Di sebuah hutan yang lebat dan rimbun,terbaring lah sebuah tubuh penuh luka. Ya benar dia adalah Rangga bocah kecil yang menjadi korban kejahatan para perampok bagai mana kisah selanjutnya ikut terus perjalanan Rangga...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pandan Wangi
Malam itu, langit tampak cerah dihiasi bintang-bintang yang berkelap-kelip. Dari dalam rumah, Rangga tampak melangkah keluar. Raut wajahnya menyiratkan ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. Ia kemudian duduk di bangku kayu bulat yang terdapat di sudut teras rumah.
"Jika ada yang macam-macam dengan Martapura, aku sendiri yang akan menghadapinya. Karena kalau sampai Martapura hancur, aku benar-benar kehilangan muka di hadapan Prabu Dungga nanti," kata Rangga dalam hati.
Melihat Rangga duduk termenung sendirian, Kakek Raja Alam pun segera menghampiri muridnya itu dan duduk di sampingnya.
"Rangga, aku tahu kekhawatiranmu. Tapi percayalah dengan kemampuanmu dan juga orang-orang yang ada di sekitarmu. Jadilah orang yang tangguh dan kuat dalam menghadapi cobaan dan ujian hidup ini," kata Kakek Raja Alam tiba-tiba.
"Iya Kek, aku mengerti," jawab Rangga.
"Ingat Rangga, kekuatan yang besar itu bukanlah terletak pada kekuatan pedang dan tenaga dalam saja, tapi persatuan dan kebersamaan itulah kuncinya," ucap Kakek Raja Alam memberikan nasihat kepada murid kesayangannya itu.
"Kakek benar, dalam menghadapi musuh, persatuan adalah kekuatan yang paling besar untuk meraih kemenangan," ucap Rangga.
Kakek Raja Alam mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar perkataan Rangga itu. Ternyata Rangga dapat memahami ucapannya.
"Oh ya Rangga, kurasa kau harus memberi tahukan kepada Ariani Dewi siapa dirimu sebenarnya," kata Kakek Raja Alam menyarankan.
"Apa itu perlu Kek? Saya pikir nanti dia juga tahu dengan sendirinya," jawab Rangga.
"Sangat perlu, sehingga dia dapat mempersiapkan dirinya lebih matang lagi untuk membantu kamu," jawab Kakek Raja Alam.
"Maksud Kakek bagaimana? Aku tidak mengerti," ucap Rangga.
"Begini Rangga, setelah dia tahu dirimu yang sebenarnya, saya pikir dia bisa menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dan bisa menjadi orang yang lebih tangguh lagi," terang Kakek Raja Alam.
"Jika itu saran Kakek, baiklah. Dan saya minta pada Kakek supaya Kakeklah yang menjelaskan padanya," ucap Rangga.
"Baiklah kalau itu maumu," jawab Kakek Raja Alam kemudian.
Kakek Raja Alam pun kemudian memanggil Ariani Dewi. Tak lama, Ariani Dewi muncul dari dalam rumah.
"Ada apa Kakek memanggil saya?" tanya Ariani Dewi.
"Begini Ariani, kau masih ingat syarat yang dulu saya ucapkan padamu?" tanya Kakek Raja Alam.
"Iya Kek, aku masih ingat," jawab Ariani Dewi.
"Kamu tahu tidak sebenarnya siapa Rangga itu?" tanya Kakek Raja Alam.
"Tidak Kek, tapi setahu saya dia adalah pemuda yang menyebalkan," jawab Ariani Dewi, masih jengkel jika teringat kejadian waktu itu.
"Baik, akan saya beritahu kamu siapa dia yang sebenarnya," ucap Kakek Raja Alam.
"Memangnya dia siapa, Kek?" tanya Ariani Dewi.
"Dia sekarang adalah Raja Martapura yang menggantikan kedudukan Raja Dungga, Ariani," jawab Kakek Raja Alam.
"Apa...?! Jadi dia seorang Raja Martapura?" ucap Ariani Dewi dengan terkejut, seakan-akan tidak percaya.
"Benar Ariani. Jadi, tepatilah janjimu untuk selalu setia dan patuh kepadanya," ucap Kakek Raja Alam.
Dengan rasa malu atas sikapnya selama ini pada Rangga, Ariani Dewi pun segera minta maaf.
"Maafkan segala kelakuanku padamu, Gusti Prabu," kata Ariani Dewi tiba-tiba berlutut di hadapan Rangga.
"Bangunlah Ariani, tak perlu seperti itu," kata Rangga.
"Aku berjanji akan selalu membantu dan setia pada Martapura, Gusti Prabu," kata Ariani Dewi bersumpah.
"Baiklah, aku pegang sumpahmu itu Ariani. Bangunlah," kata Rangga kemudian.
