Elara dan teman-temannya terlempar ke dimensi lain, dimana mereka memiliki perjanjian yang tidak bisa di tolak karena mereka akan otomatis ke tarik oleh ikatan perjanjian itu itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Rush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Langit dunia refleksi itu masih tampak membeku dalam warna keperakan suram. Elara, Mira, Dorion, Brian, dan Lysandra menyusuri jalanan yang terasa seperti lorong kenangan bangunan-bangunan Noctyra berdiri di tempat yang sama, tapi tak ada suara, tak ada kehidupan, hanya gema langkah mereka sendiri.
Elara berhenti tiba-tiba, menatap bangunan besar di ujung jalan.
“Itu…” ia menunjuk.
Kastil Noctyra. Sama persis bahkan bendera klan iblis berkibar pelan seperti di dunia asli.
Dorion mengerutkan alis. “Tapi tidak mungkin kastil ini ada di sini. Ini salinan sempurna.”
Brian berjalan mendekat, matanya menajam. “Tidak sempurna. Lihat ,jendela sayap timur terbuka… padahal di dunia asli selalu tertutup rapat.”
Elara tanpa pikir panjang mendekat, Mira buru-buru menariknya.
“El, kita gak tahu apa yang ada di dalam!”
“Aku tahu,” bisiknya, “tapi kalau kita mau tahu siapa yang buat dunia refleksi ini… jawabannya pasti ada di sana.”
Mereka berlima berjalan pelan menuju kastil. Suara angin aneh berdesir di antara tiang batu hitam, seperti bisikan yang berasal dari masa lalu.
Di depan pintu utama, cahaya keperakan menyelubungi mereka sesaat sebelum terbuka sendiri perlahan.
Di dalam, aula besar itu tampak hidup. Lilin-lilin menyala, musik lembut terdengar samar.
Dan di sana di tengah aula berdiri Arsen.
“Elara…” Mira menahan napas.
Tapi sesuatu salah.
Arsen di hadapan mereka tersenyum tenang bukan seperti Arsen yang mereka kenal, yang dingin dan jarang tersenyum.
Wajahnya lembut, penuh kasih, dan di sisinya… Selena.
Mereka duduk berdampingan, berbicara pelan seperti pasangan sejati.
Elara bersembunyi di balik pilar batu besar, jantungnya berdebar keras. Dorion ikut merunduk di sebelahnya, sementara Brian dan Lysandra berjaga sedikit di belakang.
“Gila…” bisik Dorion. “Dia di sini. Tapi bagaimana bisa?”
Elara menatap tanpa sadar di depan mereka, Arsen versi refleksi itu menatap Selena dengan tatapan yang tak pernah ia tunjukkan di dunia nyata.
Bahkan senyumnya terasa hangat.
“Tapi itu bukan Arsen kita,” gumam Elara pelan, suaranya hampir bergetar.
Mira meliriknya khawatir. “Tapi dia tampak nyata, El.”
Lysandra berbisik, “Kau lihat? Lihat di kursi atas itu…”
Mereka semua menatap di sana, duduk dua sosok lain. Orang tua Arsen.
Tapi wajah mereka berbeda mata mereka berwarna merah menyala samar, seperti diresapi energi leluhur. Mereka menatap Arsen dan Selena dengan ekspresi… puas.
Brian memicingkan mata. “Ini bukan sekadar refleksi. Mereka sedang… mempertahankan dunia ini.”
Dorion menatap ke arah mereka, nada suaranya pelan tapi tegas. “Kau benar. Dunia refleksi ini diciptakan oleh energi leluhur klan iblis. Tapi seharusnya hanya bisa muncul kalau ada yang mengizinkan atau mengorbankan sesuatu.”
Elara menatap Arsen versi refleksi itu lama-lama. “Kau pikir… Arsen yang asli masih hidup di dunia nyata?”
Dorion menoleh padanya, menatap serius. “Kalau ini refleksi dari pikirannya… mungkin separuh jiwanya terperangkap di sini.”
Mira menelan ludah, “Dan Selena?”
“Elara,” suara Brian pelan tapi tajam, “lihat tangan Selena.”
Elara mempersempit pandangannya dan benar, di pergelangan tangan kiri Selena terlihat simbol merah berpendar. Simbol pernikahan tolak bala.
“Jadi… ini versi aslinya?” bisik Mira.
“Bukan.” jawab Elara pelan. “Ini versi yang berhasil. Versi yang sempurna. Versi yang mereka mau terjadi.”
Semua terdiam.
Lalu suara lembut Selena versi refleksi terdengar, membuat darah Elara seperti berhenti mengalir.
“Akhirnya semuanya tenang… Tidak ada lagi gangguan. Tidak ada Elara, tidak ada bahaya. Dunia ini... sempurna.”
Elara menggenggam tanah keras di bawahnya, rahangnya menegang.
“Dia… dia tahu namaku.”
Dorion menatapnya dengan tatapan khawatir. “Kalau dia tahu, berarti kesadarannya sebagian berasal dari dunia nyata.”
Tiba-tiba mata Arsen refleksi menatap lurus ke arah pilar tempat mereka bersembunyi.
“Siapa di sana?”
Elara terkejut, hampir berteriak saat Dorion langsung menariknya mundur, menekan tubuhnya ke tembok batu.
“Mereka bisa melihat kita?” bisik Mira panik.
Brian mengangguk cepat. “Kita terlalu lama di sini. Dunia refleksi mulai menyadari keberadaan kita.”
Cahaya keperakan di sekitar mulai bergetar seperti kaca yang retak perlahan.
“Elara!” Dorion menarik tangannya. “Kita harus pergi sekarang!”
