Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa ibunya dan membuatnya buta karena melindungi adiknya, pernikahan Intan dibatalkan, dan tunangannya memutuskan untuk menikahi Hilda, adik perempuannya. Putus asa dan tak tahu harus berbuat apa, dia mencoba bunuh diri, tapi diselamatkan oleh ayahnya.
Hilda yang ingin menyingkirkan Intan, bercerita kepada ayahnya tentang seorang lelaki misterius yang mencari calon istri dan lelaki itu akan memberi bayaran yang sangat tinggi kepada siapa saja yang bersedia. Ayah Hilda tentu saja mau agar bisa mendapat kekayaan yang akan membantu meningkatkan perusahaannya dan memaksa Intan untuk menikah tanpa mengetahui seperti apa rupa calon suaminya itu.
Sean sedang mencari seorang istri untuk menyembunyikan identitasnya sebagai seorang mafia. Saat dia tahu Intan buta, dia sangat marah dan ingin membatalkan pernikahan. Tapi Intan bersikeras dan mengatakan akan melakukan apapun asal Sean mau menikahinya dan membalaskan dendamnya pada orang yang sudah menyakiti
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon La-Rayya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Insiden Kolam Renang
Saat Sean hendak pergi, dia mendengar suara Intan.
"Semoga malammu menyenangkan, Sean." Ucap Intan.
Sean menoleh sedikit untuk melihat senyum sopan Intan, lalu pergi tanpa sepatah kata pun. Meskipun Intan tidak melihat tatapannya yang terhenti, tapi Bi Lila bisa melihatnya.
"Tidak ada salahnya jika dia membalas ucapanku, bukan?" Ucap Intan.
"Pada akhirnya Pak Sean akan menyesuaikan diri dengan Non Intan, lihat saja nanti." Ucap Bi Lila.
"Mungkin saja. Oh ya, Bi Lila masak apa? Aromanya sungguh nikmat!" Ucap Intan.
"Saya membuat risotto dan salad," kata Bi Lila.
"Sempurna, aku tidak sabar untuk mencobanya," jawab Intan.
"Saya akan menyajikannya untuk Anda sekarang." Ucap Bi Lila.
Mereka berdua duduk bersama di meja makan, mengobrol dan makan siang.
Setelah itu, Intan menemani Bi Lila sementara dia merapikan dapur. Bi Lila meluangkan waktu untuk menunjukkan letak semua barang, kalau-kalau Intan membutuhkan sesuatu, seperti gelas, cangkir, sendok, dan piring. Setelah beberapa saat, Intan bertanya apakah ada taman di rumah itu.
Bi Lila mengangguk, "Ya, ada, dan ada kolam renang juga." Jawabnya.
"Keren, bisakah Bi Lila mengantarku ke taman?" Tanya Intan.
"Tentu, Non." Bi Lila setuju.
"Terima kasih." Ucap Intan.
"Apakah Non Intan memerlukan titik acuan untuk jumlah langkah?" Tanya Bi Lila.
"Ya, mari kita mulai dari pulau dapur." Jawab Intan.
"Baiklah." Kata Bi Lila.
Mereka mulai menghitung langkah dan menyadari bahwa rumah itu tidak cocok untuk seseorang dengan masalah penglihatan, karena rumah itu bertingkat dua. Ketika Intan sampai di ruang tamu, ada sebuah anak tangga yang harus dia ingat dengan baik untuk menghindari dirinya terjatuh.
Mereka berjalan menuju taman dan duduk di bawah pergola yang dijelaskan Bi Lila kepada Intan. Pergola itu tampak sama indahnya dengan pemandangan taman yang Intan lihat.
Bi Lila menceritakan semua yang dilihatnya kepada Intan sedikit demi sedikit, melukiskan gambaran indah di benak Intan yang membuatnya tersenyum. Untuk waktu yang cukup lama, mereka tetap di sana hingga malam tiba dan angin mulai bertiup kencang. Bi Lila kemudian menyarankan agar mereka masuk ke dalam rumah.
"Ayo masuk, Non Intan. Saya tidak ingin Non Intan masuk angin." Ucap Bi Lila.
"Baiklah, aku akan mendengarkan buku audio lalu mandi, tapi Bi Lila harus menunjukkan padaku di mana kamar mandi dan segala sesuatunya." Ucap Intan.
"Tentu saja, ayo masuk." Kata Bi Lila.
Bi Lila mengulurkan tangannya dan mereka pun masuk ke dalam rumah. Bi Lila sangat perhatian pada Intan, bukan berarti Intan merasa perlu diperhatikan. Tapi Intan tak bisa menyangkal kalau rasanya menyenangkan ada yang peduli padanya. Hatinya terasa hangat.
