NovelToon NovelToon
Terjebak Permainan Tuan Galak

Terjebak Permainan Tuan Galak

Status: tamat
Genre:Tamat / Keluarga / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:260.8k
Nilai: 5
Nama Author: Kopii Hitam

Saran author, sebelum membaca novel ini sebaiknya baca dulu "Gadis Bayaran Tuan Duren" ya kak. Biar ceritanya nyambung.

Novel ini menceritakan tentang kehidupan putra dari Arhan Airlangga dan Aina Cecilia yaitu King Aksa Airlangga dan keempat adiknya.

Sejak tamat SMP, Aksa melanjutkan studinya di Korea karena satu kesalahan yang sudah dia lakukan. Di sana dia tinggal bersama Opa dan Oma nya. Sambil menyelesaikan kuliahnya, Aksa sempat membantu Airlangga mengurusi perusahaan mereka yang ada di sana.

Tak disangka sebelum dia kembali, sesuatu terjadi pada adiknya hingga menyebabkan sebuah perselisihan yang akhirnya membuat mereka berdua terjebak diantara perasaan yang seharusnya tidak ada.

Bagaimanakah kelanjutan ceritanya?

Jangan lupa dukungannya ya kak!
Semoga cerita ini berkenan di hati kakak semua.
Lope lope taroroh untuk kalian semua 😍😍

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TPTG BAB 24.

Setelah menenangkan diri, Aksa duduk di meja makan tanpa menunggu Inara keluar dari kamarnya. Dia sengaja menyantap sarapannya sendirian karena tidak sanggup menatap wajah gadis itu setelah apa yang terjadi barusan.

Jika saja Aksa tidak pernah tau bahwa Inara akan dijodohkan, Aksa pasti sudah menjadikan Inara miliknya tanpa harus memikirkan resiko yang akan dia hadapi setelah itu.

Tapi kenyataannya berbeda, Aksa tidak akan mungkin sanggup melepaskan Inara setelah menjadikan gadis itu miliknya. Aksa tidak berani mengecewakan Hendru yang sudah membesarkannya seperti putra kandungnya sendiri.

Setelah makanan di piringnya habis, Aksa meninggalkan meja makan dan masuk ke dalam kamarnya. Baru saja Aksa membaringkan diri di atas ranjang, dia harus bangun lagi saat mendengar nada dering panggilan yang berasal dari ponselnya. Segera Aksa mengangkatnya dan duduk di atas sofa.

"Halo Pa," jawab Aksa.

"Halo Aksa, bagaimana keadaan di sana Nak?" tanya Arhan.

"Semuanya baik Pa, tumben pagi-pagi begini sudah menelepon. Ada apa Pa?" Aksa balik bertanya.

Arhan mulai membicarakan sesuatu yang penting kepada Aksa. Saat Arhan berbicara, Aksa mendengarnya dengan seksama. Tiba-tiba Aksa terperanjat hingga manik matanya hampir saja keluar dari tempatnya.

"Apa yang Papa bicarakan?" tanya Aksa dengan air muka sedikit panik.

"Kamu jangan berlagak bodoh Aksa! Papa sudah tau semuanya, kamu pikir Papamu ini anak kecil yang bisa kamu tipu. Sejak awal kamu pindah ke Seoul, Papa sudah menaruh mata-mata untuk mengawasi pergerakan kamu. Papa juga tau kalau kamu adalah bos muda dari salah satu organisasi rahasia." ungkap Arhan.

"Pa... Aksa..."

"Kamu tenang saja, Papa tidak akan pernah membocorkan rahasia ini pada siapapun. Untuk saat ini hanya Papa dan Om Baron lah yang tau tentang ini. Tapi Papa ingin kamu jujur akan satu hal, jangan ada rahasia diantara kita!" pinta Arhan memotong perkataan Aksa.

"Jujur soal apa Pa?" Aksa mengerutkan keningnya. Dia benar-benar bingung memikirkan maksud ucapan Arhan.

