NovelToon NovelToon
CEO'S Legal Wife

CEO'S Legal Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: salza

Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Ruang kerja tertutup kembali setelah Arga pergi.

Tak lama, Adriel masuk membawa satu map tipis berwarna gelap. Tidak tebal, tapi terlihat penting. Ia meletakkannya tepat di hadapan Leonard.

“Semua berkas yang bisa dikumpulkan,” ujar Adriel. “Sesuai permintaan Tuan.”

Leonard membuka map itu perlahan.

Di dalamnya bukan laporan kerja melainkan data pribadi.

Alamat tempat tinggal.

Salinan paspor.

Riwayat perjalanan.

Nomor kontak lama dan baru.

Nama di bagian atas halaman tertulis jelas: Jaesica Qie.

Leonard menutup map itu kembali, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. Tangannya kembali menekan pelipis, kali ini lebih keras.

“Kau sudah memblokir semua aksesnya?” tanyanya tanpa membuka mata.

“Sudah, Tuan,” jawab Adriel mantap. “Email, nomor lama, jalur tidak resmi semuanya. Tidak ada satu pun yang bisa menembus sistem sekarang.”

Leonard tertawa kecil, tanpa humor.

“Dia selalu menemukan cara,” katanya rendah. “Seolah hidupku masih jadi haknya untuk diteror.”

Adriel terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata hati-hati,

“Kalau boleh saya bicara jujur… kenapa Tuan tidak memberi tahu saja bahwa Tuan sudah menikah?”

Leonard langsung membuka mata. Tatapannya tajam.

“Tidak,” jawabnya tegas. “Belum.”

Adriel mengangguk pelan. “Karena publik?”

“Karena semuanya,” potong Leonard.

“Media. Pemegang saham. Dewan direksi.”

Ia menghela napas panjang. “Kecaman publik tidak akan berhenti di Jaesica. Mereka akan menyeret Leora ke dalamnya.”

Adriel memahami maksud itu.

“Nama Alastair bukan sekadar keluarga,” lanjut Leonard. “Itu simbol. Dan simbol tidak boleh terlihat rapuh.”

“Jadi Tuan menunggu waktu yang tepat,” simpul Adriel.

Leonard mengangguk tipis. “Aku tidak akan menjadikan pernikahanku senjata untuk orang lain.”

Hening sejenak.

“Pastikan Jaesica tidak mendekati siapa pun yang berhubungan denganku,” perintah Leonard. “Termasuk… rumah.”

Adriel menatap Leonard sebentar, lalu mengangguk. “Saya akan pastikan.”

Pintu ruang kerja Leonard terbuka mendadak. Presdir Lee Alastair masuk dengan langkah mantap, jas rapi, tatapan tegas. Leonard berdiri, menatap ayahnya dengan sedikit tegang.

“Ayah… kenapa tidak mengetuk pintu dulu?”

Presdir Lee berhenti di depan meja Leonard, suaranya rendah tapi berwibawa.

“Kenapa Ayah harus begitu, Leonard? Di kantor yang Ayah bangun sendiri?”

Leonard menelan ludah, lalu memutuskan untuk langsung menyuruh Adriel keluar.

“Adriel, tinggalkan kami. Sekarang.”

Adriel menunduk cepat. “Baik, Tuan.” Ia membalik badan dan keluar, menutup pintu dengan hati-hati.

Leonard menatap ayahnya. “Kenapa Ayah datang ke sini?”

Presdir Lee menegakkan tubuhnya. “Aku datang karena perlu bicara tentang perilakumu akhir-akhir ini.”

“Pagi ini Leora datang ke rumah utama. Dan kemarin sore, dia mengeluh padaku Leonard belum pulang. Aku sudah menebak, kau ke klub malam lagi. Apakah benar?”

Leonard menegakkan rahangnya. “Ya, benar. Tapi itu urusan pribadiku.”

