#cerita ini sequel dari novel 'MY LOVELY IDIOT HUSBAND' ya...
***
Amel harus menerima kenyataan, menikah dengan laki-laki yang mencintai sahabatnya sendiri karena sudah hamil akibat kesalahan yang tidak disengaja.
Apakah Amel bisa menjalani biduk pernikahannya dengan seorang Daniel Ariesta, yang terkenal keras kepala. Bahkan dalam pernikahannya, lelaki itu masih saja memikirkan cinta pertamanya.
Ikuti kisah mereka kuy! #My_Stubborn_Boss
Follow IG amih juga : @amih_amy
fb : amih amy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGIN MENGGUGURKAN
Amel meraung dalam kesedihan, seolah masalahnya tidak pernah selesai, bahkan harus bertambah saat semangatnya sudah mulai goyah.
"Tuhan ... entah ini ujian ataukah hukuman. Yang pasti aku tidak bisa menanggungnya. Haruskah aku mengakhiri hidupku sekarang?" jerit Amel di dalam hatinya.
Mulutnya terlalu sibuk menangis, tubuhnya merosot jatuh ke lantai keramik kamar mandinya. Ia tak memedulikan genangan air yang meluap dari bak mandinya yang sudah terisi penuh, hingga membasahi bajunya karena duduk bersimpuh.
"Aaarghh ...." Amel memukul perutnya yang tak berdosa. Raungannya semakin terdengar menggila. Wanita itu begitu frustrasi, pikirannya penuh dengan bayangan kelam di masa depan. Memikirkan bagaimana nasibnya nanti?
Amel beranjak berdiri, dengan luapan emosi yang tinggi, ia keluar dari dalam kamar mandi. Langkah kakinya menuju ke arah dapur, mencari sesuatu yang ia simpan di sana. Hingga sesuatu itupun terlihat oleh matanya, tangannya langsung terulur untuk mengambilnya.
Pisau itu sudah berada tepat di atas urat nadi Amel, tinggal ditarik saja, bisa dipastikan darah segar akan memancar dari tangannya. Amel memejamkan kedua matanya, jika harus melihat secara langsung darahnya itu menyembur, wanita itu juga takut.
Di balik matanya yang terpejam, Amel melihat sosok Adelia 'adik kandungnya'. Gadis itu melambaikan tangan, sambil tersenyum kepadanya dan berkata. "Adelia sayang kakak."
Amel sontak membuka matanya, ia lemparkan pisau itu ke sembarang arah, menyisakan goresan kecil di pergelangan tangannya. Tubuhnya kembali merosot ke bawah. Wanita itu meraung merutuki kebodohannya.
"Aku tidak boleh mati, masih ada Adel yang harus aku urusi. Jika aku mati, dia pasti akan sendiri. Bapak akan membuat Adelia sebagai mesin pencari uang untuk membayar hutang-hutangnya. Tidak ... Adelia tidak boleh mengalami hal itu, cukuplah aku!" geram Amel pada dirinya sendiri.
Cukup lama wanita itu duduk terdiam dengan tatapan kosong dan pikiran yang melayang. Amel masih terisak dalam tangisnya yang kini sudah berangsur tenang.
Amel mengusap air mata yang sudah membasahi pipinya, bajunya yang basah membuatnya tersadar jika dirinya harus berganti pakaian. Amel harus baik-baik saja. Itu semua demi adik tercintanya.
Dan untuk janin yang dikandungnya. Amel tidak akan mengatakannya pada Daniel. Amel sudah memutuskan untuk menggugurkan janin yang ada di kandungannya saja. Sesuai apa yang dikatakannya pada Daniel dulu, jika kemungkinan dirinya hamil oleh lelaki itu.
***
Dikala otak tidak bisa diajak berpikir jernih, kejahatan pun terasa ringan untuk dilakukan. Rasanya tubuh pun terasa hampa tanpa ingat akan dosa. Walaupun tidak sejalan dengan isi hati, asalkan tubuh ini aman, semua pasti dijalani.
