NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:16.2k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Morning passion

Cindy menggeleng tegas, dengan rambut cokelat bergerak lembut menyentuh bahunya saat ia menurunkan tangan dari genggaman Jason.

"Jangan banyak bercanda!" ucapnya penuh penekanan, kedua manik indah itu menatap lurus ke mata Jason yang bersinar di bawah cahaya lampu redup. Wajahnya tegang, menunjukkan kejelasan bahwa ia tak main-main.

Pria itu tersenyum simpul, tatapannya tak lepas dari wajah Cindy yang gemetar, mencoba mengimbangi ketegangan yang mengisi di seluruh ruangan.

Melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari, Jason menyadari betapa larutnya malam ini. Namun, saat berada di dekat Cindy waktu terasa seperti terhenti.

"Kita tidur, yuk," ajak Jason tiba-tiba, tangannya mencengkram pinggang Cindy dengan lembut saat ia berbaring di sampingnya.

Namun, cengkraman itu segera terlepas saat gadis itu memberikan sundulan dengan sikutnya yang kecil namun tajam, menunjukkan penolakan atas tindakan yang terlalu berani.

"Jangan seperti ini, kita belum ada ikatan," ujar Cindy, suaranya lembut tetapi ada ketegasan, seraya membenamkan tubuhnya lebih dalam di bawah selimut.

"Hmm... Aku minta maaf," kata Jason. "Ya sudah, segeralah tidur," lanjutnya seraya mematikan lampu tidur yang terletak di nakas sebelah Cindy, membiarkan kegelapan menyelimuti ruangan.

Lalu, dengan hati-hati, ia membaringkan tubuhnya dengan sedikit jarak dari gadis tersebut, berusaha menjaga batas yang tepat, terlebih kasur yang mereka tiduri cukup besar dan luas.

...

Malam berganti pagi dengan cepat, dan Cindy merasakan silau cahaya mentari pagi yang menyelinap masuk melalui jendela kamar. Dengan malas, ia mengerjapkan kedua mata, merasakan berat di sekitar pinggang dan perutnya.

"Engh..." desahnya malas sambil bergerak dan mencoba untuk bangun dari tidur yang nyaman. Namun, saat ia meraba-raba ke bagian bawah, tangannya menemukan sesuatu yang tak terduga: tangan kekar Jason yang memeluk tubuhnya erat.

Dengan perasaan campur aduk antara kenyamanan dan kebingungan, Cindy berbalik, melihat wajah pria itu berada di tengkuknya. Suara nafas dan henbusannya terdengar hangat di telinga, ia merasa sedikit terhanyut dalam kehangatan pagi yang baru.

Di satu sisi, ia mencoba melepaskan diri dari lingkaran tangan Jason yang membelenggu, tetapi terasa sulit untuk melakukannya.

"Eugh!" pekik Cindy, kesal karena pria itu tampaknya tak kunjung bangun. Dalam keputusasaan, ia mencubit punggung tangannya.

"Ah," desah Jason dengan suara lembut, merespon cubitan gadis itu. Senyum merekah di wajahnya saat ia mulai terbangun dari tidur yang nyenyak.

Cindy menoleh ke arah Jason dengan mata yang membelalak lebar.

"Lepas, ah!" ia memohon, berusaha membebaskan tubuhnya dari cengkeraman Jason yang semakin menguat.

Namun, pria itu tampaknya semakin iseng, mengunci pergerakan Cindy dengan mantap, membuatnya semakin sulit untuk bergerak bebas.

"Cepat bangun!" rengek Cindy dalam keputusasaan, tetapi Jason menggeleng sambil terus memeluknya erat.

"Aku ingin terus seperti ini," bisik Jason penuh rayuan, suaranya lembut seperti aliran sungai yang mengalir tenang.

"Ini sudah jam berapa? Memangnya kamu tidak akan ke kantor, hah?" sergah Cindy dengan nada tajam, menunjuk jam dinding menggunakan gerakan kedua matanya yang gesit.

