NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 23- moment itu

Pagi itu cerah, seperti biasa. Matahari bersinar terang, dan udara pagi terasa segar. Di SMA Harapan Bangsa, siswa-siswi mulai berdatangan, siap mengawali hari dengan kegiatan ekstrakurikuler atau belajar bersama.

Di lapangan basket, Danu sudah siap dengan seragam basketnya, siap memimpin tim basket sekolah dalam latihan pagi. Dia adalah kapten tim basket, dan dia tahu bahwa timnya harus siap untuk pertandingan besar minggu depan.

Sementara itu, di kelas, Kinan sedang duduk di mejanya, sibuk membuka buku dan mempersiapkan diri untuk pelajaran hari ini. Dia adalah siswi yang cerdas dan ambisius, dan dia tahu bahwa dia harus bekerja keras untuk mencapai cita-citanya menjadi dokter bedah.

Maya, besti Kinan, duduk di sebelahnya, sibuk memainkan ponselnya. "Eh, Kin! Aku abis chat sama Andi, dia mau jemput aku setelah sekolah," kata Maya, sambil tersenyum.

"Wah, keren! Kamu dan Andi memang pasangan yang sempurna," jawab Kinan, sambil membalas senyum Maya.

"Yakin, kan? Aku seneng banget milikin dia," kata Maya, sambil memainkan ponselnya lagi.

Kinan tersenyum, "Aku juga seneng lihat kamu happy, May."

Setelah bel masuk berbunyi, siswa-siswi bergegas ke kelas masing-masing. Danu dan tim basketnya berlari ke lapangan basket, siap memulai latihan pagi.

"Kamu sudah siap untuk pertandingan minggu depan, Danu?" tanya Riko, teman satu tim Danu.

"Siap, bro! Kami akan menang!" jawab Danu dengan percaya diri.

Di kelas, Kinan sedang mendengarkan penjelasan guru tentang materi pelajaran hari ini. Dia sangat fokus, dan dia tahu bahwa dia harus memahami materi ini dengan baik.

Setelah pelajaran selesai, Kinan bergegas ke kantin untuk sarapan. Dia bertemu dengan Maya dan Andi, yang sedang duduk bersama.

"Eh, Kin! Mau makan bareng kita?" tanya Maya, sambil melambai.

"Ya, kan! Aku lagi lapar," jawab Kinan, sambil duduk di sebelah Maya.

Andi tersenyum, "Aku pesan makanan untuk kita, ya?"

Kinan tersenyum, "Terima kasih, Andi."

Setelah sarapan, Danu dan Kinan berpisah, masing-masing pergi ke kegiatan ekstrakurikuler mereka. Danu pergi ke lapangan basket, sementara Kinan pergi ke klub debat.

Di lapangan basket, Danu dan tim basketnya sedang berlatih dengan giat. Mereka berlari, berlatih tembakan, dan berlatih strategi.

"Kamu main bagus hari ini, Danu!" seru Riko.

"Terima kasih, bro! Aku hanya ingin menang!" jawab Danu.

Setelah latihan selesai, Danu bergegas ke kelas untuk pelajaran selanjutnya. Dia bertemu dengan Kinan di koridor, dan mereka saling tersenyum.

"Eh, Kin! Kamu cantik hari ini," kata Danu, sambil mendekati Kinan.

"Hush, Danu! Aku lagi di sekolah," jawab Kinan, sambil tersenyum.

Danu tersenyum, "Aku cuma bilang yang sebenarnya, kok."

Mereka berdua berjalan bersama, menikmati suasana sekolah yang cerah dan indah. Mereka berbicara tentang hari ini, tentang pelajaran, dan tentang rencana akhir pekan.

Setelah pelajaran selesai, Danu dan Kinan berpisah, masing-masing pergi ke rumah mereka. Danu pergi ke lapangan basket, di mana dia ingin berlatih sendiri.

Dia duduk di bangku penonton, menikmati suasana yang tenang. Dia memandang lapangan basket, dan dia tahu bahwa dia harus bekerja keras untuk mencapai cita-citanya.

Tiba-tiba, dia mendengar suara di belakangnya.

"Eh, Danu! Apa yang kamu lakukan di sini?"

Dia menoleh, dan dia melihat Kinan berdiri di depannya.

"Aku cuma ingin berlatih sendiri," jawab Danu, sambil tersenyum.

Kinan tersenyum, "Aku ikut, ya?"

Danu tersenyum, dan dia tahu bahwa dia tidak bisa menolak tawaran Kinan. Mereka duduk bersama, menikmati suasana yang tenang, dan menikmati kebersamaan mereka.

