Apa yang harus dilakukan untuk menghilangkan kelabu yang menyelimuti rumah tangga selama lima tahun?
Khalisah meminta suaminya untuk menikah lagi dengan perempuan yang dipilih mertuanya.
Sosok ceria, lugu, dan bertingkah apa adanya adalah Hara yang merupakan teman masa kecil Abizar yang menjadi adik madu Khalisah, dapat mengkuningkan suasana serta merta hati yang mengikuti. Namun mengabu-abukan hati Khalisah yang biru.
Bagaimana dengan kombinasi ini? Apa akan menjadi masalah bila ditambahkan oranye ke dalamnya?
Instagram: @girl_rain67
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Girl_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
E. 23~ Kemana
Pada akhirnya Khalisah ikut nimbrung dalam salat berjamaahnya Abizar dan Hara. Suudzonnya muncul gara-gara tanggapan mereka tadi sore membuatnya tak yakin bakal dilakukan.
Di kamar mandi Khalisah menuntun Hara cara berwudhu, sesudah Hara baru giliran Khalisah untuk berwudhu dengan melepas cadar dan hijabnya.
"Mb-mbak Khalisah." Hara menutup mulutnya tak menyangka sosok yang di depannya begini rupa.
"Kenapa?" Bingung Khalisah pada Hara yang terpaku.
Rambut hitam legam panjang yang diikatkan pony tail menggapai pantat dan agak bergelombang, wajahnya yang putih bersih dan mata keabu-abuan serta bibir pink yang entah alami atau dipakai serum.
"Mbak cantik banget," aku Hara disela-sela jemarinya yang masih menutup mulut.
Wanita yang dipuji hanya mengangguk. "Kamu juga cantik. Dan bisa kamu keluar? Aku nggak terbiasa pipis satu ruangan ada orang lain."
"Oh, oke." Hara linglung saat keluar dari kamar mandi dan mendapati Abizar duduk di atas kasur.
"Dimana mukenah kamu?" tanya Abizar.
"Mukenah yang mana?" tanya balik Hara.
"Mukenah yang aku kasih sebagai mahar."
"Iya, ada." Segera Hara menuju lemarinya karena saat ini mereka berada di kamar wanita hamil itu. Setelah mengambil, Hara menyerahkan bungkusan itu pada Abizar.
Abizar membuka bungkusan berisi mukenah serta ciput itu dan memberikannya kembali pada Hara. "Pakai."
Inginnya Abizar membantu hingga mengangkat tangan setiap Hara memakai sekenanya, tapi tidak ingin wudhunya batal lantaran menyentuh mahram arizi. Sehingga bunyi pintu ditarik yang berasal dari kamar mandi menarik perhatian keduanya.
"Mbak Khalisah, aku nggak bisa pakai," rengek Hara mendatangi Khalisah dan menunjukkan hasil bertarungnya dengan mukenah.
Tanpa berucap Khalisah langsung memperbaikinya. Selesai dengan Hara barulah Khalisah mengurus dirinya, lalu mengatur saf dengan Abizar sebagai imam mereka.
Cukup sulit bagi Hara memakai mukenah pocong, sehingga ketika iktidal kakinya salah pijak dan berakhir hampir terjatuh jika Khalisah tak menangkapnya.
"Kamu nggak papa?" tanya Khalisah khawatir, ia harus membatalkan salatnya karena bumil di sampingnya. Takut terjadi sesuatu bila jatuh seperti tadi.
"Nggak papa. Makasih, Mbak," cetus Hara tersenyum.
Khalisah berjongkok dan memperbaiki mukenah agar tak diinjak kaki Hara. Mukenah ini sangat lebar sehingga sedikit kemungkinan terlihat kaki disaat sujud.
"Kamu ikuti aku," titah Khalisah kepada Hara yang diangguki wanita itu. Melihat mas Abi sudah duduk antara dua sujud, Khalisah mentakbiratul ihram baru kemudian takbir sekali lagi untuk ikut duduk antara dua sujud dan ikut sujud saat mas Abi sujud.
Begitupun dengan Hara, dia ikut Khalisah yang berdiri lagi saat Abizar salam ke sebelah kanan sampai Khalisah duduk tawarruk dan salam.
Abizar memberikan punggung tangannya untuk dikecup kedua istrinya, dan dibalas olehnya dengan kecupan di dahi.
"Aku mau kalian salat berjamaah juga nanti isya, dan waktu lainnya saat mas Abi ada di rumah," papar Khalisah.
Abizar dan Hara mengangguk bagaikan anak kecil yang patuh pada ibunya.
"Sekarang aku dan Hara turun dulu ke dapur mau masak makan malam, mas Abi di sini saja dulu istirahat," ucap Khalisah melepas mukenah dan kembali ke style pakaian serba kebesaran dan cadarnya.