Jason langsung panik saat menatap jam digital yang menunjukkan pukul 10:55, ekspresi terkejut melintas di wajahnya karena menyadari sudah tidur sampai begitu pagi karena tubuhnya terasa kesakitan dan sedikit demam akibat luka dari perkelahian kemarin.

"Aduh, padahal jam 9 tadi aku sudah ada janji dengan Pak Ethan untuk pembahasan strategi marketing," gumamnya, suara pelan penuh penyesalan.

Tangan satunya terulur meraih ponsel di atas nakas dan benar saja, ia menemukan sejumlah panggilan tak terjawab dari anggota tim, Dewan Direksi, asisten pribadi, dan orang-orang penting lainnya.

"Argh!" Jason bangkit dengan cepat, tubuhnya bergerak gesit saat ia bersiap-siap untuk berangkat.

Cindy pun ikut bangkit dari tempat tidurnya, langsung bergegas ke kamar sebelah untuk membersihkan diri.

Sejurus kemudian, Jason tampak rapih di balik pakaian formalnya, Cindy keluar dari kamar dengan penampilan yang sama rapi dan cantik, mengenakan blazer dan rok mini yang membuatnya terlihat profesional namun tetap menawan.

"Tetap di sini," ujar Jason tegas begitu melihat Cindy. Namun, gadis itu menggeleng cepat.

"Aku tidak mau di sini sendiri!" jawab Cindy dengan suara yang menunjukkan ketegasan dalam keputusannya.

"Terus?" tanya Jason, menghentikan langkahnya sejenak, menatap Cindy dengan serius.

"Aku mau jalan-jalan saja, aku bisa merinding ketakutan kalau di sini sendiri," jelas Cindy, matanya melihat ke sekeliling ruangan, tampak ekspresi khawatir yang jelas terpancar dari wajahnya.

"Tidak! Kamu tidak boleh keluar sendiri tanpa aku! Sebaiknya kamu ikut ke kantor saja," tawar Jason, suaranya mengandung keputusan yang tak bisa diganggu gugat.

Namun, Cindy merasa tertekan, tak ingin orang-orang di kantor memperoleh anggapan yang salah tentang hubungannya dengan Jason, meski keduanya belum benar-benar menjelaskan status hubungan mereka.

"Apa? Ikut ke kantor?" tanya Cindy, ketegangan terpancar jelas di wajahnya, membuatnya ragu.

Jason mengangguk mantap.

"Mau ikut ke kantor atau tetap di sini?" tanyanya, memberikan opsi yang sulit bagi Cindy untuk dipilih dengan cepat.

Setelah sejenak berpikir, gadis itu akhirnya mengangguk cepat.

"Ya sudah, aku ikut saja," ujarnya, mencoba menekan rasa cemas dan ketidakpastian.

Lagi dan lagi, tanpa meminta izin, Jason menarik pinggang Cindy agar tetap dekat dengannya saat mereka melangkah bersama. Rasa kebingungan dan ketidakpastian terpantul jelas di wajah Cindy, sementara Jason terlihat begitu tegar dan tegas.

"Saat di luar, kamu jangan banyak lirik sana-sini, paham?" tegas Jason, matanya memandang Cindy dengan serius.

Gadis itu hanya bisa mengangguk pasrah, ragu-ragu tentang mengapa Jason begitu overprotektif padanya, terutama karena pria ini dikenal sangat sinis terhadap wanita.

"Iya," jawab Cindy dengan suara lirih, ekspresinya mencerminkan campuran antara kepatuhan dan kebingungan.

Seperti biasa ketika berada di garasi, Jason selalu bingung memilih mobil mana yang akan digunakan. Namun, karena waktu semakin mepet, ia akhirnya memilih kendaraan yang berada di barisan paling depan.

"Cepat!" desak Jason, meminta Cindy untuk segera naik ke dalam mobil. Dengan cekatan, gadis itu membuka pintu mobil dan naik, lalu memasang seatbelt.

Namun, ketika tangannya meraba-raba bawah jok, Cindy mendapati sesuatu yang terbungkus seperti jeli. Raut wajahnya berubah menjadi gembira, namun terkejut ketika ia mendekatkan benda itu ke matanya.

