Clarisa Duncan hidup sendirian setelah keluarganya hancur, ayahnya bunuh diri
sementara ibunya tak sadarkan diri.
Setelah empat tahun ia tersiksa, teman lamanya. Benjamin Hilton membantunya namun ia mengajukan sebuah syarat. Clarissa harus menjadi istri, istri kontrak Benjamin.
Waktu berlalu hingga tiba pengakhiran kontrak pernikahan tersebut tetapi suaminya, Benjamin malah kecelakaan yang menyebabkan dirinya kehilangan ingatannya.
Clarissa harus bertahan, ia berpura-pura menjadi istri sungguhan agar kondisi Benjamin tak memburuk.
Tetapi perasaannya malah semakin tumbuh besar, ia harus memilih antara cinta atau menyerah untuk balas budi jasa suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nula_w99p, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Ben meneliti wajah istrinya yang sedang menutup matanya, ia terkekeh kecil. Dan mendekatkan bibirnya ke telinga Clarissa. "Parfume apa yang kamu pakai? Wangi sekali."
Clarissa membuka mata dengan perasaan malu, sebenarnya apa yang sedang di pikirkan nya! Bagaimana bisa berpikir mesum kepada pasien.
"O-oh i-tu aku pakai parfume aroma bunga peony, aku suka sekali wanginya. Sepertinya kamu juga tertarik, nanti aku kasih." Clarissa menjawab cepat dan mengalihkan pandangannya.
''Tidak, aku tidak mau. Aku hanya penasaran, kamu selalu wangi, membuatku ingin selalu berada di dekatmu.'' Benjamin kian menjauhkan tubuhnya dan melihat ke depan televisi.
''Bagaimana kalau kita menonton televisi saja.'' Ben terpikir itu saat melihat alat di depannya.
Clarissa mengangguk lalu kemudian menyalakan televisi di hadapan nya. ''Mau lihat apa? Misalnya kamu penasaran dengan sebuah film? Atau berita- bagaimana kalau film saja.'' Clarissa berpikir kembali untuk menyarankan menonton berita karena ia takut ada berita tentang Benjamin atau hal-hal yang berkaitan dengannya dan menurutnya terlalu berat untuk suaminya yang belum sembuh total.
Ben mengangguk, ia juga bingung dengan apa yang ingin di lihatnya di televisi. ''Yang itu saja,'' Ben berucap saat Clarissa sedang memindahkan saluran televisi.
Clarissa berdiam sebentar, ia melihat saluran televisi yang sedang menayangkan sebuah film. Suasana di sana terlihat gelap dan beberapa karakternya terlihat ketakutan. Sepertinya genre film ini horor.
''Tapi kelihatannya ini film horor, terlalu menakutkan bagi mu. Bagaimana kalau kita cari lagi film yang menarik atau mencari film yang lebih ceria atau memutar kaset saja!'' Alasan Clarissa sesungguhnya mencari cara agar tak menonton tayangan ini sebenarnya karena dirinya lah yang seorang penakut.
Bagaimana ini, kalau sampai Clarissa tak bisa tidur malam ini. Ia memang berencana mengambil kertas kontrak di ruang kerja Benjamin tetapi mungkin hanya memerlukan waktu beberapa menit dan setelah itu ia akan kembali tertidur. Dan Clarissa ragu malam ini ia akan tertidur nyenyak, belum ada satu menit. Sosok hantu yang mengerikan sudah terpampang di sana.
Clarissa menutupi matanya dengan bantal kecil yang ada di sofa, remot yang tadi ia pegang terjatuh akibat kedua tangan Clarissa yang terburu-buru mengambil bantal kecil itu. Ia jadi lupa sedang memegang benda lain di salah satu tangannya.
Clarissa kemudian melihat ke sisi kirinya, kedua mata Ben sang suami sudah berfokus ke Clarissa.
Malu sekali rasanya, sudah ke berapa kalinya ia memperlihatkan sikap terburuknya.
''Eee... Itu, anu.''Clarissa malah tak berpikir dulu, ia bingung harus bilang apa. Lagi-lagi, aduh rasanya ingin pindah sendirian ke bulan.
''Tidak apa-apa, kita pindahkan saja ke saluran lain. Aku juga tak mau lihat ini,'' Benjamin mengambil remot dan segera memindahkan saluran televisi tersebut.
''Bagaimana kalau ini saja, kelihatannya seru.'' Ben berhenti pada sebuah saluran yang tampak cerah pemandangannya. Ia pikir ini lebih baik daripada film horor yang membuat istrinya ketakutan.
Clarissa menurunkan bantal yang sejak tadi menutupi wajahnya. Ia melihat televisi yang sudah berganti film. Keduanya kemudian berfokus pada film tersebut.