Mereka berbicara tentang hari ini, tentang pelajaran, dan tentang rencana akhir pekan. Mereka berdua sangat nyaman, dan mereka tahu bahwa mereka bisa menjadi diri sendiri di depan satu sama lain.

Setelah beberapa saat, Danu membawa Kinan ke tempat favoritnya di sekolah, lapangan basket. Mereka duduk di bangku penonton, menikmati suasana yang tenang.

"Kenapa kamu bawa aku ke sini?" tanya Kinan, matanya berbinar.

"Karena aku ingin berbagi tempat favoritku denganmu," jawab Danu, sambil memandang Kinan dengan mata yang lembut.

Kinan tersenyum, dan Danu tidak bisa menahan diri lagi. Dia mengulurkan tangannya, menyentuh pipi Kinan, dan menariknya lebih dekat.

Mereka duduk berhadapan, mata mereka saling bertemu. Danu bisa melihat detak jantung Kinan yang cepat, dan dia tahu bahwa Kinan juga merasakan hal yang sama.

Tanpa kata-kata, mereka tahu bahwa saat itu telah tiba. Danu mencondongkan kepalanya, dan bibir mereka saling bertemu dalam ciuman yang lembut.

Ciuman itu seperti mimpi, membuat mereka berdua merasa seperti di dunia lain. Danu bisa merasakan detak jantung Kinan yang cepat, dan Kinan bisa merasakan kehangatan bibir Danu.

Mereka berdua tersenyum, dan ciuman itu berakhir. Tapi, mereka tahu bahwa ini bukanlah akhir, melainkan awal dari kisah cinta mereka.

---

Setelah ciuman itu berakhir, mereka berdua masih diam. Angin sore berhembus pelan melewati lapangan basket yang mulai sepi, membawa aroma tanah dan dedaunan basah. Kinan menunduk, pipinya memerah, jantungnya berdetak begitu kencang hingga dia yakin Danu bisa mendengarnya.

“Danu…” suaranya pelan, hampir seperti bisikan.

“Iya?” Danu menatapnya lembut, suaranya tenang tapi matanya jelas menyimpan perasaan yang sama besarnya.

Kinan menarik napas panjang, lalu berkata dengan gugup, “Kita… barusan…”

“Ciuman?” Danu tersenyum kecil, tapi kali ini bukan senyum menggoda. Lebih seperti senyum seseorang yang benar-benar lega. “Aku tahu, dan aku nggak nyesel.”

Kinan menatapnya, antara malu dan bingung. “Tapi… ini terlalu cepat, Danu.”

“Cepat buat kamu, mungkin,” jawab Danu, menatap matanya dalam. “Tapi buat aku, ini perasaan yang udah lama aku simpan. Aku cuma… akhirnya berani.”

Kinan tidak menjawab. Dia hanya menunduk, memainkan ujung rambutnya yang terurai bebas, sebagian menutupi pipi yang masih merah. Danu memperhatikan gerak-geriknya — cara Kinan menggigit bibir, cara matanya berusaha menghindar tapi gagal — semua terasa nyata dan hangat.

“Kin,” suara Danu pelan lagi, “aku suka kamu.”

Kinan terdiam. Dunia seolah berhenti sesaat. Tak ada suara lain selain desir angin dan suara burung di kejauhan.

“Aku tahu,” katanya lirih. “Aku juga nggak bisa bohong soal perasaan aku.”

Mata mereka bertemu lagi, kali ini tanpa canggung. Tapi sebelum suasana berubah terlalu manis, ponsel Kinan bergetar di saku rok seragamnya. Ia buru-buru melihat layar.

“Waduh! May nungguin aku di depan, katanya mau bareng pulang,” serunya sedikit panik.

Danu tersenyum, menahan tawa kecil. “Kamu bisa jelasin nanti.”

Kinan berdiri, menepuk lututnya. “Nggak usah dibilang dulu deh. Aku takut heboh.”

“Oke,” Danu bangkit juga, menggantungkan tas di bahu. “Tapi janji ya, jangan pura-pura nggak kenal aku besok.”

“Gila kamu,” jawab Kinan sambil tersenyum malu, “siapa juga yang mau pura-pura?”

Mereka berjalan keluar bersama, jarak di antara mereka terasa berbeda dari sebelumnya. Tidak lagi sebatas teman. Ada sesuatu yang diam-diam tumbuh di antara langkah kaki dan senyum yang mereka tahan.

