Karya lama telah di sentuh lagi. Kali pertama menuliskan cerita semasa sekolah dulu. Cerita paling pertama ku buat, mengulang tentang penilaian dari cover dan mengatai matre cukup tersenyum getir. So, jangan pernah nilai dari penampilan melainkan isi buku 💕
***
Cantika merasa terlalu pendam sunyi begitu lama dan tidak menerka kalau ada kidung menyapa sangat kaku penuh malu, dibungkusi hangat dan harmonis yang tersemat pada sosok Randy Anggara. Teman sejurusan sendiri mengungkapkan perasaannya depan banyak teman dalam kelas.
Halaman-halaman simfoni manis terawat sangat baik, sampai pada akhirnya Cantika harus bersitatap pada takdir tak menyenangkan, ketakrestuan orangtua Randy.
"Dia bilang saya matre?!" Menyuarakan protes.
Benar. Kidung berbungkus matre berdasarkan pengamatan orangtua Randy.
Tapi, Cantika harus berada pada posiai nestapa atau cuek sebelum mengenal Randy? []
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adinda Shintya Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keinginan itu...
“Mendiskusikan seputar aroma-aroma jannah, ada sebuah hidayah yang mengenakan juntaian manis tanpa menarik perhatian mantan kekasih, salah paham lagi?”
📖📖📖
Cantika sudah lama sekali menunggu hari di mana duduk bincang jannah, liqo bersama sahabat yang memang mengenalkan lingkup penuh ketenangan tersebut.
Sayang, tidak semua cirlce dakwah memiliki hati luas dan ternyata menaruh dendam, tertera sangat kentara sekali lewat bola mata salah satu akhwat menatap sinis, tidak tahu di mana letak salah gadis itu.
“El, tuh orang kenapa sih?! Matanya pen saya colok deh, percuma belajar agama tapi tidak ada akhlaq.” Pernah Cantika langsung menyemprotkan protes saat selesai pulang dari kajian.
“Sama, heran juga sih sama dia, kenapa bisa ada orang kayak begitu?” Bahkan Elvira juga bingung.
Sembari menunggu kedatangan sahabatnya jemput, bermain-main sedikit dengan pintu memoar dari Randy, boleh kan?
Oke. Kala itu Cantika melihat tempat duduk yang ada di depan jendela kelas, lalu di sodorkan pesawat buatan Randy, ada senyum malu di sana.
“Sayang buka yah? Trus baca sekarang.” Kata Randy dengan tersipu malu.
Sempat ada kebingungan di wajah gadis itu, apa arti maksud sang kekasih? Tapi, tanpa menunggu waktu panjang langsung buka.
Di sayap sebelah kanan for : 24 dan sayap sebelah kiri by : haver buat Cantika senyum-senyum malu. Sudah membuka keseluruhan kertas tersbut, di bawah ada tulisan open n read, “nah, sekarang Sayang baca keras-keras, biar saya dengar.” Randy memerintahnya.
“Aku suka kamu.” Sangat lantang mengucapkan kalimat yang ada dalam kertas di sodorkan oleh Randy. Ada gemuruh dalam dada, saat melantangkan kata-kata tersebut yang langsung dibalas senyum merekah dari cowok itu.
“Tapi, sekarang bukan suka lagi tapi aku sayang kamu. Love you Sayang.” Timpal Randy sambil mengacak pelan rambut kekasihnya itu.
Cukup. Menutup kembali pintu masa lalu dan mengenakan kaos kaki, karena Elvira sudah sampai.
“Bagaimana hapalanmu yang tadi malam?” Cantika membuka obrolan.
“Belum semua eh, hanya tiga ayat yang saya hapal, kalau kamu?”
“Belum sama sekali.” Cengir tanpa dosa di perlihatkan gadis itu, cukup mengundang kesal dari Elvira.
Walau bukan hanya di sekolah malas, melainkan dalam halaqoh juga sama. Hah, sebisa mungkin mendekatkan sahabatnya dengan jannah, tidak mau memaksa melainkan prantara menjemput sebuah hidayah.
Melihat ketertarikan Cantika dengan halaqoh tak menutupi kemungkinan dalam menarik lebih jauh hingga melihatnya suatu hari nanti mengenakan jilbab, insyaallah.
Pun, bisa dalam hal melupakan sosok cowok yang memang terus-menerus menjadi bahan cerita setiap kali ngumpul berdua baik itu makan, jalan-jalan sekitar sentani menggunakan motor.
Nah, kalau sudah berada dalam halaqoh, hanya ada pembahasan, “ih, Elvira curang, kenapa hapalan quranku belum ada kemajuan?” Ngambek, karena sudah lebih di lomba oleh sahabatnya.
