Ratih gadis miskin yang lugu dari Desa Cempaka yang di cintai oleh sosok Siluman ular yang berusia ribuan tahun----Setelah cintanya dikhianati oleh Arya, anak kepala Desa dusun Cempaka. Ratih Dipaksa membuat Perjanjian pernikahan dengan Pangeran Naga Seta yang sudah terobsesi pada Ratih----demi keamanan desanya lewat pernikahan gaib.
Warga Desa yang kembali terikat dengan Siluman ular penghuni aliran Sungai Seta harus memberikan sayeba setiap sebulan sekali untuk Siluman ular penghuni sungai, akankah warga desa terlepas dari perjanjian gaib ini.
Mengisahkan Dendam, Sakit hati, dan Perjanjian gaib di jadikan satu dalam novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Malam ini suasana desa Cempaka nampak mencekam. Setelah pengakuan Hani tentang bertemu sosok Ratih dalam wujud ular putih membuat beberapa warga desa percaya.
Percaya jika Siluman ular penghuni sungai sudah menemukan kekuatannya lagi karena sudah memiliki seorang permaisuri dari bangsa manusia.
Dan apa yang terjadi pada Ratih---apa Mak Sarti menumbalkan Ratih demi kemakmuran hidupnya.
"Apa Mak Sarti menumbalkan Ratih demi kemakmuran hidupnya?" bisik salah satu warga.
"Hush, Mak Sarti sampai sakit loh setelah kehilangan Ratih."
"Tapi bisa jadi dia pura-pura, dan menumbalkan Ratih untuk menjadi istri Prabu Naga Seta."
"Bisa Jadi," sahut semuanya serempak.
Mbah Suti yang baru datang, dan mulutnya mengunyah sirih----langsung menghentikan percakapan mereka.
"Kalian harusnya bersyukur, jika Ratih tak mengorbankan dirinya bisa-bisa desa ini sudah tak ada lagi!" bantah Mbah Suti.
Para ibu-ibu saling menoleh ke arah Mbah Suti yang baru datang, mengenakan kebaya putih, rok batik, dan rambut putihnya di sanggul.
"Mbah Suti?" ucap mereka serempak membeo.
Mbah Suti berjalan dengan tangan yang di belakang sambil membawa kotak sirih, dirinya mendekati ke arah mereka semua.
"Maksud Mbah Suti apa?" tanya Hani mendekati wanita tua itu.
Ratih mengorbankan dirinya demi kalian, dia rela diperistri Prabu Naga Seta yang amat menginginkan calon ratu dari bangsa manusia.
"Jadi maksud Mbah Suti---apa Mak Sarti mengorbankan Ratih demi kekayaan?" tanya ibu-ibu kepada Suti.
Wanita tua itu menggelengkan kepalanya, lalu menjawab.
"Tidak, kalian salah besar...Ratih sudah di takdirkan menjadi istri Prabu Naga Seta dan itu tak bisa di tolak sama sekali, jika Ratih menolaknya mungkin desa ini sudah hancur di terjang banjir," ujar Mbah Suti.
"Bagaimana Mbah bisa tahu?" tanya Pak Yayan sambil memegang kerbau.
Mbah Suti menghela napas lalu dirinya menatap ke langit-langit dimana bulan purna memancarkan sinarnya.
"Patih Chandra Welang memberitahuku...dan aku harap kalian jangan mengusik ular Welang yang sudah menjadi perlindungan Gusti Patih Chandra Welang," pinta Mbah Suti.
"Inggih Mbah," jawab Pak Yayan mewakili semuanya.
"Boleh aku meminta satu permintaan pada kalian semua?' pinta Mbah Suti sekali lagi.
Matanya mendelik ke arah Hani----gadis yang mengandeng tangan ibunya dan wajahnya sudah pucat dengan riasan mata yang luntur.
"Jangan beritahu Mak Sarti soal ini, karena aku takut ini semua tak akan berakhir baik."
"Berakhir tak baik bagaimana Mbah?" tanya salah satu warga desa.
"Tentu Mak Sarti tak akan tinggal diam jika tahu anak gadis satu-satunya di paksa---dijadikan pendamping oleh siluman ular! Dan pasti wanita itu akan melakukan sesuatu yang akan membahayakan kita semua!" marah Mbah Suti, terlihat jelas tubuhnya bergetar.
Mbah Suti bergetar ketakutan saat takut mengetahui hal terburuk dari semua itu, Mak Sarti sudah sangat baik----Wanita tua itu menjual emas waktu itu demi membantu warga.
Mbah Suti jadi tak tega jika sesuatu terjadi pada Mak Sarti.
Para warga mengerti dan berjanji akan menjaga rahasia ini.
"Dan untuk kamu anak muda kamu pasti mau bicara padaku----sampai kanjeng Ratu muncul," tunjuk Mbah Suti pada Hani.
Mbah Suti bisa menebak sebelum semuanya bicara mengenai rencana Hani, warga desa mewakili Hani angkat bicara.
"Dia mau bicara soal pengganti Tumbal Mbah," jawabnya mewakili Hani yang sudah ketakutan.