"Jadi, persiapkanlah dirimu Ariani, dan jangan membuat Kakek kecewa," kata Kakek Raja Alam mengingatkan.
"Tentu Kek, aku tidak akan pernah mengecewakan Kakek ataupun Gusti Prabu," jawab Ariani Dewi dengan mantap.
Tanpa terasa malam semakin larut. Karena sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, Kakek Raja Alam, Ariani Dewi, dan Rangga pun masuk ke dalam rumah.
Pagi harinya, setelah berpamitan dengan Kakek Raja Alam, Rangga dan Ariani Dewi pun segera berangkat ke Martapura.
***
Sementara itu, di suatu lembah yang bernama lembah Cadas , terlihat seorang guru sedang bercakap-cakap dengan seorang muridnya. Tampaknya sang guru sedang memberikan petuah-petuah penting pada muridnya itu.
"Kurasa tidak ada yang dapat kuberikan lagi padamu, Pandan Wangi. Kau telah mewarisi seluruh ilmuku. Jadi, kau boleh meninggalkan lembah ini untuk melihat dunia luar," kata Begawan Barnowo.
"Apa Guru bermaksud mengusir saya?" tanya Pandan Wangi.
"Tidak, tidak begitu maksudku, Pandan Wangi. Demi masa depanmu, kamu harus berbaur dengan orang banyak agar kamu dapat mengamalkan ilmumu itu," kata Begawan Barnowo menjelaskan.
"Kalau saya pergi, lantas Guru dengan siapa tinggal di lembah ini?" kata Pandan Wangi dengan polosnya.
"Kamu itu lucu, Wangi. Sebelum ada kamu, memang aku sama siapa? Sendiri, kan? Jadi, kamu tidak perlu memikirkan aku," kata Begawan Barnowo menjelaskan.
"Lalu menurut Guru, saya harus pergi ke arah mana?" tanya Pandan Wangi.
Mendengar pertanyaan dari muridnya itu, Begawan Barnowo tampak terdiam, lalu mengangguk-angguk.
"Saya punya saran untukmu, Pandan Wangi. Kamu pergilah ke arah barat. Di sana ada sebuah kerajaan besar. Dan menurut semediku, kerajaan itu akan dilanda perang besar. Kau bantulah kerajaan itu dan abdikan dirimu di sana," kata Begawan Barnowo memberi tahu.
"Tapi Guru, saya benar-benar sangat berat untuk pergi dari sini dan meninggalkan Guru sendirian," kata Pandan Wangi.
"Sudahlah, aku sudah menyiapkan semua bekalmu. Jadi, berangkatlah, Wangi," kata Begawan Barnowo, sambil menggeleng-menggelengkan kepalanya mendengar perkataan muridnya itu.
"Ini terimalah bekal mu, dan cari pengalaman hidup di luar, " ucap Begawan Barnowo.
Melihat gurunya itu sungguh-sungguh, Pandan Wangi pun tak bisa menolak lagi. Ia pun menerima bekal itu dengan rasa terpaksa.
"Jika itu keputusan Guru, baiklah aku akan pergi. Mohon restumu, Guru," kata Pandan Wangi, lalu ia memberikan hormat pada Begawan Barnowo dan melangkah pergi.
"Tunggu Pandan Wangi!" kata Begawan Barnowo tiba-tiba.
"Ada apa, Guru?" tanya Pandan Wangi.
"Ambillah ini sebagai teman seperjalananmu," kata Begawan Barnowo sambil menyerahkan sebuah pedang berlapis emas.
"Apa ini, Guru?" tanya Pandan Wangi.
"Itu adalah Pedang Naga Emas. Gunakan pedang itu untuk menumpas segala bentuk kejahatan. Pedang itu telah menemaniku selama puluhan tahun lamanya. Kini kuserahkan padamu dan jagalah pedang itu baik-baik, karena suatu hari nanti pasti akan ada banyak orang yang memperebutkannya," kata Begawan Barnowo.
"Baik, Guru," kata Pandan Wangi.
"Sekarang pergilah sesuai petunjukku," kata Begawan Barnowo mengingatkan.
Lalu, Pandan Wangi pun pergi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Ia harus melakukan itu untuk memanjat dinding-dinding tebing yang menjulang tinggi agar bisa sampai ke atas.
Walaupun sebenarnya dalam hati tidak tega membiarkan Pandan Wangi pergi, tapi Begawan Barnowo harus melakukan itu demi kebaikannya kelak di masa mendatang.
"Selamat jalan Pandan Wangi, semoga perjalananmu lancar," ucap Begawan Barnowo walaupun sebenarnya berat melepaskan muridnya itu.
"Jika kau berjodoh kau akan bertemu dengan saudara seperguruan mu Pandan Wangi, " ucap Begawan Barnowo dalam hati, sambil menatap kepergiannya.