“Haha, siapa suruh main HP trus. Sudah di bilang ayo sama-sama hapalan, ndak mau.” Justru di ledek bukan main dari Elvira.
Tidak, amarah itu takkan di perlihatkan selain rasa cemburu dan ngambek sudah jauh dari langkah sahabat sendiri, hapalan quran bisa di pertahankan.
“Jadi, kapan mau pakai jilbab ke sekolah?” Elvira tiba-tiba bertanya.
“Aih, belum dulu deh? Soalnya tahu sendiri toh, kalau kadang lepas-pakai, trus saya senangnya pakai pas ada kajian begini.” Cantika membalas dengan kekehan kecil.
Sebenarnya sudah ada keputusan, tapi belum siap mengumandangkan ke sahabat sendiri.
Beberapa minggu berlalu ..
Angin sore meniup-niupkan sebuah asa di balik keinginan itu serta omongan sahabat beberapa minggu lalu mengenai kapan pakai jilbab.
“Ma, boleh pakai jilbab ke sekolah?” Kata Cantika, penuh semangat.
Jujur, saat melantangkan kalimat tersebut, ada ruas-ruas haru di dekap Cantika, penuh asa.
Ada sorot-sorot keraguan dari ibunda. Sedikit, tidak menyakinkan ananda bisa mengenakan jilbab bukan sekedar fashion melainkan memang betul dari hati sendiri, bukan juga paksaan.
Beliau membuang napas lelah, “boleh saja sih, tapi, kembali lagi ke kamu. Mau kah pakai dan jangan lepas pakai, bisa?” Kata beliau dengan nada keyakinan.
Mama tidak pernah melarang atau memaksa seperti halnya anak perempuan sudah balik di luar, hanya mengingatkan dan kapan siap menjadi lebih baik. Pun begitu juga dengan memakai jilbab, tidak ada paksaan sama sekali yang selalu buat sahabat cemburu, bisa dari kita sendiri dan dorongan keluarga dalam berhijrah. Elvira sendiri dalam rumah sudah di tegaskan harus pakai jilbab, sudah dari kecil pula.
Hm, benar juga yang dikatakan Mama, mengharuskan dari dalam hati untuk mengenakan jilbab, bukan karena ikut-ikutan. Tapi, keinginan itu kenapa tidak bisa terlantang dengan tegas dari mulut Cantika? Bahwa memang mau berjilbab bukan trend atau di paksa.
Tahu, masih belum konsisten dalam mengambil langkah hidup, selalu bergantungan dengan pendapat orang lain termasuk di Elvira sendiri. Maka dari itu, memerlukan sebuah jemari-jemari ikhlas dan ramah dalam merangkul saat nafsi kehilangan tujuan lagi.
Senang, oke tidak bisa mengelak kalau ada perasaan hangat menjalar ke seluruh tubuh jikalau menatap wajah di cermin mengenakan jilab.
Thanks yah El, karna sudah ajak ngaji dan main ke toko trus beli jilbab, gumam Cantika dalam batin.
Sangat antusias sekali saat menemani Elvira berbelanja jilbab baru, tangan gadis itu sambil mengelus dengan senyum miring campur khawatir, apakah bisa dan sanggup tidak lepas-pakai ke sekolah?
Esok hari, bismillah ku mengenakai hijab ke sekolah walau masih ada keraguan dalam hati, tetap tak melepasnya. Juga penampilannya yang dulu pakai rok di bawah tulut sekarang di bawah telapak kaki dan sudah membeli seragam baru, lengan panjang.
Satu yang bisa di rasakan Cantika saat ini, senyum mengembang saat sudah selesai pakai jilbab yang memang sedikit brantakan yah, tidak serapi Elvira.
“Tik!” Seru Elvira.
Mereka bertemu di parkiran, lalu berhamburan sangat heran campur senang lihat Cantika hari ini mengenakan jilbab ke sekolah.
“Eh, sudah datang toh?” Justru di sambut dengan wajah bingung dari Cantika.
Walau sisi lain, sangat nervous. First time menggunakan jilbab dan sahabat orang pertama yang melihat itu. Lalu ada anggukan kecil dari Cantika,
“Ah, betul kah? Yakin nih, tidak lepas pake?” Sahut Elvira sangat tak percaya.
Tolong kah, yang namanya sahabat pasti merangkul, bukan? Kenapa harus ada kalimat mematahkan asa dalam mempertahankan juntaian jilbab?
🧭🧭🧭
Belum lama mengenakan hijab, sudah lepas lagi.
Sedikit risi karena mereka melihat sangat mengganggu rutinitas Cantika, apa yang salah sih, hingga buat nafsi melepas lagi.
