Menjadi Istri Ke 2

Napas yang mulai menderu, dengan sekujur tubuh yang mulai terasa panas akibat ulahnya sendiri, Lova menatap lamat wajah Jeriko dari samping. Aroma cendana dari laki-laki itu semakin membuat Lova menginginkan lebih, namun melihat tanggapan Jeriko atas tindakan nya membuat Lova berniat menghentikan nya, tidak ada pergerakan sama sekali dari Jeriko meski ia tadi sudah membuat tindakan lebih pada laki-laki itu.

Bohong kalau hati Lova tidak sakit, namun ia kesampingkan karena memang tujuan nya sekarang bukan hanya untuk Jeriko, tetapi membuat Serina merasakan apa yang pernah ia atau keluarganya rasakan.

Tangan Lova turun, begitu juda dengan dirinya yang memberi jarak, sedikit menjauh dari Jeriko.

"Kalau om mau pergi sekarang, pergi aja ngga papa," ujarnya menatap ke lain arah.

Jeriko menoleh, menatap wajah Lova dari samping. Terdengar helaan napas sebelum ia berucap.

"Baiklah, saya akan ke kantor sekarang."

Setelah mengatakan itu, Jeriko benar-benar pergi meninggalkan Lova yang masih berada di tempatnya, hatinya berkecamuk, namun tidak ada yang bisa Lova lakukan untuk mencegah Jeriko pergi. Tadi Lova sudah melakukan banyak hal, namun respon acuh Jeriko membuatnya tidak ingin melanjutkan nya lagi, cukup sampai di situ.

"Baiklah om, kalau begitu saya punya kejutan untuk om," ujarnya menyeringai.

...****************...

Jeriko tidak bohong dengan ucapan nya, ia benar-benar ke kantor. Namun saat ia masuk ke ruangan nya, seseorang sudah berada di sana, Jeriko sempat terdiam beberapa saat sebelum akhirnya melangkah.

"Aku bawakan makanan untuk kamu." Serina mencoba memberikan senyum meski sebenarnya ia tidak baik-baik saja.

"Terimakasih."

Serina mengangguk. Ia menyiapkan makanan yang ia bawa untuk Jeriko, lalu duduk di sofa panjang ruangan Jeriko.

"Makanlah dulu Jeri," ujar Serina lembut.

Sebenarnya Jeriko tidak begitu lapar, namun ia memang belum makan apa-apa tadi pagi. Apa lagi menghadapi tingkah istri ke duanya, itu cukup menguras tenaganya meski ia tidak melakukan apa-apa.

Setelah selesai makan, Jeriko berniat beranjak dari duduknya, namun tangan nya ditahan oleh Serina.

"Tadi malam, kamu dimana?"

Pertanyaan itu berhasil membuat Jeriko terdiam di tempatnya. Ia menelan salivanya cukup tegang sebelum menjawab ucapan Serina.

"Aku lembur dan tidur di rumah teman yang dekat dengan kantor."

Serina mengangguk, ia percaya saja dengan Jeriko karena memang selama pernikahan mereka, Jeriko bisa dikatakan sangat setia, tidak ada hal yang mencurigakan pada laki-laki itu. Bahkan Serina pernah nekat membuntuti Jeriko dan benar saja, meski Jeriko berkumpul dengan teman-teman nya. Ia sama sekali tidak tergoda dengan beberapa gadis yang mencoba mendekati dan menggodanya. Dari situ lah Serina percaya dengan Jeriko, meski kenyataan nya sekarang kepercayaan itu sedikit berkurang karena kata-kata Lova waktu itu. Serina penasaran kenapa gelang Lova bisa berada di saku jas Jeriko.

"Baiklah, aku hanya ingin memberitahumu, mama menyuruh kita untuk melakukan bulan madu."

Jeriko menyipitkan matanya. Kalau tidak kakanya Yesi, mamanya juga selalu saja merencanakan bulan madu yang entah sudah kesekian kalinya mereka lakukan.

"Kamu tidak menolaknya?"

"Aku tidak mungkin menyakiti hati kaka, kamu tahu sendiri Jeri."

Jeriko mengangguk paham. "Baiklah, biar aku yang beritahu mama."

"Maksud kamu? Kamu menolaknya?"

"Aku sedang banyak pekerjaan minggu ini."

