Afnaya Danuarta mengalami suatu musibah kecelakaan hebat, hingga membuat salah satu pada kakinya harus mendapati sakit yang cukup serius. Disaat hari pernikahannya tinggal beberapa waktu lagi, dan calon suaminya membatalkan pernikahannya. Mau tidak mau, sang adik dari calon suami Afnaya harus menggantikan sang kakak.
Zayen Arganta, adalah lelaki yang akan menggantikan sang kakak yang bernama Seynan. Karena ketidak sempurnaan calon istrinya akibat kecelakaan, membuat Seyn untuk membatalkan pernikahannya.
Seynan dan juga sang ayahnya pun mengancam Zayen dan akan memenjarakannya jika tidak mau memenuhi permintaannya, yang tidak lain harus menikah dengan calon istrinya.
Akankah Zayen mau menerima permintaan sang Ayah dan kakaknya?
penasaran? ikutin kelanjutan ceritanya yuk...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah dari seorang Zayen
Kedua orang tua Afna kini sudah berada di dalam rumah suami Afna, yang tidak lain adalah Zayen Arganta.
"Suami kamu kerja apa, dan bekerja dimana?" tanya sang ibu penasaran.
"Suami Afna kerja serabutan, ma. Soal kerja dimananya, Afna tidak mengetahuinya. Karena Afna lupa menanyakannya, maafkan Afna." Jawabnya lirih, Afna takut jika kedua orang tuanya akan marah.
"Kenapa kamu mesti takut dan malu, yang memilih untuk dijadikan suami kamu kan, Papa. Kenapa kamu begitu berat untuk menjawab dengan jujur." Ucap sang ibu meyakinkan.
"Papa tidak pernah menilai suami kamu dari penampilannya, tetapi sikapnya terhadap kamu. Meski papa tidak mengenalnya, tetapi papa bisa menyelidiki kepribadiannya. Namun, soal pekerjaan papa tidak bisa melakukan penyelidikan. Papa hanya berharap, semoga suami kamu dalam memberikan nafkah kepada istrinya dengan jerih payah keringatnya dan dengan cara yang baik."
"Iya, Afna. Apa yang papa kamu katakan ada benarnya. Kamu harus harus menjadi penyemangat untuk suami kamu." Ucap sang ibu ikut menimpali memberi nasehat untuk putrinya.
"Nanti papa akan menemui suami kamu, dan akan mengajaknya untuk ikut kerja di kantor papa. Kamu hanya membujuknya, agar bisa bekerja di perusahaan papa. Kalaupun tidak mau di perusahaan, suami kamu bisa memegang Restoran."
"Baik, Pa. Jika Zayen tidak mau, bagaimana?" karena Zayen memiliki pendirian yang sangat kuat."
"Bagus itu, berarti suami kamu benar benar orang yang memiliki tanggung jawab yang cukup besar. Sekarang papa mau berangkat ke kantor, kamu dan ibu dirumah saja. Nanti papa akan kembali kesini, seperti yang papa ucapkan tadi."
"Iya, Pa. Kalau begitu, papa hati hati diperjalanan."
"Terimakasih putriku, ma... aku berangkat."
"Iya, sayang.. hati hati diperjalanan." Jawab nyonya Nessa dan masih seperti dulu kebiasaan nyonya Nessa meski sudah menjadi wanita paruh baya tetap menghormati sang suami dengan cara mencium punggung tangan milik sang suami. Sedangkan tuan Tirta mencium kening milik sang istri dengan lembut. Afna yang melihat keharmonisan kedua orang tuanya, tiba tiba dirinya teringat dengan sosok Zayen yang juga mengingatkannya. Afna tersenyum bahagia saat kedua orang tuanya terlihat romantis.
Setelah sang ayah pergi berangkat ke Kantor, kini tinggal lah Nessa dan sang ibu.
"Sayang, tadi kamu sarapan paginya masak apa?" tanya sang ibu basa basi.
"Afna tidak memasaknya, Ma. Tadi suami Afna yang menyiapkan sarapan pagi, karena Afna masih belajar jalan. Setelah Afna sudah lancar memakai alat bantu, Afna yang yang menyiapkannya." Jawabnya menjelaskan sambil duduk di ruang santai sekaligus ruang makan.
Nyonya Nessa celingukan kesana kemari melihat kondi rumah yang dihuni oleh menantunya.
"Kamu yakin, kamu betah tinggal dirumah ini? kamu yang terbiasa selalu terpenuhi dan kini kamu harus menerima kenyataan yang seperti ini."
"Mama tidak perlu mencemaskan Afna, selagi suami Afna masih bisa bertanggung jawab saja itu sudah jauh lebih baik." Jawabnya berusaha untuk tidak membuat sang ibu mencemaskannya, sebisa mungkin Afna untuk memperlihatkan yang baik dimata ibunya.
