jhos pria sukses yang di kenal sebagai seorang mafia, mempunya kebiasaan buruk setelah di selingkuhi kekasih hatinya, perubahan demi perubahan terjadi dia berubah menjadi lebih kejam dan dingin, sampai akhirnya dia tanpa sengaja membantu seorang gadis mungil yang akan menjadi penerang hidupnya. seperti apakah kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Nisa menyadari bahwa gerakan Jhos telah berhenti. Ia pun menoleh dan mendapati pria itu sudah terlelap. Perlahan, Nisa bangkit dari tempat tidur dan membuka laci meja di samping ranjang. Dari sana, ia mengambil sebuah pil—sudah dipersiapkan sebelumnya, sebagai langkah berjaga-jaga jika Jhos melakukan hal yang tidak diinginkannya. Setelah menelan pil itu, Nisa kembali berbaring, memeluk tubuh Jhos, dan membiarkan dirinya tenggelam dalam ketenangan sesaat.
Keesokan paginya, Nisa terbangun dan mendapati tempat di sampingnya telah kosong. Jhos tak terlihat. Ia segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka, dan Sisi muncul dengan wajah ceria.
“Kakak Cantik, sudah bangun? Ayo temani aku main!” seru Sisi, antusias.
Melihat semangat adik kecil itu, Nisa hanya tersenyum hangat dan mengangguk. “Iya, ayo. Tapi kita sarapan dulu, ya. Kakakmu sudah sarapan belum pagi ini?” tanyanya, sekaligus mencari tahu keberadaan Jhos.
“Tadi dia langsung pergi ke kantor. Katanya sarapan di luar. Tapi nanti kita sarapan bareng wanita jelek itu di rumah,” jawab Sisi santai.
“Wanita jelek?” Nisa mengerutkan dahi, tak mengerti siapa yang dimaksud.
“Siapa lagi kalau bukan dia yang selalu merebut kakakku dariku,” sahut Sisi kesal. Nisa akhirnya paham siapa yang dimaksud gadis kecil itu.
Saat mereka turun ke dapur, Nisa berniat untuk memasak, tetapi langkahnya terhenti saat melihat seorang wanita paruh baya sibuk menyiapkan sarapan.
“Oh, Non sudah bangun. Silakan langsung ke meja makan. Sarapannya sudah siap,” ujar wanita itu dengan senyum ramah.
“Saya pembantu baru di rumah ini, Non. Mulai sekarang saya yang akan mengurus semua pekerjaan rumah. Nama saya Salmah, panggil saja Bibi Salmah,” lanjutnya.
Nisa mengangguk sopan. “Baik, Bibi.”
“Ayo, Kakak Cantik! Kita makan!” seru Sisi sambil menarik tangan Nisa.
Mereka bertiga duduk di meja makan—Nisa, Sisi, dan Anita. Sepanjang sarapan, Anita tak henti melempar tatapan tajam penuh emosi ke arah Nisa. Ia tahu, Jhos tidur di kamar Nisa tadi malam—jelas terlihat ketika Jhos keluar dari kamar itu pagi tadi.
“Kak, semalam aku ke kamar kakak karena nggak bisa tidur. Tapi kamarnya terkunci. Aku dengar suara kakak dari dalam. Sepertinya kakak lagi mimpi,” celetuk Sisi polos.
Nisa nyaris tersedak makanan yang belum ditelannya. Ia menatap Sisi dengan panik, sementara Anita mengangkat alisnya, ekspresinya makin gelap.
“Ya... Kakak cuma mimpi kok. Nggak ada apa-apa,” ujar Nisa cepat-cepat, wajahnya memerah. Ia tidak menyangka Sisi sempat datang ke kamarnya. Untung saja pintunya terkunci.
Anita mendengus, meletakkan sendok garpu dengan kasar, lalu berdiri dan pergi meninggalkan meja makan tanpa sepatah kata. Nisa menatap kepergiannya dengan perasaan campur aduk—lega sekaligus cemas. Dalam hati, ia merasa Anita kini menyadari bahwa Jhos mencintainya, bukan wanita itu.
Anita keluar dari apartemen dengan emosi yang meluap. Ia masuk ke mobil dan melaju, berharap udara luar bisa menenangkan pikirannya.
