kimy sebentar aja. Saya harus bicara sama dia.”

“Tapi, Kimnya gak mau bicara sama Om. Dia pengin Om pergi dari sini.”

“Ce, saya mau selesaikan masalah kami. Biar saya nemuin dia sebentar.”

“Om, kenapa masih nekat, sih? Aku gak mau Kim sampe bete dan sedih lagi gara-gara Om.”

“Saya sayang sama Kim.”

“Kalo Om sayang sama dia, harusnya Om gak bohongin dia. Om sendiri yang udah ngecewain Kimy. Kim udah mulai lupain masalahnya dan semangat pemotretan lagi. Lebih baik Om jangan gangguin Kimy lagi!”

Ingin rasanya Aditya menerobos ke dalam. Ia hanya ingin menemui gadis pujaannya sekarang. Hampir saja pria itu juga berbuat kasar pada Ice. Namun, Aditya masih pikir dua kali. Jika ia juga sampai menyakiti Ice sekarang, yang ada Kimy akan lebih benci padanya.

Walau tak diberi kesempatan menemui Kimy, sang CEO tetap bertahan di sana. Memperhatikan Kimy dari kejauhan. Melihat senyumnya di depan kamera. Senyum yang begitu Aditya rindukan. Kimy bahkan tak peduli dengan keberadaan Aditya di sana.

Selesai sesi pemotretan ketiga, Kimy beranjak ingin istirahat di sofa. Namun, tiba-tiba ia hampir kehilangan keseimbangannya. Sepertinya Kimy sedang tidak sehat hari ini. Aditya yang menyaksikan itu, langsung menghampiri Kimy, tak peduli ia sebelumnya sudah terusir. Pria itu langsung memapah tubuh Kimy, tak membiarkan Kimy sampai jatuh.

“Sayang, are you ok? Kamu sakit, hm? Duduklah.”

“Ngapain Anda di sini? Jangan sentuh saya!”

“Kim, mas khawatir sama kamu.”

Kimy mulai tak bisa menahan pusing kepalanya. Aditya yang menyentuh dahi Kimy menyadari kalau saat ini Kimy demam tinggi.

“Astaga! Sayang, kamu demam. Mas anter ke dokter aja, ya.”

“Anda gak perlu peduliin saya. Saya gapapa.”

“Kimy... plis. Kamu demam tinggi. Yuk, kita ke dokter sekarang!”

“Lepasin saya!”

Seketika Kimy pun mulai oleng. Hingga akhirnya gadis itu pun tak sadarkan diri dalam pelukan Aditya.

“Sayang! Bangunlah! Kim, bangun, Sayang! Kamu denger mas, kan?” Kepanikan makin menyelimuti Aditya.