''Kau pikir aku tidak tahu kelakuan mu di belakang ku?'' Suara perempuan yang ada di film terdengar, nada bicara dan ekspresinya tampak marah besar.
''Kau salah paham, aku tidak pernah punya hubungan dengan perempuan itu.'' Laki-laki di hadapan perempuan itu berusaha menjelaskan apa yang membuat pacarnya marah.
Kemudian karakter laki-laki itu meraih tangan sang kekasih. ''Lepaskan,'' perempuan itu menolak di di sentuh olehnya. ''Jangan berani kau menyentuhku dengan tubuh kotor mu.''
Kedua karakter di televisi tersebut terus beradu mulut, Benjamin agak muak melihatnya. Perilaku kedua karakter itu sangat tak dewasa, harusnya mereka berdiskusi dengan kepala dingin.
Ia ingin sekali memindahkan saluran televisi ini namun istrinya tampak menikmati tayangan film nya.
Tunggu saja sebentar lagi, mungkin film nya akan segera berakhir. Ben menyenderkan punggung nya ke belakang, ia mulai mengantuk namun tiba-tiba kedua pasangan di televisi tersebut melakukan tindakan tidak terduga yang membuat matanya kembali segar.
''Diam, jangan katakan apapun lagi. Aku muak sekali mendengar penjelasan mu yang selalu mengelak.'' Karakter perempuan membalikkan badan, ia hendak pergi namun tangannya di cegat oleh kekasih nya.
Laki-laki itu mendorong pacarnya hingga berbalik ke arahnya dan memeluk sang perempuan. ''Dengarkan aku dulu, lihat ini.'' Karakter laki-laki memperlihatkan sesuatu, sebuah foto di ponsel miliknya.
Foto tersebut menampilkan dirinya dan perempuan yang di maksud dalam pertengkaran keduanya berada di sebuah hotel. Bukan berduaan tetapi ada orang lain di foto tersebut, bahkan sangat banyak. Foto yang membuat kekasihnya marah sudah di edit, entah siapa yang melakukannya.
Mereka kemudian bertatapan lama, mata sang perempuan yang hampir menangis itu memegang rahang kekasihnya yang sudah ia salah pahami.
Keduanya semakin mendekatkan tubuh mereka, sang perempuan menutup matanya sementara laki-laki itu menjatuhkan ciuman di bibir kekasihnya.
Ben mengatupkan bibir, entah apa yang sedang ia pikirkan. Dia melihat sang istri yang sudah mengalihkan pandangan dari televisi maupun darinya.
''Kita lihat film lain saja,'' Clarissa memindahkan saluran tersebut.
''Pelan-pelan,'' suara lirih perempuan dari televisi terdengar.
Clarissa sengaja memindahkan salurannya agar tak melihat yang seperti tadi namun untuk ke tiga kali nya ia memindahkannya malah memperlihatkan adegan yang sama malah lebih parah.
Ada apa ini! Apa di televisi sedang musim kawin. Kalau tahu begini Clarissa seharusnya menonton film horor saja.
Dan akhirnya Clarissa menemukan saluran yang lebih baik, bukan film horor atau ada adegan ciuman atau apapun itu. Sebuah saluran yang memperlihatkan pertandingan bola basket.
''Ini saj-'' Clarissa terkejut mendapati wajah Ben sangat dekat dengannya, yang hanya beberapa inci saja darinya. ''K-kenapa?''
''Tidakkah kamu ingin yang seperti itu? Tadi kamu menutup mata saat kita bertatapan?'' Ben merendahkan suaranya, keduanya amat sangat dekat hingga bisa merasakan nafas satu sama lain.
''Ee... Tidak kok, aku hanya, hanya. Hanya kelilipan tadi, kamu salah paham.'' Clarissa menelan ludah dan berusaha memalingkan wajahnya dari suaminya.
Sementara Ben terus menatap istrinya, ia memajukan bibirnya dan...
''Aku ke toilet dulu,'' Clarissa mendorong tubuh Ben dan berjalan cepat menuju tempat tujuannya.
Ben terkekeh sambil memandang kepergian istrinya dari kejauhan, ia tersenyum dan kembali ke posisi awal ia duduk.
''Haaah air,'' Clarissa mondar mandir di dalam kamar mandi lalu kemudian membasuh wajahnya. Apa yang di pikirkan Ben sebenarnya! Bagaimana bisa dia, dia hampir men-cium Clarissa. Sekarang Clarissa menjadi sangat-sangat berdebar namun ia sedikit menantikan momen itu.
Clarissa menggigit bibir bawahnya dan melihat ke cermin di depannya. ''A-apa yang kamu pikirkan Clarissa,'' dia kembali membasuh wajahnya. Siapa tahu bisa membuat dirinya sedikit lebih tenang.
To be continue...