Amel juga seperti itu, pintu hatinya sudah tertutup oleh ketakutan tentang masa depan. Apa jadinya jika ia harus hamil diluar pernikahan? Apalagi anak itu lahir saat ayahnya tidak menginginkan.
Pikiran kosongnya diisi oleh setan yang membujuknya untuk melakukan dosa besar. Amel tidak sadar jika dia harus menggugurkan kandungannya, berarti ia telah melakukan dua kali dosa besar. Dan itu sangat tidak benar.
Hari ini Amel memutuskan untuk tidak masuk bekerja. Hal tersebut ia katakan pada Dino saat datang menjemputnya.
Amel langsung membuka pintu, ketika mendengar suara motor yang berhenti di depan kontrakannya. Sesaat setelah mengintip di jendela siapa yang datang di luar sana.
"Kamu masih sakit Mel?" Tanya Dino yang baru saja memarkirkan motornya didepan kontrakan Amel. Laki-laki itu mengernyit bingung, melihat Amel masih berpakaian piyama tidur.
"Hem ...." Amel bergumam, wajahnya terlihat sembab dan memerah. Gadis itu berusaha menyembunyikannya dari Dino dengan menutupi wajahnya dengan rambut panjangnya yang terurai kedepan.
Sambil menundukkan kepalanya, Amel mempersilakan Dino untuk masuk ke dalam dan langsung berbalik badan, tapi Dino menolaknya, lelaki itu memilih untuk langsung pergi bekerja saja. Otomatis Amel pun sedikit mendongak, dan berbalik menghadap Dino kembali.
"Izin sama si bos ya! Aku lagi gak punya pulsa." seru Amel sebelum Dino menaiki motornya.
Dino tersenyum, lalu mengacungkan jempolnya. "Beres ...." serunya.
Dino pun pergi meninggalkan Amel yang membutuhkan istirahat. Setelah sebelumnya menyarankan pada Amel untuk pergi berobat.
***
Siang menjelang, Amel baru saja tiba dari pasar. Bukannya untuk keluyuran, tapi Amel mencari sesuatu yang katanya bisa menyelesaikan masalahnya sekarang. Dan sekarang barang tersebut sudah Amel dapatkan.
"Panas banget sih!" keluh Amel sambil mendaratkan tubuhnya di kursi panjang. Tubuhnya seakan terbakar oleh sengatan matahari yang sedang berada di titik puncaknya. Bayangkan saja, selama tiga jam Amel harus berputar-putar mencari barang yang dicarinya di pasar tradisional.
"Mandi dulu deh." Amel beranjak berdiri, rasanya tubuhnya sangat lengket penuh dengan keringat.
Tapi, baru selangkah dirinya menapakkan kakinya di lantai. Suara ketukan pintu membuat perhatiannya jadi teralihkan. Amel mengernyitkan dahi, siapakah tamu yang datang siang-siang begini?
Amel mengintip di jendela, helaan nafasnya terdengar gusar, karena yang datang adalah seseorang yang selalu membuat hidupnya tidak tenang. Tapi, mau tidak mau Amel harus membuka pintu.
"Bapak mau ngapain lagi? Amel sudah gak punya uang. Hutang yang kemarin saja, harus Amel cicil beberapa bulan ke depan." Amel langsung memberondong kekesalannya pada orang yang berdiri di ambang pintu, dan ternyata adalah bapaknya.
Adrian mengernyitkan keningnya, segitunya Amel mencurigai dirinya jika datang menemui anaknya tersebut. Sedikit kesal sudah pasti, walau bagaimanapun orang tua datang harusnya disambut dulu, bukannya dicecar dengan perkataan seperti itu.
"Kebiasaan deh kamu, kalau Bapak datang ngomongnya pasti kayak gitu. Bapak itu cuma mau lihat keadaan kamu. Bukannya disambut." Cicit Adrian sambil menyentil dahi anaknya.