Presdir Lee menatapnya tajam. “Pribadi? Kau lupa satu hal, Leonard. Kau sudah punya istri. Leora bukan gadis yang bisa kau biarkan terseret dalam semua ini. Kau harus sadar, semua tindakanmu bisa memengaruhi dia dan nama keluarga.”

Leonard menatap ayahnya, nada suaranya dingin tapi tegas.

“Ayah, aku tidak mencintainya. Aku tidak pernah berniat membawa perasaan ke hubungan ini. Semua yang kulakukan apa pun yang kau anggap salah bukan tentang cinta.”

Presdir Lee mengerutkan dahi, suaranya meninggi sedikit.

“Tidak mencintainya? Itu bukan alasan! Kau harus bisa menahan diri, Leonard. Klub malam, minum-minum… semua itu bukan perilaku seorang suami. Dan lebih buruk lagi jika Leora sampai tahu atau terkena dampaknya.”

Leonard menelan ludah. “Aku tahu batasanku, Ayah. Aku bisa mengontrol situasi. Tidak ada yang akan tahu. Dan aku tidak berniat membuatnya terlibat.”

Presdir Lee melangkah lebih dekat, matanya menusuk.

“Bukan hanya soal dia tahu atau tidak! Kau harus mengurangi kegiatan seperti itu. Jangan biarkan kebiasaanmu yang tidak bertanggung jawab merusak reputasi Alastair atau Damian. Kau harus menghormati istrimu secara formal maupun sosial.”

Leonard menatap ayahnya, rahangnya menegang, matanya dingin.

“Ayah… aku tidak bisa memaksakan perasaan. Aku tidak mencintainya. Aku menikahinya karena alasan lain. Dan selama aku bisa menjaga semuanya tetap rapi, itu cukup.”

Presdir Lee menegakkan tubuhnya, suaranya berat tapi penuh otoritas.

“Rapi atau tidak, Leonard. Kau harus sadar satu hal pernikahanmu bukan sekadar kontrak pribadi. Ada tanggung jawab sosial, ada nama keluarga, ada reputasi yang harus kau jaga. Jika kau terus bersikap ceroboh, kau tidak hanya menghancurkan dirimu sendiri, tapi juga membawa risiko pada Leora dan seluruh keluarga.”

Leonard tetap tenang, menahan amarah dan rasa frustrasi.

“Ya ya. Aku mengerti. Tapi jangan mengira aku akan berpura-pura mencintainya. Aku hanya akan menjaga semuanya tetap aman dan terkendali.”

Presdir Lee menatap putranya lama, lalu menarik napas dalam.

“Baik. Aku berharap begitu. Jangan sampai aku menyesal mempercayakan semua ini padamu.”

Leonard menunduk sedikit, tetap diam. Tekanan dari kata-kata ayahnya terasa berat, tapi ia menahan semua emosi menjaga topeng CEO kejam yang selalu ia pakai.

...----------------...

Suhu di perkotaan sedang panas menyengat hari itu, tapi AC di kantor Alastair Group membuat semua orang merasa nyaman. Sherly masuk ke ruang pekerja dengan baki es krim beraneka rasa.

"Siang semuanya, saya bawakan es krim untuk hari ini," katanya sambil meletakkan baki itu di meja tengah.

"Wow, terima kasih, Bu Sherly!" seru Riani antusias sambil mengambil satu cup.

"Enak banget, Bu, makasih," tambah Selin sambil tersenyum manis.

Dimas mengangguk, ikut mengambil es krim, "Wah, pas banget nih, panas luar biasa."

Sherly menoleh, matanya mencari-cari seseorang. "Eh, tapi… di mana Leora?"

Riani sedikit gugup, tapi segera menjawab, "Dia sedang sakit, Bu. Izin terlebih dahulu untuk satu hari."