Lalu Arhan menanyakan semua yang ingin dia tanyakan dan menuntut Aksa untuk jujur meski sudah melakukan kesalahan sekali pun.

Aksa yang mendengar permintaan Arhan mau tidak mau terpaksa jujur dan menceritakan semuanya tanpa ada yang dia tutupi.

Dari seberang sana, seringai tipis melengkung di sudut bibir Arhan. Dia mengatakan kalau dia sekarang ada di pihak Aksa dan menyuruh Aksa melanjutkan rencananya. Dia dan Baron akan mendukung Aksa karena mereka sendiri memang menginginkan hal itu.

Setelah sambungan telepon itu terputus, Aksa kembali melenggang menuju ranjang dan berbaring sambil menarik selimut tebal. Cuaca yang sangat dingin membuat matanya mengantuk sebab semalam dia hanya tidur selama satu jam saja karena terus-terusan memikirkan Inara.

Di luar sana, Inara sudah duduk di meja makan setelah mendapati sepiring nasi goreng yang masih utuh di atas meja. Tanpa pikir, Inara langsung menyantapnya hingga tandas.

Usai mengisi perut dan mencuci piring kotor, Inara menguncir rambutnya seperti ekor kuda lalu masuk ke kamar mandi yang ada di bagian belakang. Inara memasukkan kain kotor ke dalam mesin cuci dan memutarnya.

Sambil menunggu mesin cuci berhenti bekerja, Inara duduk di ruang tengah sambil membuka ponselnya. Inara ingat betul kalau tadi dia melihat Akbar hingga tanpa sadar menariknya ke dalam kamar. Tapi setelah pria itu menghilang, Inara menganggap hal itu hanyalah sebuah mimpi karena saat membuka mata posisinya tengah terbaring di atas tempat tidur.

Lalu Inara membuka chat yang pernah dia kirimkan kepada Akbar dan mencoba menghubungi nomor tersebut. Masuk tapi tidak diangkat sama yang punya ponsel, akhirnya Inara memilih mengirimkan beberapa pesan saja. Dia berharap kali ini Akbar mau membalasnya.

Satu jam berlalu, Inara meninggalkan ponselnya di atas sofa dan kembali ke belakang untuk menjemur pakaian yang sudah selesai dicuci. Karena diluar masih hujan, Inara menjemurnya di dalam ruangan saja.

Siang hari, Inara masih asik menyetrika pakaian yang sudah kering. Aksa keluar dari kamar dan melangkah menuju dapur. Dia menuang air putih ke dalam gelas dan meneguknya hingga tandas.

Setelah itu Aksa berjalan menuju sofa dan menekuk kakinya di sana. "Tidak ada makanan yang bisa dimakan?"

Ucapan Aksa itu sontak membuat Inara mendongakkan kepalanya. "Aku bukan babu mu. Jika kau lapar, masak saja sendiri! Di luar juga banyak yang berjualan, beli saja sana!"

Aksa mengerutkan kening dan menggigit bibir bawahnya. Cara Inara berbicara barusan benar-benar membuatnya gemas hingga ingin sekali mengigit bibir mungil itu.

"Sepertinya sudah lama sekali aku tidak menggigit bibirmu itu. Apa mau aku gigit sekarang?" Aksa menajamkan tatapannya dengan bibir terangkat naik.

"Jangan kurang ajar! Sudah untung aku mau mengizinkanmu tinggal di rumah ini. Jika kau berani menggangguku, aku tidak akan segan-segan mengusir mu dari sini!" ancam Inara dengan tatapan tak kalah tajamnya.

"Coba saja kalau kau berani!" tantang Aksa.

"Oh, jadi kau benar-benar ingin menantang ku. Baiklah, jangan sebut namaku Inara kalau aku tidak berhasil menghalau mu keluar dari rumah ini!"