Bodoh amat, tidak memedulikan lagi omongan mereka yang melihat dia lepas lagi. Mereka bukan tuhan.
Pelan-pelan mencoba lagi, kenapa ada yang tidak beres, selalu gelisah. Walau sudah kembali pakai jilbab lagi ke sekolah.
“Dasar..permainkan jilbab sekali!” Sempat Yahya mencibir dengan terang-terangan.
Kalau bisa Cantika ladenin, mungkin sudah beradu mulut dan perang lagi di kawasan sekolah. Hanya malas menggubris mulut-mulut tak bertuhan itu, buat apa menghabiskan waktu melayani hal unfaedah, hah?!
Lagi dalam proses pembelajaran, mengharuskan di tuntun bukan justru di cibir pedis. Kenapa sih?
El, Cantika cantik loh kalau dia pakai jilbab. Dan saya harap dia tidak akan pernah lepas.
“Ah, kenapa sih kalimatnya Randy muncul lagi?!” Ketus Cantika, saat dalam perjalanan pulang diatas motor.
Tadi di panggung sekolah, “sebentar ada liqo kah?” Cantika bertanya dengan menggebu-gebu.
“Kayaknya tidak ada deh, Tik. Cie..yang semangat ngaji! Pulang sekolah kita ke toko baju kah? Cari jilbab couple?”
“Maaf, soal beberapa minggu belakangan ini soal jilbabku?” Getir Cantika.
Untuk ini ingin sendiri dulu, nanti baru ke toko baju, mau menata hati sedang terluka karena omongan pedis mereka yang tidak tahu Cantika lagi belajar, bukan mempermainkan suatu kewajiban sebagai muslimah.
“Yang namanya manusia, tidak sempurna, wajar ada salah. Asal ada kemauan belajar dari kesalahan itu.”
Elvira sendiri tahu persis kalau sahabatnya masih belum terlalu memantapkan jiwa untuk mengenakan jilbab, kan? Ok, fine, ada kesenangan yang tidak bisa dijelaskan ke mulut-mulut mereka takkan mampu memahami isi kepala kita, karena memang semua manusia bebas dalam berpendapat, bukan?
Namun, kali ini sangat keterlaluan, apalagi si biang masalah cari perkara, sensasi di sekolah, Yahya, wajar dan tidak terkejut lagi mendengar mulut tak berkeprimanusiaan.
Oh benar juga, ada satu orang yang terkejut campur senang, “Cantika?! Ih, kapan kamu pake jilbab? Saya baru lihat, cantik loh.” Rina, langsung memuji.
Itu kali pertama Cantika mengenakan jilbab dan pulang sekolah memutuskan buat main-main ke pondok sahabatnya, tidak masuk sekolah karena sakit perut, biasa lagi PMS.
Sekarang, tidak tahu harus menjelaskan kesalah pahaman mereka dari mana?
Hah. Membuang napas kasar, sudah melebar luas sebuah cerita hoaks, yang bahkan lepas-pakai sebuah jilbab di kepala Cantika bukan karena mencari-cari perhatian agar bisa balikan dengan mantan.
“Apa sih?! Tidak jelas sekali kah jadi manusia! Toxic sampee..” Gusar Cantika sendiri.
Tanpa sadar membanting pintu kamar sambil merasakan deru napas berpacu sangat kencang dari biasanya, pusing dan amarah siap meledak. Namun, berusaha untuk menahan emosi sudah meletup-letup dalam dada.
Melihat sebuah pisau cutter berada diatas meja belajar, kenapa sorot itu dipenuhi oleh psikopat. Menginginkan sayat tangan, serius.
“Can?” Panggilan ibunda, dapat menyelamatkan gadis itu dari irisan tangan pakai benda tajam yang barusan di liriknya, sangat tajam campur horor sendirian dalam kamar.
“Yah, Ma?” Langsung membuka pintu kamar.
“Beli kan sayur kangkung dulu di pasar sama tahu, kamu kan paling senang makan tahu sama sayur itu toh? Hm, cepat, ini uangnya.”
Lagi, pikiran melayang dan sedikit kosong campur tawa-tawa menyeringai tipis saat menuju ke pasar.
Artikel mengenai PTSD yang diberikan oleh Elvira beberapa bulan lalu, mengingatkan pada nafsi, apakah sudah berada dalam fase kurang baik dan butuh dampingan orang rumah?
Menggeleng, hanya menatap arah jalan dengan kosong. Di tambah badan-badan berasa remuk, padahal tidak melakukan apa-apa. []
-POSESSIVE PILOT
-"AFFAIR WITH UNCLE++"
-My best friend's Daddy is my husband
-Pengantin Pengganti Tersakiti