Sedangkan Zayen kini sudah berada di tempat yang dimana untuk dijadikan pertemuan. Dilihatnya dari sorotan matanya yang sangat tajam, Zayen langsung mendekati sang kakak. Yang tidak lain adalah Seynan.
Dengan santai, Seynan sudah duduk santai sambil menyilangkan kedua tangannya didada bidangnya. Seynan juga tidak kalah tampannya dari sang adik, meski keduanya bukanlah saudara kandung. Namun tetap memiliki kemiripan, semua orang tetap menyangka jika keduanya adalah kakak beradik kandung.
"Mau perlu apa kak Seynan kemari, bukankah hubungan kerja sama kita sudah berakhir. Kak Seynan dan Papa sudah mendapatkan yang kalian mau, bahkan kedua perusahaan sudah aku serahkan kepada kalian. Biarkan aku melanjutkan kehidupanku sendiri, kak Seynan dan papa tidak perlu mengusikku. Tugasku sudah selesai seperti yang kalian berdua minta."
"Aku tidak bod*oh! Zayen. Aku masih ada tugas untuk kamu, terjunlah ke perusahaan mertua kamu. Setelah kamu dapat menekan tombol ok, maka serahkan kepadaku. Setelah itu, kamu bebas jika mau melanjutkan pekerjaan kamu yang dulu. Aku tidak akan pernah melaporkan kamu ke polisi."
Zayen yang mendengarkannya pun sangat kesal, dan tentunya sangat geram. Darahnya seketika itu juga mendidih, sorot kedua matanya seperti elang. Sedangkan Seynan yang melihat Zayen hanya tersenyum licik.
"Kenapa bukan kakak saja yang menjadi istri Afna, bukankan lebih mudah untuk mendapatkan semua hartanya. Kakak tinggal bun*uh saja itu, Kazza. Beres, 'kan? tidak perlu aku yang harus menjadi umpan kalian. Ancaman macam apa itu, aku tidak akan pernah mau melakukannya. Jika kakak tetap memaksa, silahkan lakukan apa yang ingin kakak lakukan. Jika aku harus berakhir di jeruji besi, itu tidak membuatku takut. Dari pada aku harus menuruti kemauan kakak dan papa. Kalian berdua hanya bermain topeng dan akulah topeng kalian. Cuih!!" Zayen kemudian meludah dan pergi meninggalkan Seynan ya g sedang duduk santai.
"Lihatlah, Zayen. Aku akan membuatmu betekuk lutut dihadapanku. Ingat! itu!" ancam Seynan pada sang adik. Zayen sendiri tidak memperdulikan dengan ucapan dari sang kakak. Dirinya tetap pergi meninggalkan tempat, Zayen segera melakukan motornya. Namun, tiba tiba tertahan oleh anak buahnya sendiri.
"Bos, mau kemana? bagaimana dengan pengiriman barangnya, orangnya sudah berkali kali menelfonku."
"Batalkan pengirimannya, aku mau pulang. Ingat! jangan lakukan pengiriman jika aku tidak menyuruhmu dengan tatapan kedua mataku. Kamu dengar itu, sekarang kamu pulanglah." Perintahnya, kemudian Zayen langsung melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, dirinya tidak perduli dengan keselamatannya. Yang terpenting dirinya cepat sampai rumah dan segera menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
Didalam perjalanan, Zayen teringat akan waktu jam makan siang. Zayen segera membelokkan stang motornya ke arah warung makan yang jualan pecel, Zayen memang sengaja memperlakukan istrinya yang sangat sederhana. Dirinya tidak ingin salah memiliki istri, meski berawal keterpaksaan. Zayen tetap memiliki prinsip tentang pernikahan yang hanya cukup sekali seumur hidup.
Tidak lama kemudian, Zayen telah sampai di warung jualan beraneka makanan. Semua wanita tidak ada yang menaksir Zayen, karena penampilannya yang terlihat menyeramkan. Ditambah lagi rambut gondrong dan brewokan. Semua gadis bergidik ngeri jika melihat sosok Zayen.
"Bu, beli pecelnya dua. Yang satu pedas, dan yang satunya biasa saja. Lalu gorengannya ada enam, tempe tiga dan bakwan tiga."
"Biasa kamu beli satu, tumben beli dua. Buat siapa, Zayen?" tanya penjual pecel penasaran, karena tidak seperti biasanya. Baru kali ini Zayen membeli pecel dua porsi, dan yang membuat heran berbeda rasa pedasnya.
"Buat istriku, Bu."
"Kamu sudah menikah? kapan? kenapa kamu tidak kasih kabar kepada ibu."
"Baru kemarin, Bu. Jika ingin main kerumah, mainlah." Jawab Zayen sambil menggaruk garuk keningnya yang tidak gatal.
Sedangkan dua wanita yang sedang menikmati sotonya sambil mengelus dadanya masing masing, karena lelaki yang ditakutinya ternyata sudah menikah.
semoga tidak ada pembullyan lagi di berbagai sekolah yg berefek tidak baik