"Kita bisa pergi hanya untuk dua atau tiga hari saja, aku tau kamu sangat sibuk, tapi tidak bisakah kamu luangkan waktumu untuk kita?"

Terdengar helaan napas dari Jeriko. "Akan aku usahakan."

Senyum Serina seketika terbit. Ia mengecup singkat pipi Jeriko.

"Aku akan menunggumu di rumah."

Setelah mengatakan itu. Serina keluar dari ruangan Jeriko, sebenarnya ia sangat ingin menanyakan perihal gelang milik Lova. Tetapi ia tahu, sekarang bukan saat yang tepat, Serina tidak mau membuat Jeriko sampai berubah pikiran, karena ia sendiri akan menyiapkan kejutan besar untuk Jeriko. Bulan madu kali ini, ia tidak akan menyia-nyiakan waktu lagi, dan berakhir tanpa melakukan apa-apa.

"Serina sudah pulang?" Egar masuk seraya memberikan berkas pada Jeriko.

"Mama meminta kita untuk bulan madu."

"Wah, kebetulan sekali, kenapa tidak kamu ajak juga istri ke duamu?"

Jeriko langsung menatap tajam Egar. Sementara Egar sudah meledakan tawanya.

"Kamu beruntung Riko, bisa menikahi dua wanita cantik, yang satu lemah lembut, dan yang satu lagi sedikit nakal aku rasa."

Jeriko diam tidak menjawab ucapan Egar yang sebenarnya terdengar memperolok dirinya. Tetapi apa yang dikatakan Egar itu suatu kebenaran mengenai hidupnya saat ini, juga mengenai kedua istrinya.

Yang satu terlihat lemah lembut, dan yang satu memang berbeda, sedikit nakal dan agresif.

Jeriko menelan salivanya susah saat mengingat tindakan Lova tadi, gadis itu dengan sengaja menggodanya, memainkan beberapa titik sensitifnya, namun Jeriko mencoba acuh meski sebenarnya ia sendiri mulai terpancing, dan sialnya setelah membuat gairah Jeriko mulai terbakar, Lova dengan sengaja menghentikan nya, menyuruhnya untuk pergi.

Sial, mengingat itu lagi membuat Jeriko mengeraskan rahangnya. Ada perasaan tidak terima ketika Lova berhenti begitu saja tadi dan malah menyuruhnya pergi.

Sementara di lain tempat. Belvi menganga melihat adanya Lova di kampusnya. Gadis itu langsung menyeret Lova ke tempat yang lebih sepi.

"Lo ke kampus?" tanya Belvi tidak mendapat respon Lova.

"Katanya lo nikah? Kok bisa sih? Emang kalian nggak ngabisin waktu di ranjang berdua gitu?"

Mendengar pertanyaan Belvi membuat Lova memutar matanya malas. Ia menatap sahabat satu-satunya itu.

"Ya lo pikir aja sendiri? Gue aja cuma dijadikan istri rahasia."

Belvi mengangguk paham. "Nyesel kan lo sekarang?"

"Enggak, gue malah merasa tertantang," seringai jelas terlihat di wajah Lova.

"Lop, jangan aneh-aneh deh. Rahasian pernikahan lo aja beban banget tau ngga buat gue."

"Thank you and sorry Belvi, lo tau sendiri gue cuma percaya sama lo, tante Gina? Yang ada gue bakal digebuk nantinya."

"Terus apa rencana lo setelah ini?"

Lova menaik turunkan alisnya. Ia mendekati Belvi sebelum membisikan kata-kata yang membuat Belvi seketika ternganga.

"Gue mau cari Kenzo, mau ajak dia ke rumah eyang Sema, kayaknya seru tau bikin kejutan buat om suami," ujar Lova dangan senyumnya.

Belvi benar-benar tidak mengerti jalan pikir Lova. Gadis itu selalu ada saja gebrakan nya, meski tergolong ekstrim. Bayangkan saja, setelah kehilangan keperawanan, lalu menjadi istri ke dua dari om pacarnya, dan kini Lova dengan tenang akan ke rumah suaminya bersama pacarnya. Pikiran macam apa itu. Hanya Lova saja yang bisa melakukan itu.

"Lo mau ngapain?" tanya Belvi was-was.

"Mau pacaran lah sama Kenzo, di depan suami tapi."