Setelah hubungannya tidak mendapat kejelasan dari sang kekasih. Kapten Prayoda, memutuskan untuk menyerah. Ia berlalu dengan kecewa. Empat tahun menunggu, hanyalah kekosongan yang ia dapatkan.
Lantas, ke dermaga mana akan ia labuhkan cinta yang selama ini sudah berusaha ia simpan dengan setia untuk sang kekasih yang lebih memilih karir.
Dalam pikiran yang kalut, Kapten Yoda tidak sengaja menciprat genangan air di bahu jalan pada seorang gadis yang sedang memarkirkan motornya di sana.
"Sialan," umpatnya. Ketika menoleh, gadis itu mendapati seorang pria dewasa tampan dan gagah bertubuh atletis memakai baret hijau, berdiri resah dan bersalah. Gadis itu melotot tidak senang.
Pertemuan tidak sengaja itu membuat hari-hari Kapten Prayoda tidak biasa, sebab bayang-bayang gadis itu selalu muncul di kepalanya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Ikuti juga ya FB Lina Zascia Amandia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Menghindar
Hari-hari setelah pertemuan di kampus itu seolah menjadi titik balik bagi Amira. Jika sebelumnya ia masih bisa tersenyum ketika berpapasan dengan Yoda, kini ia mulai menjaga jarak. Bahkan pesan singkat Yoda pun hanya dibaca tanpa balasan.
Yoda merasa ada sesuatu yang berubah. Ia menatap layar ponselnya berulang kali, menunggu ada notifikasi balasan. Tapi yang muncul hanya keheningan.
Malam itu, di kamarnya, Yoda menghela napas berat. "Apa salahku, Amira? Kenapa tiba-tiba menjauh?" suaranya parau, hampir seperti rintihan.
Dalam keheningan, suara hatinya kembali bicara, Yoda seakan sedang diingatkan pada masa lalu. "Kenapa susah sekali meluluhkan Amira? Padahal kemarin sikapnya sudah kembali normal dan ceria."
Nama itu muncul lagi dalam pikirannya, Aika. Gadis yang dulu pernah begitu mencintainya. Tapi Yoda memilih memutuskan hubungan mereka dengan alasan menerima perjodohan dari kedua orang tuanya bersama dokter Serelia.
Kini, ketika ia benar-benar jatuh cinta pada Amira, takdir seolah memberi pelajaran. Amira menghindar. Ia merasakan pahitnya ditinggalkan, pahitnya tak dianggap. Dan itu benar-benar membuat dadanya sesak.
Di lain sisi, Amira sebenarnya tidak membenci Yoda. Ia hanya merasa pikirannya terlalu kusut. Pertemuan dengan Yoda dan Iqbal secara bersamaan di kampus kemarin membuatnya kalut. Ia merasa berada di tengah dua tarikan yang berbeda, dan keduanya sama-sama membuatnya lelah.
Ia ingat tatapan Yoda yang penuh ketulusan, tapi sekaligus terasa menekan hatinya karena begitu intens. Ia juga ingat sikap Iqbal yang penuh gengsi, yang membuatnya sadar bahwa Iqbal risih terhadapnya.
“Kenapa harus aku yang berada di posisi ini?” gumam Amira pelan di depan kaca kamarnya. "Kenapa bukan mereka yang berjuang tanpa harus menyeretku di antara kebingungan?”
Amira memilih untuk menjaga jarak. Ia tidak ingin terburu-buru memberi harapan, juga tidak ingin memberi ruang pada salah satu untuk merasa lebih unggul. Namun, dengan ia bersikap dingin, justru melukai Yoda lebih dalam daripada yang ia kira.
Kekecewaan Yoda semakin bertambah ketika Serelia kembali muncul. Hari itu ia baru saja keluar dari kantor setelah menyelesaikan laporan. Mobil putih Serelia berhenti di depan, kaca jendela diturunkan.
"Hai, Kak Yoda. Kebetulan nih. Bisa nggak kita bicara berdua. Makan atau ngopi, di kafe misalnya? Aku butuh waktu kamu, sebentar aja,” pintanya dengan senyum yang dipaksakan manis.
Yoda menggeleng cepat. "Maaf, Sel. Aku nggak bisa. Bukankah sudah aku tegaskan, aku memutuskan untuk tidak menunggu. Kamu tentu tahu maksudku?"
Serelia turun dari mobil, berdiri tepat di hadapannya. “Kak, sampai kapan kamu terus menghindar? Aku tahu kamu dekat dengan Amira. Tapi apa dia bisa menerima kamu seutuhnya? Aku yang sudah lama mengenalmu pun masih berusaha memahami sifatmu."
Yoda terdiam. Kata-kata Serelia menyinggung hatinya, meski ia tidak ingin menunjukkannya. Ia menahan diri agar tidak terpancing.
"Sel, kita sudah selesai. Jangan mengulang yang sudah jelas-jelas berakhir," ucap Yoda akhirnya, suaranya tegas tapi terdengar lelah.