Sementara itu, setelah selesai sarapan, Nisa dan Sisi kembali bermain di taman. Sisi sempat mengajak Nisa pergi ke taman kota, tapi Nisa menolak dengan alasan harus minta izin Jhos lebih dulu.
“Kakak Cantik, kakak masih kuliah?” tanya Sisi tiba-tiba.
“Masih. Minggu depan mulai masuk lagi,” jawab Nisa, tersenyum.
“Kalau gitu, aku juga mau kuliah bareng Kakak Cantik! Nanti biar Kak Jhos yang urus semuanya,” kata Sisi penuh semangat.
Sore harinya, Jhos pulang lebih awal dari biasanya. Setelah memasuki kompleks apartemen mewah itu, ia sempat melirik ke arah taman, namun tak menemukan sosok Sisi maupun Nisa.
Begitu tiba di dalam, Jhos langsung menuju kamar adiknya. Ia mendapati Sisi tengah sibuk di meja belajarnya.
“Hai, adik kesayangan Kakak. Lagi ngapain nih? Sibuk banget kelihatannya,” sapa Jhos sambil mendekat.
“Ini, Kak. Aku lagi siap-siap buat kuliah minggu depan. Aku mau kuliah bareng Kakak Cantik. Daftarin aku di tempat yang sama ya, Kak. Aku mau satu kelas dengannya,” ujar Sisi penuh semangat.
Jhos tersenyum lembut. “Apa sih yang nggak buat adik Kakak? Baiklah, minggu depan kamu akan mulai kuliah bareng Kakak Cantik,” katanya sambil memeluk Sisi.
Baginya, tidak ada yang terlalu sulit untuk diwujudkan selama itu demi kebahagiaan adiknya.
“Oh ya, Kakak Cantik di mana?” tanya Jhos sambil melirik sekitar.
“Dia di kamarnya. Tadi aku suruh dia nggak bantuin aku, biar dia tahu aku pintar,” jawab Sisi penuh percaya diri.
“Baiklah. Kamu lanjut ya, tapi jangan sampai kecapekan,” ujar Jhos sebelum keluar dan menuju kamar Nisa.
Saat membuka pintu, ia mendapati Nisa tengah fokus di depan laptop. Dengan langkah pelan, ia mendekat dan memeluknya dari belakang, mencium lehernya penuh hasrat.
“Lagi apa, Sayang? Kelihatannya serius banget,” bisik Jhos sambil terus menciumi leher Nisa.
Nisa sedikit terkejut. “Kamu mengejutkanku. Aku sedang kerjain materi kuliah. Kenapa kamu cepat pulang? Dan kenapa malah ke sini?”
“Karena aku rindu,” bisik Jhos lembut. “Boleh nggak aku minta sekarang?” tanyanya, sambil menyusupkan tangannya ke dalam baju Nisa, meraih bagian sensitif tubuhnya.
Namun Nisa segera menepis tangan Jhos dan menatapnya tajam. “Jhos, jangan kurang ajar! Aku lagi ngerjain tugas. Lagi pula, adikmu bisa aja masuk ke sini. Aku nggak mau dia lihat hal-hal yang nggak pantas.”
Tapi Jhos tetap tak peduli. Ia mulai membuka kancing baju Nisa perlahan dan membisikkan kata-kata lembut di telinganya. “Tenang saja, Sayang. Sisi lagi sibuk di kamarnya. Aku tahu dia. Kalau sudah fokus, dia nggak akan peduli sekitar. Ayolah...”
Nisa menghela napas panjang, lalu menatap Jhos dalam-dalam. Suaranya pelan, namun penuh perasaan. “Kadang aku kesal dengan sikapmu... Tapi aku mencintaimu. Aku cemburu saat kamu bersikap manis ke wanita lain di depanku. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapamu. Meski begitu... aku nggak akan menyerah untuk mendapatkanmu. Karena aku benar-benar mencintaimu.”
jhos mendengar ucapan Nisa itu, dia menutup laptop Nisa lalu menarik Anisa ke dalam pelukannya lalu berkata.