Tapi Elara masih menatap ke arah aula itu, matanya tak lepas dari Arsen dan Selena versi refleksi yang kini berdiri, menatap langsung ke arah mereka.
“Kau tidak bisa pergi, Elara,”
suara Selena bergema lembut, “karena dunia ini sudah memilih siapa yang nyata dan siapa yang hanya bayangan.”
Dan tiba-tiba seluruh aula pecah menjadi serpihan cahaya, menyedot mereka ke dalam pusaran baru.
Refleksi cahaya keperakan di langit itu mulai bergetar hebat, seperti cermin raksasa yang hampir pecah. Arsen dan Selena versi duplikat mereka kini menatap langsung ke arah tempat Elara dan teman-temannya bersembunyi.
Mata mereka bersinar merah darah bukan lagi manusia, tapi bayangan yang hidup.
“Ketahuan!” seru Lysandra.
“Hebat, baru pertama kali dia cepat sadar kalau dirinya sedang diawasi,” gumam Elara datar.
Brian langsung menyalakan sihirnya, api hitam menari di kedua telapak tangannya.
“Kita harus pergi dari sini sekarang juga!”
“Tidak!” potong Elara cepat, menatap tajam. “Kalau kita pergi, mereka akan tetap ada. Kita harus hancurkan bayangan diri kita di dunia ini!”
Dorion menatapnya terkejut. “Gila, Elara… ini bukan dunia mainan. Kalau kita hancurkan refleksi kita, bisa saja sebagian jiwa kita ikut terhapus!”
“Tapi kalau enggak, mereka akan menggantikan kita!” balas Elara cepat, suaranya tegas meski matanya menyala penuh keberanian.
Suasana menegang. Selena dan Arsen versi duplikat mulai melangkah maju, aura mereka kuat dan menekan udara sekitar.
“Elara, cepat ambil posisi!” titah Brian, nada suaranya tajam tapi kini penuh konsentrasi.
Elara mengangguk.
“Mira, kau jaga sisi kiri. Lysandra kanan. Dorion, bantu aku buka ruang pecahan!”
Mereka serentak mengeluarkan kekuatan masing-masing
Mira dengan kilatan angin Veyra yang membentuk pusaran lembut, Lysandra dengan api iblis merah menyala, Dorion menembus bayangan dengan sihir hitam yang memecah permukaan lantai seperti kaca retak.
Elara berdiri di tengah, memusatkan seluruh energinya.
Matanya berpendar samar, lalu tubuhnya mulai mengeluarkan cahaya lembut dari kombinasi Veyra dan Luminara dua kekuatan yang dulu tak pernah bisa bersatu.
“Kalau dunia ini cuma refleksi, berarti yang kita hancurkan cuma bayangan, bukan jiwa!” serunya keras.
Brian menatapnya singkat lalu tersenyum tipis. “Dasar nekat. Tapi kali ini aku ikut!”
Brian mengarahkan sihir iblisnya ke tanah, menciptakan lingkaran energi hitam di bawah mereka. Dorion menambahkan simbol kuno di sisi lingkaran itu
dan bersama-sama mereka melepaskan sihir mereka ke arah Arsen dan Selena duplikat.
Benturan besar terjadi.
Cahaya putih bercampur merah dan hitam menyilaukan seluruh ruangan.
Tanah bergetar hebat, dan suara retakan seperti ribuan cermin pecah menggema di udara.
Dalam kekacauan itu, Elara melompat ke depan menyentuh refleksinya sendiri yang muncul di balik kabut.
Bayangan dirinya menatap balik dengan senyum dingin.
“Kau tak bisa menipu dunia, Elara…”
“Aku bukan mau menipu,” ucap Elara pelan tapi tegas, “aku cuma mau tahu siapa yang membohongiku.”
Cahaya menyilaukan kembali memancar dari tangannya
dan brak! refleksi Elara pecah menjadi ribuan serpihan cahaya yang menghilang di udara.
Begitu semuanya tenang, angin berhembus lembut.
Bayangan mereka yang lain juga menghilang satu per satu, meninggalkan dunia refleksi itu tanpa penguasa.
Mira menatap sekeliling. “Kita berhasil?”
Elara tersenyum kecil, meski napasnya terengah. “Belum. Tapi sekarang… kita bisa nyamar.”
Dorion menatapnya curiga. “Nyamar gimana maksudmu?”
“Dunia refleksi ini gak akan tahu siapa kita kalau kita pakai energi mereka yang sudah pecah. Kita bisa jalan bebas, seolah kita bagian dari dunia ini.”
Brian mendecak kecil, tapi wajahnya terlihat terkesan. “Kau cepat juga otaknya, untuk orang yang suka makan.”
“Elara si tukang makan, penyelamat dunia refleksi,” celetuk Lysandra setengah kesal.
Elara hanya tertawa kecil, mengambil pecahan energi yang melayang di udara.
“Kalau begini, kita bisa cari tahu rahasia sebenarnya tentang Arsen, orang tuanya, dan kenapa dunia ini dibuat.”
Dorion menatapnya dengan senyum samar. “Baiklah, Nona masalah. Pimpin jalan.”
Elara melangkah pelan ke depan, menyembunyikan senyum kecil di wajahnya.
“Dengan senang hati… tapi jangan salah langkah ya, soalnya di dunia refleksi, satu gerakan salah… bisa bikin kita yang asli menghilang.”
Mira menelan ludah. “Kenapa peringatannya selalu datang belakangan, El?”
Elara mengangkat bahu ringan. “Biar seru.”
Mereka berlima berjalan masuk ke jantung dunia refleksi tempat semua kebenaran menunggu untuk diungkap.