Namun, Serelia tidak menyerah. Ia mendekat, menatap mata Yoda dalam-dalam. "Aku masih berharap, Kak. Bahkan kalaupun Amira menolakmu nanti, aku akan tetap ada di sini."
Yoda mengalihkan pandangan, hatinya panas. Bukan karena masih ada rasa, melainkan karena Serelia menyebut kemungkinan yang paling ia takuti, Amira menolaknya.
Dan sialnya, bayangan itu terasa nyata.
Hari-hari berikutnya semakin berat. Amira benar-benar menjaga jarak. Ia tidak lagi membalas pesan Yoda, tidak menanggapi sapaan, bahkan sering memilih jalan memutar hanya untuk tidak berpapasan dengannya.
Bagi Yoda, itu bukan hanya penghindaran. Itu seperti penolakan halus yang lebih menyakitkan dari kata “tidak”.
***
Malam itu, Yoda duduk sendirian di teras rumah. Angin malam berembus dingin. Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri. Tapi yang muncul justru kenangan bersama Amira, tawa kecilnya, cerianya, cara ia makan, dan tatapan matanya yang polos. Semua itu membuat rindu Yoda semakin berat.
“Apakah ini balasan dari apa yang dulu kulakukan pada Aika?” gumamnya lirih. “Apakah ini karma karena aku pernah mengabaikan orang yang mencintaiku?”
Kembali ingatan Yoda justru pada Aika, membuat rasa bersalah Yoda semakin besar. Tiba-tiba air matanya menetes tanpa ia sadari.
***
Di tempat berbedak, Iqbal masih termenung di kantornya. Teman-temannya menyadari perubahan sikapnya, tapi ia enggan bercerita. Dalam hatinya, ada pertarungan antara gengsi dan rasa yang sebenarnya masih ada.
"Kenapa aku tidak bisa menerima dia apa adanya? Padahal aku tahu, sejak dulu aku menyukainya."
Namun lagi-lagi, gengsinya lebih besar. Sehingga semakin menjauhkan dirinya dari Amira.
***
Di tempat yang berbeda, Amira tengah duduk melamun di balkon kamar. Ingatannya kembali pada Yoda dan Iqbal yang kini sedang berusaha ia hindari dua-duanya.
Amira masih belum yakin dengan Yoda, sebab hubungannya dengan dokter Serelia belum selesai. Amira takut dirinya justru pelarian dari rasa kecewa Yoda pada dokter itu.
Dan setiap kali ia mengingat Iqbal, hatinya justru sakit. Ia masih bisa membayangkan jelas tatapan risih itu. Ia tahu, jika bersama Iqbal, mungkin ia akan selalu dituntut untuk menjadi orang yang bukan dirinya. Dan itu bukan kehidupan yang ia impikan.
“Kenapa semua terasa salah?” bisiknya menatap kosong ke depan. “Kenapa tidak ada yang benar-benar membuatku yakin?”
Air mata Amira jatuh. Malam itu, Amira menangis dalam diam, tanpa seorang pun yang tahu.
***
Hari demi hari berlalu. Yoda terlihat sering murung. Teman-teman kantornya mulai heran, tapi ia selalu beralasan sibuk. Padahal kenyataannya, hatinya yang sibuk memikirkan cintanya yang tidak terbalaskan.
Ia mencoba menulis pesan panjang untuk Amira, ingin menjelaskan segalanya. Namun setiap kali jari-jarinya mengetik, ia menghapus lagi.
“Apa gunanya aku bicara kalau dia sudah tidak mau mendengar?” pikirnya getir.
Ia menatap langit malam, seolah mencari jawaban. Namun yang ada hanya hampa.
Dalam kesepiannya, Yoda semakin sadar bahwa ia benar-benar jatuh, dan jatuhnya kali ini lebih dalam daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya. Sayangnya, ia jatuh pada seseorang yang kini semakin jauh darinya.
Sementara Amira, ia masih berusaha mencari ketenangan. Ia sengaja tidak membalas pesan Yoda maupun Iqbal. Ia takut, jika ia kembali memberi celah, hatinya akan semakin berat untuk mengambil keputusan.
Namun, ia juga tidak bisa menipu dirinya sendiri. Bayangan Yoda selalu muncul, terutama ketika ia sendirian. Dan meski ia mencoba menepis, hatinya tahu, Yoda berbeda.
Dengan begitu, Amira memilih untuk tetap menjauh. Setidaknya sampai hatinya benar-benar yakin.
"Amira. Aku tahu kamu sedang menghindari aku. Tapi, coba pikirkan kembali keputusanmu. Yang jelas, sampai detik ini, aku tidak akan berhenti menanti jawabanmu. Karena aku sungguh-sungguh padamu."
Pesan dari Yoda yang tiba-tiba, sungguh menyentak. Sehingga Amira, lagi-lagi merasa goyah. Tapi tekadnya masih kuat, yakni dia harus bisa menghindari pria itu.
sabar bang Yoda..cinta emang perlu perjuangan.
hmm..Amira ujianmu marai koe kwareken mangan.aku seng Moco Karo mbayangke melok warek pisan mir.🤭
kk othor akuh kasih kopi biar melek bab selanjutnya 😁.