"Nisa aku juga mencintaimu, tapi aku tidak bisa menghiraukan Anita, dia pernah menolongku dan sebagai balasannya aku berjanji kepada ayahnya untuk menjaganya, kamu tenang saja antara aku dan dia hanya sebatas adik kakak," jhos menjelaskan semuanya kepada Nisa lalu jhos mulai mencium bibir Nisa, sampai mereka benar-benar tidak bisa bernafas baru melepaskan ciumannya.
"Sayang aku menginginkan gaya yang berbeda, kita melakukannya sambil berdiri," ucap jhos sambil membuka semua pakaian Nisa, Nisa menolak dia meronta berusaha melawan.
"Jhos aku belum berkata setuju kenapa kamu semau-maunya lepaskan, nanti sisi bisa masuk," ucap Nisa melawan tapi dia Tanpa sadar ternyata bajunya sudah di buka semuanya oleh jhos semudah itu.
" Adik aku tidak akan masuk sayang kamu tenang saja, dan aku tidak perlu persetujuan darimu sayang karena aku tau kamu juga menginginkannya," ucap jhos lalu menghentakkan pinggulnya dan berhasil memasuki selangkangan Nisa dari belakang.
"Kakak cantik buka pintunya aku mau menunjukkan sesuatu," tiba-tiba suara sisi memanggil dari luar sambil mengetok pintu.
Nisa langsung mencubit pantat jhos setelah mendengarkan panggilan sisi.
"Jhos adikmu memanggilku cepat hentikan," ucap Nisa menyuruh jhos menghentikan semuanya.
"Kamu tenang saja,"
"Sisi, kakak cantik sedang mengerjakan sesuatu, kamu kembali dulu ke kamar tunggu dia di sana nanti dia akan menyusul mu," teriak Jhos ke arah luar pintu.
"Boleh aku membantu?," Jawab sisi dari balik pintu.
"Tidak usah, kakak sudah yang membantunya biar cepat selesai,"
"Baiklah, jangan lama- lama ya ada yang penting yang harus ku tunjukkan," ucap sisi dengan polosnya percaya lalu kembali ke kamarnya.
Jhos berhasil membohongi adiknya yang polos itu.
"Jhos kamu membohonginya," ucap Nisa kesal lalu mencubit jhos lagi yang masih bergerak di belakangnya.
"Dari pada aku jujur, emang kamu mau aku jujur?," Tanya jhos tersenyum.
"Tidak juga sih tapi kan kamu bisa menghentikannya," ucap Nisa dengan kesal karena laki-laki mesum di belakangnya masih saja bergerak semaunya.
"Tapi aku menginginkanmu sayang, kamu nikmati saja ya," jhos mempercepat gerakannya lalu menggendong tubuh Nisa ke arah tempat tidur dan menghantamnya lagi.
"Tapi harus aku jawab apa nanti kalo dia bertanya aku sedang sibuk ngapain, tadi pagi saja dia bertanya karena dia mendengar suara kita tadi malam dia mau ke kamarku," ucap Nisa sambil mengikuti gerakan jhos agar semuanya cepat tuntas.
"Kamu bilang saja sedang memijat ku," jawab jhos tersenyum membuat Nisa semakin kesal.
Hampir satu jam lebih baru semuanya tuntas dengan cepat Nisa berlari ke kamar mandi lalu membersihkan tubuhnya dan keluar menuju kamar sisi.
Jhos hanya tersenyum melihat tingkah Nisa yang semakin peduli terhadap adiknya. Setelah itu, dia keluar dari kamar Nisa dan kembali ke kamarnya sendiri, lalu tidur karena kelelahan.
"Kakak cantik, sudah selesai? Tapi kenapa napas kakak ngos-ngosan begitu?" tanya Sisi penasaran. Dia heran karena Nisa hanya mengerjakan sesuatu, tetapi napasnya terdengar berat.
"Oh... tadi kakak berlari ke kamarmu, jadi napas kakak begini," jawab Nisa berbohong. Meskipun memang tadi dia sempat berlari, alasan itu tak sepenuhnya menjelaskan napasnya yang terengah-engah.
"Katanya mau menunjukkan sesuatu yang penting, mana? Ayo, tunjukkan," lanjut Nisa, mengalihkan perhatian Sisi agar dia melupakan rasa curiganya. Usaha Nisa berhasil.