"Ya Tuhan, ini kan..." ucapnya terbata-bata, kebingungannya terpancar jelas.

"Kenapa?" tanya Jason, melirik sesaat ke arahnya, mencoba memahami apa yang terjadi.

Cindy menunjukkan kemasan yang mirip dengan permen pada Jason.

"Kamu ini tukang celup sana-sini, ya?" tuduhnya, dengan perasaan campuran antara keterkejutan dan kekesalan saat mengetahui bahwa itu adalah alat kontrasepsi.

Jason membelalakkan matanya, merampas benda itu dari tangan Cindy dengan gerakan cepat.

"Sialan, ini pasti milik Willy, soalnya dia pernah pinjam mobil ini," batin Jason, berusaha menjelaskan kepada Cindy agar gadis itu tidak berpikir macam-macam.

"Asal kamu tahu, Willy sahabatku kalau melakukan dengan pacarnya, eh maksudku mantan pacarnya, mereka selalu tidak tahu tempat, dan pasti mereka habis melakukan di dalam mobilku," jelas Jason dengan nada yang mencoba mengurangi ketegangan di udara.

Cindy menghela nafas panjang, ekspresinya menunjukan antara kesal dan ketidakpedulian.

Memang sebenarnya ia tidak terlalu peduli jika benar Jason sering bermain wanita, akan tetapi kali ini ada sesuatu yang berbeda, ada hantaman di dadanya saat pertama kali menemukan alat kontrasepsi baru tersebut.

"Kenapa kamu diam? Cemburu?" Jason tersenyum menggoda, mencoba menguji reaksi Cindy. Gadis itu langsung merasa salah tingkah, wajahnya memerah, dan tanpa sadar, ia memukuli lengan Jason dengan pelan.

"Ih, enggak!" elak Cindy, berusaha menyembunyikan kecanggungannya. Namun, senyum Jason semakin melebar, menatap ekspresi gadis itu dengan penuh kemenangan.

"Alah, mengakulah," godanya sambil tertawa ringan, melihat wajah Cindy yang terlihat tertekuk dan sedikit tersipu malu.

Saat mengemudi...

Mobil Jason berbelok ke arah yang tidak biasa, tidak sesuai dengan rute menuju perusahaan.

"Kita salah jalan," protes Cindy dengan suara agak tertekan saat pria itu tengah fokus mengemudi.

Namun, respon yang ia terima dari Jason adalah tatapan tajam dan jawaban yang sedikit ketus, "Sudah diam saja!"

Mobil terus melaju, melewati jalan-jalan kecil yang semakin sepi, hingga akhirnya kendaraan itu melaju pelan saat tiba di tepi jalan yang dipenuhi dengan pepohonan rimbun di sisi kirinya.

Jason memutuskan untuk masuk lebih dalam ke kawasan tersebut, membiarkan ban mobil melindas kerikil-kerikil besar yang menyebabkan guncangan yang terasa di seluruh tubuh.

"Astaga, kita mau kemana sih? Ini kan kawasan perhutanan," ujar Cindy, pandangannya menyisir ke sekeliling yang terlihat melalui kaca jendela mobil, mencari tanda-tanda keberadaan manusia.

"Kamu terlalu cerewet," celetuk Jason dengan nada yang sedikit kasar, hingga akhirnya mobil mereka berhenti di depan pohon besar yang menjulang tinggi.

Jason dan Cindy melepaskan seatbelt mereka hampir bersamaan, suasana di dalam mobil menjadi canggung.

Gadis itu menatap Jason dengan pandangan penuh tanya, ketegangan mulai terasa.

Jason menunjukkan alat kontrasepsi yang masih terbungkus rapat tepat di depan mata Cindy, senyum nakal merekah di wajahnya.

"Bisa sekarang kan?" goda pria tersebut dengan suara yang penuh dengan kebinalan, matanya berbinar-binar menatap gadis di hadapannya saat ini.

Cindy menelan liur, merasa seakan-akan dunia berhenti sejenak, kedua matanya membeliak tajam saat ia menatap kemasan laknat yang di pengang oleh Jason.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!