Amel beringsut mundur satu langkah, niatnya ingin menghindar, tapi sayangnya tetap kena. Wanita itu hanya bisa mendesis, sedikit pedas karena batu akik yang dipakai sang bapak juga berhasil mendarat di keningnya.
"Bapak haus Mel, ada air gak?" Tanpa disuruh, Adrian langsung masuk ke dalam kontrakan. Menyerobot tubuh anaknya yang masih tegak menghalanginya.
"Ada dong, memangnya Amel semiskin itu, sampai air saja gak punya." decak Amel, lalu mengikuti langkah bapaknya.
"Amel mau mandi, Bapak ambil sendiri aja ya di dapur!" sambung Amel lalu melangkahkan kakinya menuju kamar, kurang ajar memang.
"Eh ... kirain mau mau di ambilkan?" protes Adrian.
Amel melemaskan kedua bahunya, rasa gerah di tubuhnya membuat dirinya malas, dan ingin segera membersihkan tubuhnya dari bau keringat.
"Ya udah, Amel ambilkan."
"Gak usah, biar Bapak aja! Gak ikhlas gitu kelihatannya." tukasnya Adrian yang langsung nyelonong pergi ke dapur.
Tidak mau berdebat, Amel mengedikkan bahunya cepat. Lalu bergegas ke kamar untuk mengambil handuk dan baju gantinya. Setelah itu pergi ke kamar mandi.
"Kalau mau makan, di tudung saji ada ikan sama nasi." seloroh Amel seraya ngeloyor masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sudut dapurnya.
Adrian yang baru sempat menuangkan air ke dalam gelas, kemudian melirik ke arah tudung saji yang menutupi meja kecil yang berada di dapur anaknya tersebut. Lalu menarik kursi yang ada di depan meja dan membuka tudung sajinya.
"Tahu aja kalau Bapaknya lagi lapar." kekeh Adrian sambil meminum air dari gelas yang ada di tangannya sampai tak bersisa.
Adrian menyimpan gelas itu di atas meja, lalu berdiri hendak mengambil piring. Karena terlalu semangat, Adrian tidak sengaja menyenggol gelas tersebut hingga jatuh ke lantai, menimbulkan suara nyaring yang menggema di kontrakan Amel yang kecil.
"Apa itu, Pak?" Terdengar teriakan Amel dari dalam kamar mandi, membuat Adrian berjingkat lebih kaget daripada saat melihat gelas itu pecah.
"Gelas pecah, gak sengaja kesenggol Bapak." sahut Adrian, lalu berjongkok dan memungut pecahan gelas yang hancur berantakan.
"Hati-hati dong, Pak!" seru Amel lagi. Adrian hanya diam saja, tak membalas lagi sahutan anaknya. Tangannya kini sibuk membersihkan serpihan gelas yang berserakan di atas lantai.
Setelah dirasa sudah bersih dengan menggunakan sapu. Adrian hendak membuang serpihan beling itu ke dalam tempat sampah. Tapi, tangannya tiba-tiba tertahan saat dirinya melihat benda yang menarik perhatiannya di dalam tempat sampah.
Tangannya yang kosong ia ulurkan untuk mengambil benda itu, lalu membuang pecahan gelas ke dalam tempat sampah itu.
Adrian memperhatikan benda itu dengan seksama, sepertinya dia pernah melihatnya, tapi dimana? Hingga kedua matanya terbuka sempurna. Adrian ingat, jika benda itu pernah di tunjukkan oleh istrinya, saat memberitahu dirinya jika istrinya itu sedang mengandung anaknya.
***
Bersambung....
Maaf amih up-nya lama, terimakasih yang sudah sabar menunggu. Dukung terus amih ya, kasih like, saran, dan votenya teman-teman!
semangat thor💪🏻👍🏻
Suka banget sama perjuangan adel untuk mempertahankan segalanya,
gass lanjut baca.