"Ini, Kak! Coba lihat, apa aku sudah cocok untuk kuliah?" kata Sisi sambil memperlihatkan laptopnya yang menampilkan soal-soal matematika yang telah ia kerjakan. Di layar, terlihat bahwa Sisi telah menyelesaikan 50 soal matematika yang sulit dengan jawaban yang benar.
Nisa memandang laptop itu dengan penuh kagum, lalu menatap Sisi.
"Ini benar kamu yang kerjakan? Kamu pintar sekali! Ini soal yang sangat sulit, tapi kamu bisa menyelesaikan semuanya dengan benar," ucap Nisa sambil membelai rambut pirang Sisi dengan penuh bangga.
"Ya dong, Kak! Aku yang kerjakan. Siapa lagi? Kan aku yang mau kuliah, jadi aku mau membuktikan kalau aku layak untuk itu. Aku nggak mau cuma mengandalkan kekayaan Kak Jhos saja untuk kuliah. Aku mau membuktikan kalau aku juga mampu dengan usahaku sendiri," jawab Sisi dengan percaya diri, melambai-lambaikan tangannya sambil berbicara.
Nisa semakin kagum dengan usaha Sisi yang benar-benar ingin kuliah.
"Sisi, siapa yang mengajari semua ini? Bukannya kamu setelah tamat sekolah nggak melanjutkan kuliah?" tanya Nisa, penasaran dengan kemampuan Sisi.
"Mama dan Kak Jhos. Mereka sangat pintar, begitu juga Ayah. Walaupun aku nggak lanjut sekolah, aku tetap belajar dari mereka di rumah. Kakak cantik nggak tahu, ya? Kak Jhos selalu peringkat satu di mana pun dia sekolah. Dia sangat pintar, makanya Ayah mempercayakan perusahaan besar ini untuk Kak Jhos tangani," jawab Sisi sambil menjelaskan dengan bangga.
"Benarkah? Tapi Kakak rasa kamu lebih pintar dari Kakakmu," ucap Nisa, memuji Sisi tanpa sadar bahwa ada sepasang mata yang memperhatikan mereka.
Ya, itu adalah Jhos. Tadi, dia keluar dari kamarnya karena merasa lapar. Namun, rasa penasaran membuatnya mampir ke kamar Sisi terlebih dahulu, dan dia mendapati mereka sedang mengobrol.
"Siapa juga kakaknya. Kalau kakaknya pintar, pasti adiknya juga pintar," ucap Jhos tiba-tiba, membuat mereka berdua terkejut. Nisa langsung menoleh ke arah pintu dan melihat Jhos berdiri di sana.
"Ya dong! Kakak aku," jawab Sisi sambil tersenyum melihat Jhos berjalan mendekati mereka.
Jhos kemudian bertanya, "Sisi, apa kamu suka kalau Kakak bersama Kakak Cantik?" Pertanyaan itu membuat Nisa terkejut dan memandang Jhos dengan tatapan bingung.
"Ya, pastilah, Kak! Aku juga menginginkan itu. Aku sangat menyukai Kakak Cantik. Aku ingin selalu bersamanya, dan pasti aku akan senang kalau Kakak menikah dengan Kakak Cantik," jawab Sisi dengan polos, merasa bahagia mendengar pertanyaan itu.
"Tapi, Kakak..." Nisa mencoba mengelak.
Namun Jhos langsung memotong ucapannya. "Tidak ada tapi-tapian. Kamu setuju saja, dan kita akan menikah nanti setelah Ayah dan Ibu kembali ke negara ini," ucap Jhos dengan tegas.
Nisa menatap mata Jhos lama sekali. Dia tidak menyangka bahwa Jhos benar-benar serius dengan ucapannya. Mereka saling bertatapan sampai suara Sisi memecahkan suasana.
"Hem... jangan bermesraan di depan anak kecil, ya! Aku masih ada di sini. Kakak, keluar sana. Aku mau berduaan sama Kakak Cantik," ucap Sisi sambil mengusir Jhos dari kamarnya.
Mendengar ucapan Sisi, Nisa tertawa lepas. Dia tidak menyangka adik Jhos akan berkata seperti itu. Jhos hanya tersenyum mendengar ucapan Sisi, lalu menurutinya dan keluar dari kamar.