Inara mencabut colokan setrika yang menancap pada steker listrik dan membawa setrika panas itu ke hadapan Aksa. Tatapannya terlihat membunuh seakan benar-benar ingin menempelkan perut setrika itu ke wajah Aksa.

"Inara, jangan gila! Itu panas loh, kau bisa saja membakar kulitku." Aksa menelan air liurnya dengan susah payah dan beringsut dari duduknya.

"Memang itu yang aku inginkan, aku ingin membakar wajahmu agar tak semena-mena lagi terhadapku." Inara semakin menyodorkan perut setrika itu ke wajah Aksa.

"Jangan Inara, kau bisa merusak ketampanan ku!" Aksa semakin mundur dan terhenti di gagang sofa sehingga tak bisa mengelak lagi. Air mukanya memucat karena takut Inara benar-benar melakukannya.

"Sayangnya aku ingin sekali melakukannya." Inara menarik sudut bibirnya, dia sangat puas melihat ketakutan di wajah Aksa.

"Jangan gila Inara! Ingat, aku ini adalah kakakmu! Kau tidak akan tega padaku kan?" Air muka Aksa nampak memelas mengatakan itu.

"Siapa bilang aku tidak tega? Kau ingin aku membuktikannya kan?" Inara semakin mendekat hingga jarak wajah Aksa dan setrika itu hanya tinggal beberapa senti saja.

"Inara..."

Mau tidak mau, Aksa terpaksa mencengkram tangan Inara dengan kasar hingga setrika itu terlepas dari genggamannya dan terjatuh di bahu Aksa lalu berguling ke kaki Inara.

"Aww..." Aksa meringis.

Beruntung dia dengan cepat membangunkan diri dan menggendong Inara agar kakinya tidak terkena setrika panas itu.

Inara membulatkan matanya dengan sempurna. Dia tak menyangka Aksa akan menyelamatkan dirinya meski bahu Aksa sendiri sudah terbakar.

"Aww..." Aksa lagi-lagi meringis.

Dia kemudian menurunkan Inara di atas sofa dan berlalu begitu saja memasuki kamarnya.

"Kak Aksa..." Inara berteriak tapi Aksa sama sekali tidak menggubrisnya.

Setibanya di kamar, Aksa membuka seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya dan berdiri di depan cermin memandangi luka bakar yang membuat kulit bahunya melepuh. Benar-benar perih hingga mata Aksa berkaca dibuatnya.

Bersambung...

1
Anita Choirun Nisa
keren thor
Adila Ahmad
bgus
Aurora
Luar biasa
Ruk Mini
happy.. happy... seneng..bgt
Kopii Hitam: setia maksudnya 😄
Kopii Hitam: halo kk, maacinaaa udah setiap baca novel receh aku. Maaf kalau ado kurang2 ya kk, maklum masih pemula 🙏
total 2 replies
Ruk Mini
bisac.bunting madal ye thorrr..😆😆😆kau adil thorr
Ruk Mini
happy..smua...
Ruk Mini
Alhamdulillah..slamat ya mamud
Ruk Mini
heran ye pd gede ambek ... hadeuhhhh
Ruk Mini
dih..ko gtu sehh
Ruk Mini
kesian kau sar. sabar y nenk
Ruk Mini
roman .roman ye inara hamidun ye thorrr
Ruk Mini
sabar.. sabar...
Ruk Mini
dih...pake drama..sih dh tau ade bom..bank..bank...cari penyakit aje
Ruk Mini
tamat kau ciwi 😖😖😖
Ruk Mini
tuntas ye bank...smoga awet.ampe loucing debay y
Ruk Mini
ga ada kapok-kapok y ye
Ruk Mini
ky bocah..lo pa ..pa .
Ruk Mini
krjam kau bank ak..ngerjain org tua
Ruk Mini
bank baron ..kau ga enak y sm Boss mu .. sabar.. sabar..
Ruk Mini
ulu...ulu .babank ar. bisa ae
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!