Sherly menyinggung dengan nada mengejek tipis, "Hah… baru satu hari kerja, sudah izin? Wah, hebat juga ya…"

Lalu, tanpa menunggu lama, Sherly mulai mendekati Arga dengan langkah pelan. "Arga… kan kamu biasanya urus semua berkas penting itu?" bisiknya sambil mencondongkan badan, seperti ingin bicara rahasia.

Arga tersenyum tipis, tidak mau diam.

"Iya, Bu. Tapi jangan khawatir, semua berkas sudah saya urus dan tertata rapi," jawabnya dengan sopan tapi yakin.

Sherly tersenyum, sedikit puas dengan jawaban Arga, tapi matanya masih menatapnya penuh arti.

"Bagus… aku cuma ingin memastikan semuanya lancar hari ini," ucapnya lembut, lalu kembali ke baki es krim.

Setelah Sherly pergi, suasana di ruangan terasa lebih tenang. Es krim sudah dibagi, dan semua kembali fokus pada tugas masing-masing.

Arga menatap layar komputernya, mencoba merapikan berkas yang tadi sempat berserakan. Tiba-tiba Dimas menghampirinya dengan santai.

"Butuh gue bantu gak? Tugas gue udah selesai nih," kata Dimas sambil menaruh tangannya di pinggang.

Arga menoleh, sedikit kesal tapi tersenyum, "Yaelah… kesambet apa lo tiba-tiba perhatian gitu?"

Dimas tertawa ringan, "Gue kasian aja sama lo, selalu dikasih berkas banyak sama Bu Sherly. Gue perhatiin lo tuh paling sibuk dibanding yang lain."

Arga mengangkat satu alis, "Hah, terus kenapa? Gue suka kerja, itu aja."

Dimas mendekat sedikit, bersandar di meja Arga sambil menatap sekeliling,

"Eh… tapi gue curiga nih. Kenapa cuma lo yang dikasih berkas segitu banyak? Padahal karyawan di sini kan banyak. Jangan-jangan… lo lagi disuka sama Bu Sherly, ya? Tapi jangan sampai deh… lo playboy soalnya, haha."

Arga menutup laptopnya sebentar, tertawa keras, "Dih, gue cuma suka sama Leora. Biarin playboy kalau ada cewek cantik mah gue gas aja, hahaha."

Selin yang duduk di meja sebelah, nggak sengaja mendengar percakapan itu, langsung menimpali dengan nada sedikit mengejek,

"Wah, gak bener lo, Ga… ngomong seenaknya aja."

Riani yang sedang mengambil catatan, ikut tertawa kecil,

"Hahaha iya, Arga… jangan sok ganteng gitu dong. Ntar pada percaya beneran."

Arga mengangkat tangan, pura-pura defensif,

"Iya deh, iya deh… gue serius sama Leora, yang lain mah cuma teman kerja. Jangan diambil serius kata-kata gue, haha."

Dimas tertawa sambil menunjuk layar komputer Arga,

"Oke-oke… gue percaya deh, tapi lo tetap harus hati-hati. Ntar Bu Sherly makin seneng kasih lo kerjaan segambreng lagi."

Selin menambahkan, setengah bercanda setengah serius,

"Ya ampun… Arga, kerjaan lo banyak, terus masih harus dengerin ocehan kita juga. Kasihan ya."

Arga menghela napas,

"Gue ngerti sih… tapi ya gimana, tugas ya tugas. Lagian gue nggak keberatan, selama gue bisa beresin semuanya sebelum deadline."

Riani menatap Arga sebentar, lalu tersenyum, "Kamu hebat deh, Arga. Gue aja kadang kewalahan kalau udah dikasih banyak berkas kayak gitu."

Arga hanya tersenyum tipis, tapi dalam hatinya merasa sedikit lega karena teman-temannya mau ngerti kondisi dia. Suasana kantor pun tetap ramai tapi nyaman, dengan percakapan ringan dan sedikit canda yang menghangatkan.

1
pamelaaa
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!