Cinta membuat seorang gadis bernama Suratih, menentang restu ayahnya. Damar, pemuda yang membuat hatinya lebih memilihnya daripada apa yang dikatakan orang tuanya, membuatnya mengambil keputusan yang sebenarnya mengecewakan sang ayah. Apakah Suratih akan bahagia membangun rumah tangga bersama Damar, setelah jalan yang dia tempuh salah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 23
Setengah jam kemudian, Damar baru keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih fresh dalam balutan pakaian santai.
Damar menghampiri Suratih, dengan netranya yang kecewa, "Tih! Ya ampun, dia malah tidur! Udah di bilang tunggu!
Tatapan Damar berubah penuh tanya, saat pria itu sudah berdiri di samping Suratih yang berbaring di atas sofa. Sesuatu yang aneh tampak menonjol di dada Suratih.
"Apaan itu ya?" Damar mengulurkan tangannya, menyentuh salah satu yang menonjol di dada Suratih.
Damar meremass dengan perlahan, ada desiran hangat yang membuatnya ingin lebih lama menyentuhnya. Gumpalan daging tanpa tulang, aset kembar Suratih yang selama ini ia jaga. Namun baru kali ini ia berani menyentuhnya.
‘Jadi begini rasanya, kenyal.’ batin Damar, semakin erat meremasnya. Membuat si empunya mengerangg dalam keadaan mata terpejam.
"Eemmhhhh!"
Kewarasan masih dimiliki Damar, ia menarik tangannya dari aset kembar Suratih yang hampir meruntuhkan imannya.
‘Kurang ajar, jangan berani sentuh Ratih! Toh setelah 3 malam ini, Ratih akan jadi milik ku. Kita akan sah menjadi pasangan, ya meski ada jeda waktu… mungkin sekitar sebulan atau dua bulan dari sekarang. Sabar sabar, beri aku kesabaran untuk menyentuh Ratih!’ batin Damar dengan tangan terkepal. Berusaha keras menahan dirinya.
"Maafin Ratih, bu, beh! Ratih cuma cinta sama bang Damar!" gumam Suratih dalam tidurnya yang masih bisa di dengar Damar.
Damar menyunggingkan senyumnya, tanpa pikir lagi. Ia menggendong Suratih, "Aku juga cuma cinta sama kamu, Tih!"
Damar menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi wajah Suratih, "Mimpiin abang ya, Tih!" serunya dengan lembut.
Cup.
"Abang benar benar cinta sama Ratih!" serunya lagi, usai mendaratkan bibirnya di bibir Suratih.
Sementara Damar langsung mengistirahatkan tubuhnya di sofa panjang, tempat yang sebelumnya digunakan Suratih kini digunakan Damar.
Meski di satu kamar yang sama, keduanya tidur di tempat yang berbeda. Namun gak berlangsung lama.
Damar membuka matanya kala jam di dinding masih menunjukkan pukul 2 dini hari.
"Tih! Kamu nyenyak bangat! Lagi mimpi apa sih Tih" tanya Damar, dengan posisi berlutut di lantai, menatap wajah Suratih yang tampak tersenyum bahagia dengan mata terpejam.
Jemari Damar bergulir di pipi Suratih, mengelus dengan lembut pipi wanita yang ia cintai. Namun gak lama tangan itu dengan nakal, beralih menyelinap di balik kaos oversize yang dikenakan Suratih.
"Abang pengen, Tih!" gumam Damar dengan wajah frustasi, ada yang berdiri di situasi yang salah.
Suratih membuka matanya dengan perlahan. Merasakan ada yang salah dengan tubuhnya, dan suara Danar yang begitu nyata di telinganya.
"Ab- ummmpp…"
Suratih gak bisa melanjutkan kata katanya, saat Damar sudah lebih dulu membungkam bibirnya dengan bibir miliknya.
Suratih menggeleng, dengan tatapan memohon, ‘Abang mau ngapain? Jangan bang! Kita kan sudah sepakat, abang menyentuh Ratih kalo udah sah. Ingat itu bang!’