---

Keesokan paginya, sekolah terasa lebih ramai dari biasanya. Kinan datang sedikit lebih pagi, rambutnya dikuncir setengah seperti biasa, sweater abu-abu favoritnya melingkar di bahu. Tapi kali ini, setiap kali ia melihat ke arah lapangan basket, pipinya otomatis memanas.

“Eh, Kin?” Maya langsung melirik curiga. “Kamu kenapa senyum-senyum mulu dari tadi?”

“Nggak, biasa aja kok,” elak Kinan cepat.

“Biasa? Dari kapan coba orang biasa bisa senyum sambil melamun?” goda Maya, nyengir lebar.

Kinan hanya menggeleng. “Sumpah, May, kamu tuh overthinking.”

“Hmm, iya iya. Tapi aku bakal cari tahu juga, tenang aja.” Maya tertawa puas.

Di lapangan, Danu tampak latihan ringan dengan tim basket. Setiap kali Kinan lewat, Danu melirik sebentar—cukup cepat supaya orang lain nggak sadar, tapi cukup lama untuk membuat Kinan salah tingkah.

Namun kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Dari kejauhan, seseorang memperhatikan dengan tatapan sinis. Nadia.

Sejak gosip Danu dan Kinan makin dekat, Nadia tidak pernah bisa diam. Di kantin, di lorong kelas, bahkan di grup kelas, dia selalu menyelipkan komentar miring.

“Eh, katanya si Kinan sekarang suka ngikut Danu latihan, ya?” bisiknya ke dua temannya sambil berpura-pura sibuk membuka bekal.

“Serius? Bukannya Kinan anak debat? Kok jadi suka nongkrong di lapangan?”

“Ya itu… mungkin biar kelihatan sporty, biar dapet kapten basket,” jawab Nadia, senyum sinisnya muncul.

Desas-desus itu cepat menyebar. Saat istirahat kedua, Maya datang ke kelas sambil nyengir nggak enak.

“Kin…”

“Apa?”

“Aku nggak tahu kamu bakal marah atau nggak, tapi Nadia nyebarin gosip kamu deketin Danu duluan.”

Kinan langsung menegakkan badan. “Apa?”

“Iya, katanya kamu yang mulai, kamu yang ke lapangan, kamu yang—”

“Cukup, May.” Suaranya datar tapi dingin. “Aku tahu Nadia emang suka bikin ribut.”

Sore harinya, ketika semua murid mulai pulang, Danu menghampiri Kinan di depan gerbang. “Kin, mau aku anter?”

Kinan menatapnya, masih kesal. “Nggak usah, aku bisa sendiri.”

Danu heran. “Kamu kenapa?”

“Coba tanya Nadia.”

“Loh?” Danu bingung.

“Dia yang nyebarin gosip aneh soal kita.”

“Oh, itu…” Danu mengusap tengkuknya, tampak menahan emosi. “Udah aku dengar.”

Kinan menatapnya tajam. “Dan kamu diem aja?”

Danu menarik napas panjang. “Aku nggak mau bikin ribut di sekolah. Tapi kalau dia keterlaluan, aku bakal ngomong langsung.”

Kinan mendengus, lalu berjalan lebih dulu. Tapi baru beberapa langkah, Danu menarik pergelangan tangannya.

“Kin, jangan marah kayak gini terus,” katanya lembut. “Aku tahu kamu kesel, tapi aku di sini. Aku di pihak kamu.”

Kinan menatap tangan Danu yang menggenggamnya. Perlahan amarahnya mereda. “Aku cuma capek, Dan. Selalu ada aja yang nyinyir.”

“Ya udah, biar aku yang hadapin nanti,” ucap Danu yakin. “Kamu fokus aja ke tryout besok. Kita berdua masih punya banyak hal yang harus dikerjain.”

Kinan akhirnya mengangguk pelan. Mereka melangkah bersama ke arah gerbang, dan suasana sore terasa sedikit lebih ringan.

---

Malamnya, Danu masih memikirkan Kinan. Ia menatap layar ponselnya lama, mengetik lalu menghapus pesan berkali-kali. Akhirnya ia menulis pendek:

> “Tidur yang nyenyak, ya. Jangan pikirin omongan orang. Aku selalu di sini.”

Pesan terkirim. Tapi Kinan tak langsung membalas. Ia membaca pesan itu dalam diam, senyum kecil muncul di wajahnya sebelum akhirnya ia membalas:

> “Makasih, Dan. Kamu juga jangan latihan terus, nanti capek sendiri.”

Pesan singkat itu mungkin terdengar biasa, tapi bagi keduanya, itu lebih dari cukup untuk menutup hari yang panjang.

Dan di luar sana, langit malam tampak lebih jernih dari biasanya.

To be continued

1
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!