Hara pun melipat mukenahnya dan meletakkan di rak gantungan, baru menyusul mbak Khalisah yang keluar duluan.
"Mbak!" serunya agak memekik sampai mendapat tatapan tajam dari Khalisah. Hara hanya nyengir.
Khalisah kembali ke rutinitas memotong sayuran di meja bundar.
"Mbak, waktu dilamar mas Abi nunjukin wajahnya 'nggak?" tanya Hara sambil menuju rak untuk mengambil bahan-bahan.
"Enggak, aku baru menunjukkan wajahku kepada mas Abi di malam pertama," jawab Khalisah.
"Begitu ya." Hara tiba-tiba merenung sembari membersihkan ikan.
Lalu, Abi menyukai mbak Khalisah karena apa? Apa karena kesholehannya ya? Tapi wanita kayak mbak Khalisah 'kan ada banyak juga di Jakarta.
Rupanya pertanyaan Hara juga berefek ke Khalisah hingga wanita itu menopang dagunya, berpikir alasan mas Abi menikahinya.
Menyukaiku pas pertama kali lihat, itu 'kan yang dikatakan mas Abi dulu.
Dan kedua larut dalam pemikiran masing-masing dengan raga tetap menyiapkan masakan. Melewati makan malam yang sunyi walau sempat menjadi perseteruan lantaran Khalisah makan nasi dua suap saja.
Khalisah berkata, "Aku merasa agak gemukan akhir-akhir ini."
"Ah, mbak Khalisah mau diat ya? Makanya tadi siang Mbak nggak makan dan waktu sarapan makannya juga sedikit," sambut Hara yang mendapat pandangan datar dari Khalisah.
Khalisah menghela napas. "Iya."
"Jangan begitu, aku suka kok badan kamu berisi. Aku nggak mau sakit gara-gara kekurangan makan," tegur Abizar serius.
"Nggak kok, Mas. Rencananya sebelum subuh mau makan lagi soalnya besok aku ambil puasa Senin."
Barulah alasan Khalisah diterima.
Mereka salat isya berjamaah tanpa ada masalah seperti tadi, meski Hara sempat lupa urutan wudhu.
Khalisah menuruni tangga setelah keluar dari kamar Hara dan meninggalkan suaminya juga di sana. Langkahnya terhenti begitu lelaki yang dikenalnya masuk dari pintu utama, namun yang menjadi tanya Khalisah ialah sesuatu yang dipeluk lelaki itu.
Menajamkan matanya ke arah sesuatu yang didekap Edgar dengan erat. "حاشيتان قليوبي عميرة." Mulut Khalisah terbuka akibat syok terhadap apa yang dibacanya.
"Itukan kitab Mahalli," gumamnya.
Sedangkan Edgar yang tau diperhatikan Khalisah, dengan sengaja menampakkan nama kitab yang dipegangnya sambilan melanjutkan langkah belok ke kiri ke kamar khusus bawahan.
Dan Khalisah masih dengan keterkejutannya pergi ke dapur bermaksud menyantap buah kesukaan, setelah tadi siang digagalkan Edgar.
Sebenarnya alasan Khalisah tidak banyak makan seperti biasa karena takut Abizar benar-benar terbukti sebagai pengedar narkoba, ia tak mau lagi makan uang haram suaminya. Namun untuk buah pir.... Entah keyakinan dari mana yang membuatnya percaya buah pir ini dibelikan oleh Edgar.
Dia tidak akan membiarkan aku makan makanan haram 'kan?
Begitulah pemikiran tak berdasar itu muncul dari hatinya, dan yakin saja tanpa ada ucapan pernyataan.
Oleh karena itu Khalisah bisa menikmati buah pir di dalam kulkas tanpa ragu.
"Apa yang membuat kamu yakin?"
Seruan itu menengadahkan wajah Khalisah yang menunduk untuk menatap laki-laki yang berdiri di seberang meja makan, sedang Khalisah tetap di meja bundarnya.
Alis Khalisah naik pertanda ia bertanya maksud perkataan Edgar.
"Yakin kalau Abizar bukan pengedar narkoba disaat aku sudah menyerahkan dokumen keterangan beserta buktinya?" tanya Edgar lebih jelas.
Khalisah meletakkan pirnya di atas piring, lalu menautkan kedua jemari tangannya di bawah dagu. "Aku mau bukti, bukti mas Abi melakukan transaksi. Bisa berupa vidio, tapi akan lebih bagus kalau aku bisa melihatnya langsung."
Sesaat keheningan terjadi, dan lelaki itu terlihat menimang-nimang sebelum mengangguk. "Baiklah."
Alhasil Khalisah berkedip.
...☠️...
...☠️...
...☠️...
Ongkos parkirnya 😅
Oh ya, Rain mau bilang kenapa di sini Hara pakai mukenah pocong karena tempat mondok Rain nggak diizinkan mukenah selain mukenah pocong.
See you 🍁