‘Maaf, Tih! Abang ingkar! Tapi abang janji kalo ini yang pertama buat abang! Tapi abang gak tau, ini yang pertama atau yang kesekian untuk kamu, Tih!’ batin Damar, yang sudah dipenuhi dengan ambisi untuk menyentuh Suratih.
Suratih mendorong dada bidang Damar.
"Jangan, bang!" tolak Suratih, saat Damar melepaskan sesaat pagutann bibirnya.
‘Maaf, Tih! Abang gak bisa lagi berhenti! Tapi kalau ini bukan pertama buat kamu! Abang gak akan pernah mau nikahin kamu, Tih!’ batin Damar dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Maaf, Tih. Abang gak bisa lagi menahannya! Toh abang udah janji, ibu pasti bakal nikahin kita! Abang janji bakal lakuin ini dengan lembut!" gumam Damar pada akhirnya, saat menyusuri leher jenjang Suratih yang polos.
Yang gak di inginkan Suratih akhirnya terjadi, Damar benar benar melakukan penyatuan. Ia bahkan beberapa kali memuntahkan larva hangatnya di dalam milik Suratih.
Cup.
Damar mengecup hangat kening Suratih, lalu menyembunyikan tubuh polos keduanya di balik selimut. Sementar pakaian ke duanya sudah tercecer di lantai.
"Makasih sudah memberikan yang terbaik buat abang! Abang gak salah pertahanin kamu, Tih!" gumam Damar, memeluk erat Suratih.
"Ratih cuma melakukan ini sama abang! Sakit, bang! Ratih takut, bang! Gimana kalo ada yang mergokin kita di sini lagi berduaan bang? Ratih gak mau di arak, bang! Ratih gak mau buat malu ibu sana babeh! Ratih takut, bang!" gumam Suratih.
Rasa sakit pada intinya, dan tubuhnya terasa pegal usai pergulatan panasnya begitu ia rasa. Namun rasa takut dipergoki warga, lebih menguasai pikirannya. Membuatnya mulai terisak dalam pelukan Damar.
Itulah, kenapa sejak dulu banyak orang tua yang mengatakan, agar jangan pernah mau tinggal satu kamar dengan yang berlawanan jenis. Karena hal yang tidak di inginkan bisa saja terjadi. Kalau sudah begitu, akhirnya tidak akan baik untuk semua orang. Namun mulut pria memang manis, mengalahkan manisnya madu. Damar tentu saja tidak mau disalahkan atas apa yang dia paksakan pada Suratih.
"Gak usah takut, gak akan ada yang berani melakukan itu sama kita. Kita aman di sini, Tih! Ini kamar abang! Gak ada satu orang pun yang berani masuk kamar abang! Nanti kalo abang kerja, pintu kamar, abang kunci ya!" jelas Damar, berusaha menenangkan Suratih.
Dan Suratih yang memang tidak punya pilihan lain. Tentu saja tidak bisa membantah.
Suratih mengangguk, "Ratih ngantuk, bang! Badan Ratih kaya remuk."
"Ya udah kamu tidur lagi! Baru jam 4 malam, nanti jam 5 abang bangunin. Kita mandi bareng, terus makan bareng sebelum abang berangkat ke kantor" bujuk Damar.
Suratih melerai pelukannya, ia mendongak, dengan wajah menggemaskan di mata Damar.
"Ada apa? Apa ada yang salah dengan kata kata abang?" tanya Damar dengan kening mengkerut.
"Sholat subuh jangan di lupain, bang! Minta ampun sama yang di atas, bang! Kita udah berbuat zinah ini, bang!" cicit Suratih.
Damar kembali membawa Suratih ke dalam pelukannya.
"Iya sayang ku! Bikin abang makin cinta, makin leng ket, gak mau lepasin kamu! Love you Suratih ku!" ujar Damar dengan bangga.
Bugh bugh bugh.
***
Bersambung...