"Kita akan bicara setelah ritual selesai, ayo mulai ritualnya."
Mbah Suti mengajak semuanya turun ke bawah sungai demi melakukan sebuah ritual, Mbah Suti mengunyah sirih meletakan sesajen dan para wanita membakar dupa dan kemenyan.
Sesajen dan semua persembahan di letakan di bawah pohon bambu, lalu Mbah Suti komat kamit menebarkan mantra---secara otomatis aliran sungai kian deras, angin berhembus kencang di malam bulan purna.
Bulu kuduk warga desa yang disana sudah berdiri, Mbah Suti memejamkan matanya lalu dirinya berteriak sambil berucap seolah memperingatkan para warga.
"Jangan ada yang kosong pikirannya, bisa saja rakyat keraton merasuki tubuh kalian!" perintah Mbah Suti duduk bersila dan memejamkan matanya.
Lalu para ular welang melata, di bawah kaki para warga. Meraka semua tak ada yang berani bergerak, jika bergerak ular itu akan mematuk.
"Gusti Patih terimalah persembahan ini!" ujar Mbah Suti memejamkan matanya----angin berhembus kencang.
Hani dan ibunya saling berpelukan satu sama lain, dan semua warga desa melihat ritual itu.
Para warga dusun cempaka saling memeluk satu sama lain, lalu Mbah Suti berbicara lantang untuk segera menyembelih kerbau itu.
"Ayo sembelih kerbaunya pakai keris," perintah Mbah Suti.
Para pemuda segera menyembelih leher kerbau itu, Mbah Suti bangkit lalu tangannya mengambil kepala kerbau itu dan di taruh di nampan anyaman tempat sajen.
Secara tak langsung para ular welang itu memakan tubuh kerbau yang sudah tanpa kepala itu----Mbah Suti memejamkan matanya, di kebaya Mbah Suti yang putih sudah---ada bercak darah kerbau.
Kerbau yang tanpa kepala itu di makan oleh para ulang welang yang ada disana.
"Jangan takut, Gusti Patih menerima persembahan ini, besok kita semua akan mendapatkan kebaikan karena menjaga keseimbangan alam!" ujar Mbah Suri duduk bersila matanya masih terpejam.
"Persembahan kita sudah di terima oleh Gusti Patih!" tambahnya.
Hani memeluk ibunya, begitu juga anak-anak memeluk orangtuanya, hanya para pria yang berusaha berani---karena mereka tak mau terlihat lemah di hadapan para wanita----meski hati mereka sudah ketakutan.
Malam dengan bulan purnama di langit yang gelap, semua warga melakukan ritual hanya dengan pencahayaan senter dan beberapa menggunakan lampu minyak.
Malam ini Ritual mereka di terima, dan malam ini juga menjadi sebuah awal bagaimana hidup manusia dan siluman bisa berdampingan.
*
*
*
lanjut yg bnyk thor, aq mls baca klo cuma sedikit. 😂
hais sebel deh klo kyk gini
lanjutkan kk
tp klo ini bgg gmn mau jadi manusia lahi tih ratih
harus yakin dong jagn goyaho
Minta dibantuin sm Ambarwati aja Ratih buat kluar dri alam itu.
Pasti Ambarwati mau mnolongmu, karena dia mencintai Seta.
Tp ko rapat istana ga dilibatkan Ratih nya, dan juga Ratih dibentak ddepan orang banyak.
Gak kbayang sedih dan hancur nya hati Ratih ya, baru juga bermesraan, stelah nya Seta seakan lupa. 😭😭😭
Gimana ya klo Ratih hamil, waduh gawat juga klo gitu.
Para siluman memang sangat perkasa klo soal hubungan suami istri, brbeda sm manusia. 😁
Syukur deh Ratih meminta tolong pada bulan Suti, smoga beliau bisa bantu.
Dan syukur juga Seta percaya perkataan Ratih tanpa mnaruh curiga, dia memang mncintai Ratih tp cara x salah.
Knpa harus melarang Ratih pulang ke dunia x coba, dan bukan kh Ratih dsana juga demi desa x, trus knp lg hrus mminta tumbal sgala. 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
Itu namanya gak ada keuntungan x buat Ratih.
Lama2 mereka tidak hnya minta tumbal babi, tp minta tumbal manusia lg.
Karena smakin dturuti, mka semakin mereka serakah.
Ujung ujungnya gak bisa lepas dri mereka klo udh bersekutu begitu, kecuali mati.
Dan yg bnyk rugi manusia x, bukan mereka. 😞😞😔
Klo berfikir secara logika sih, gak ada untung x bersekutu sm iblis, yg ada hidup selalu dlm bayang bayang ketakutan dan tekanan, dan lebih miris x Allah sangat murka dan tobatnya pun tidak diterima lg. 😭
Seharusnya klo jtuh miskin ya hrus berubah, ini malah sebaliknya.
Pasti tuh bkl diteror oleh jelmaan ular itu nanti, kan udah main nyuruh2 para antek x untuk mmbunuh ular itu.