Hari-hari berlalu, dan sedikit demi sedikit, Intan beradaptasi dengan rumah itu. Mengenal satu ruangan pada satu waktu dan detail-detailnya dengan bantuan Bi Lila. Dan apa yang dikatakan Bi Lila memang benar, Intan sudah menikah selama seminggu dan hanya mendengar Sean di rumah pada hari pernikahan mereka dan dua kali setelahnya, tetapi begitu cepat sehingga mereka hampir tidak bertukar kata. Sean meminta Intan menandatangani dokumen lain dan pergi.
Hari ini, karena agak panas, Intan memutuskan untuk berendam di kolam renang. Dia duduk di tepi kolam lalu masuk ke air, berendam sebentar, menikmati Minggu sore di rumah. Dia memanggil Bi Lila untuk ikut, tetapi Bi Lila mengatakan bahwa Sean akan makan malam di rumah malam ini, jadi dia harus mulai menyiapkan semuanya dan tidak bisa menemani Intan.
Sean tiba di rumah, kelelahan, dan langsung pergi ke kamarnya untuk mandi. Saat dia mendekati jendela untuk menutup tirai, dia melihat Intan di kolam renang. Dia membuka pintu balkon dan mengamatinya sejenak, tepat pada saat itu Bi Lila datang membawa jus dan buah-buahan untuk Intan.
"Non Intan, saya bawakan jus dan buah. Ayo makan, lalu lanjutkan bermain ikan." Ucap Bi Lila.
"Bermain ikan?" Tanya Intan bingung.
"Ya, Non Intan sudah berada di dalam air begitu lama, saya pikir insang Non Intan sudah tumbuh." Canda Bi Lila.
"Haha, hari-hariku di sini selalu menyenangkan berkat Bi Lila." Balas Intan.
Sean melihat tangan Intan mencengkeram tepian kolam dan tubuhnya terdorong keluar dari air. Saat Intan melakukan hal itu, Sean melihat air membelai tubuhnya, dan mulut Sean terasa kering, membuatnya sulit menelan. Dia segera masuk dan menutup tirai kamarnya.
'Yang benar saja, apakah aku benar-benar menelan ludah hanya kerena melihatnya?' ucap Sean dalam hati.
Sean menggeleng dan ke tempat tidur. Dia mencoba untuk tidur, tapi sia-sia, karena semua rasa lelahnya telah tergantikan oleh sesuatu yang sangat berbeda. Dia berguling-guling di tempat tidur selama hampir satu jam sampai akhirnya menyerah untuk mencoba tidur. Dia hanya memakai celana olahraga, jadi dia mengambil kemeja dan memakainya sebelum turun ke lantai bawah.
"Pak? Saya pikir Anda akan beristirahat." Ucap Bi Lila.
"Aku juga berpikir begitu." Balas Sean.
"Apakah Anda butuh sesuatu, Pak?" Tanya Bi Lila.
"Tidak, kau bisa kembali melanjutkan tugasmu." Jawab Sean.
Sean lalu berjalan menuju kolam renang dan berdiri di sana memperhatikan Intan saat dia memasukkan anggur ke dalam mulutnya, dan Sean merasa belum pernah melihat anggur yang begitu menggugah selera. Dia melangkah lagi ke arah Intan dan secara naluriah menyingkirkan beberapa helai rambut yang menempel di wajahnya karena air.
Intan menjadi terkejut.
"Apa yang kau lakukan? Jangan sentuh seseorang tanpa izin, oke?" Ucap Intan.
Sean mundur sedikit tanpa berkata apa-apa.
'Kenapa aku harus menyentuhnya?' tanya Sean dalam hati.
Sean berpikir bahwa Intan pasti mengira jika dia orang gila. Sean memanfaatkannya untuk disalahkan atas pencucian uang dan sekarang dia ada di sana ingin lebih dekat dengan Intan. Sean lalu berdiri dan hendak pergi ketika Intan berbicara lagi.
"Kamu tidak mau mengatakan apapun? Bahkan minta maaf pun tidak?" Ucap Intan.
Sean berdiri di sana tanpa berkata apa-apa, lalu Intan berdiri dan menghampirinya. Sean mundur selangkah, tapi kemudian Intan tersandung dan akhirnya Sean menghampirinya untuk menangkapnya.
"Terima kasih!" Seru Intan.
Sean masih tidak menjawab, lalu Intan meletakkan tangannya di wajah Sean dan mulai menyentuhnya. Sean ingat apa yang Intan lakukan pada Bi Lila, jadi Sean memegang tangannya.
"Maaf, aku hanya ingin tahu bagaimana wajahmu, bolehkah?" Ucap Intan.
"Hmmm..." Balas Sean.
Sean bersuara supaya dia tak perlu mengatakan apa pun agar Intan tak tahu kalau itu adalah dirinya.
"Tidak bisakah kau berbicara?" Ucap Intan.
"Hmmm...." Balas Sean lagi.
Sean merasa seperti orang bodoh karena melakukan hal itu.
Bersambung...