NovelToon NovelToon
The Path Of The Undead That I Chose

The Path Of The Undead That I Chose

Status: sedang berlangsung
Genre:Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Roh Supernatural / Kontras Takdir / Summon
Popularitas:279
Nilai: 5
Nama Author: Apin Zen

"Dalam dunia yang telah dikuasai oleh iblis, satu-satunya makhluk yang tersisa untuk melawan kegelapan… adalah seorang yang tidak bisa mati."



Bell Grezros adalah mantan pangeran kerajaan Evenard yang kini hanya tinggal mayat hidup berjalan—kutukan dari perang besar yang membinasakan bangsanya. Direnggut dari kematian yang layak dan diikat dalam tubuh undead abadi, Bell kini menjadi makhluk yang dibenci manusia dan diburu para pahlawan.

Namun Bell tidak ingin kekuasaan, tidak ingin balas dendam. Ia hanya menginginkan satu hal: mati dengan tenang.

Untuk itu, ia harus menemukan Tujuh Artefak Archelion, peninggalan kuno para dewa cahaya yang dikabarkan mampu memutuskan kutukan terkelam. Dalam perjalanannya ia menjelajah dunia yang telah berubah menjadi reruntuhan, menghadapi para Archfiend, bertemu makhluk-makhluk terkutuk, dan menghadapi kebenaran pahit tentang asal usul kekuatannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Apin Zen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Denyut Kutukan

Kabut di Hutan Tanpa Pulang semakin tebal, sampai-sampai pandangan hanya sejauh ujung jari. Denting logam terdengar entah dari mana, namun setiap kali mereka menoleh, tak ada siapa pun di sana.

Lythienne menunduk, memegang tongkat sihirnya erat-erat. “Suara ini… bukan gema dari hutan. Ini seperti… kita sedang mendengar diri kita sendiri di waktu lain.”

Bell mengangkat wajahnya. Dan benar—dari balik kabut, tiga sosok muncul. Wajah mereka… sama. Pakaian mereka… sama. Tapi ada perbedaan yang membuat dada terasa sesak: mata mereka dipenuhi kebencian yang membara.

Sosok yang menyerupai Bell berbicara duluan, suaranya dalam dan patah-patah.

> “Kau masih berjuang…? Aku sudah melewati semua itu. Aku tahu akhirnya. Tidak ada yang bisa kau selamatkan.”

Eryndra melangkah maju, memandangi versi dirinya yang memegang pedang berlumuran darah. “Kalau itu masa depan… maka aku akan memastikan itu tidak pernah terjadi.”

Pertarungan pun pecah.

Pedang Eryndra membentur pedang kembarannya, percikan api beterbangan, namun gerakan lawannya jauh lebih cepat, seolah ia sudah menghafal setiap jurus yang akan ia keluarkan. Lythienne menembakkan semburan cahaya, tapi versi masa depannya menghilang dalam pusaran angin sebelum kembali menyerang dengan sihir yang jauh lebih matang.

Bell sendiri… menghadapi dirinya. Setiap tebasan, setiap gerak kaki, dipantulkan seperti cermin. Tapi yang membuatnya terguncang adalah—setiap pukulan lawannya terasa seperti membawa beban seluruh kesalahan yang pernah ia lakukan.

“Kalau kau tahu semuanya,” ujar Bell di tengah benturan pedang, “kenapa masih melawanku?”

> “Karena aku ingin kau merasakan… bahwa berjuang hanyalah jalan lain menuju kehancuran.”

Tanah di sekitar mereka retak. Pohon raksasa di tengah lingkaran itu bersinar semakin terang, seolah menyerap energi dari pertempuran.

Lythienne terlempar ke tanah, wajahnya pucat, sementara Eryndra mulai kewalahan. Bell tahu, jika ini berlanjut, kabut akan menelan mereka selamanya.

Ia melepaskan pedangnya, membiarkan versi masa depannya menusuk… namun di detik terakhir, Bell meraih tangan lawannya dan berbisik, “Kalau aku memang menjadi dirimu, maka biarkan aku memilih jalan yang berbeda.”

Sosok itu membeku. Cahaya kehijauan dari pohon meredup, dan kabut mulai tersibak, menarik semua bayangan masa depan kembali ke ketiadaan.

Tiga sosok itu menghilang… tapi Bell merasakan sesuatu tersisa di genggamannya—sepotong pecahan kristal berwarna hitam berdenyut pelan.

Fragmen hitam itu terasa dingin di tangan Bell, namun setiap denyutnya membuat darahnya bergetar seperti disiram api. Eryndra menatapnya dengan cemas.

“Lemparkan saja, Bell. Aku bisa merasakan… sesuatu yang buruk dari benda itu.”

Bell tidak menjawab. Pandangannya kabur, dan dunia di sekelilingnya seperti berputar. Lythienne meraih lengannya, namun begitu kulit mereka bersentuhan, ia terkejut tersentak mundur—kutukan Bell menyala begitu kuat hingga terasa seperti duri yang menusuk dari dalam.

Suara-suara mulai terdengar di kepalanya. Bukan suara musuh… tapi suaranya sendiri, diulang-ulang, terdistorsi, penuh ejekan.

> “Kau pikir mereka akan bertahan lama di sisimu?”

“Pada akhirnya… hanya kau yang akan tersisa.”

Langkahnya goyah, dan tanah di bawah kaki Bell mulai retak. Urat hitam merayap dari pergelangan tangannya, naik ke leher, seperti akar pohon yang ingin menelan tubuhnya.

Eryndra menghunus pedangnya, bukan untuk menyerang Bell, tapi untuk menahan apapun yang keluar darinya. “Lepaskan fragmennya, atau aku yang akan memaksamu!”

Bell memejamkan mata, mencoba mengatur napas. Ia tahu jika melepaskan sekarang, energi liar ini bisa meledak, melukai semua orang di sekitarnya. Tapi jika ia menahannya… kutukan itu akan menggerogoti dirinya sampai tak tersisa.

Lythienne berlutut di depannya, menekan tongkat sihirnya ke tanah. “Aku akan menyalurkan sebagian kutukanmu ke tanah. Tapi hanya bisa menahan sebentar!”

Cahaya biru pucat mengalir dari tongkatnya, membuat akar-akar hitam di tubuh Bell melambat pergerakannya. Namun detak fragmen itu semakin cepat, dan Bell merasa bagian dari jiwanya mulai tersedot ke dalam.

Dalam setengah kesadarannya, Bell melihat bayangan hitam menjulang di belakang mereka—sosok tinggi, berjubah, tanpa wajah. Ia mengerti, itu bukan sekadar efek fragmen… itu sesuatu yang sedang dipanggil oleh denyutnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!