NovelToon NovelToon
Naik Status: From Single To Double: Menikah

Naik Status: From Single To Double: Menikah

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikah Kontrak / Mengubah Takdir / Fantasi Wanita / suami ideal
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ai

Embun, seorang wanita berumur di akhir 30 tahun yang merasa bosan dengan rutinitasnya setiap hari, mendapat sebuah tawaran 'menikah kontrak' dari seorang pria di aplikasi jodoh online. Akankah Embun menerima tawaran itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23

Hari sabtu yang dingin. Sudah beberapa hari lewat sejak insiden Hari Valentine. Bukan insiden, tapi kasus kalau aku boleh bilang. Dan tidak ada reaksi dari Assis maupun Fahrer. Benarkah tidak ketahuan? Aku ingin menanyakannya kepada Fahrer kemarin, tapi aku merasa tidak enak. Harusnya aku tanyakan.

Sabtu ini sama seperti hari sabtu biasanya, tidak ada hal spesial yang terjadi. Tentu saja tidak ada. Hal spesial apa yang akan terjadi kalau aku hanya diam di rumah saja? Hal menarik apa yang bisa aku alami selama aku terpenjara di sini?

Aku sudah berkali-kali mondar-mandir di dalam rumah, di lantai bawah dan lantai atas untuk bersih-bersih dan sisanya hanya untuk mencari inspirasi hal apa lagi yang dapat aku lakukan selain rutinitas harianku. Sekarang aku berdiri di depan jendela kamar tidurku dan memandang keluar. Tidak ada yang menarik di luar sana. Tidak ada yang bisa aku lakukan di halaman belakang. Aku tidak senang bercocok tanam.

Itu. Mataku tertumbuk pada pondok kayu di pojok kanan halaman belakang. Sampai saat ini aku tidak menemukan kunci pondok itu, meskipun aku sudah berkali-kali mencarinya di dalam rumah. Haruskah kucari lagi? Mungkin ada di ruang bawah tanah?

Aku melangkah turun dengan semangat, setidaknya aku menemukan hal yang dapat aku lakukan. Mungkin aku akan menghabiskan waktu setengah jam untuk sekali lagi berkeliling rumah mencari kunci pondok.

Setiap sudut di ruang bawah tanah tidak terllhat ada kunci, di setiap ruang di dalam rumah juga tidak, aku mencari sampai ke sekitaran pondok juga tidak. Aku bahkan melihat ke bawah sebuah pot bunga yang hanya berisi tanah di depan pondok, di mana biasanya orang barat meletakkan kunci mereka kalau keluar rumah, berdasarkan yang aku lihat di film, tapi tidak ada. Apa mungkin disimpan di dalam tanah di pot ini? Tidak tahu benar atau tidak, aku menggali tanah itu dengan tangan kosong. Tanahnya basah karena salju, jadi mudah digali. Pencarianku yang berlumuran tanah tidak berhasil.

“Aaah….” Jeritku saat tanganku terkena air ledeng samping pondok. Niatku mencuci tangan aku tunda hingga di dalam rumah. Air ledeng benar-benar terasa seperti air kulkas.

Di mana lagi aku harus mencari kunci itu? Adakah bagian-bagian rumah yang aku lewati? Aku sudah cape, tidak lagi berniat mengelilingi rumah. Lebih baik aku bertanya kepada Assis, mungkin saja dia tahu.

Teleponku tidak dijawab sama sekali, aku mencoba meneleponnya 3 kali. Mungkinkah hari sabtu dia juga libur dan sedang menikmati waktunya sendiri atau dengan keluarga atau pacar? Tidak enak juga mengganggunya.

Ya, sudahlah. Biarkan saja jadi misteri.

Aku berbalik ke ruang tamu, ingin duduk membaca di sana sambil memandangi jalan di depan rumah, tapi rasa penasaranku tak terbendung. Bagaimana kalau aku meniru adegan di film-film? Memecahkan kaca jendelanya dan membuka kancing pintunya dari dalam? Tapi, bagaimana kalau kancing pintunya tidak bisa dibuka? Adegan di film tidak semudah di kehidupan nyata. Tak bisakah aku masuk ke dalam pondok tanpa kegiatan memecahkan?

Ponselku terdengar bergetar. Di mana itu?

Aku melangkah kembali ke dapur dan melihat ponselku bergerak di atas meja, karena getaran telepon masuk.

“Akhirnya.” kataku sambil meletakkan ponsel di telinga kiri.

“Ada apa, Nyonya?” suara Assis terdengar di seberang.

“Tahukah kamu di mana kunci pondok belakang? Aku sudah mencarinya tapi tidak dapat menemukannya.”

“Seharusnya bersama kunci rumah dan kunci lainnya, Nyonya.”

“Tidak ada.”

“Saya akan menghubungi Nyonya saat menemukannya. Saya harus pergi. Selamat siang, Nyonya.” ‘Se’ sudah di ujung lidahku, tapi sebelum sempat terucap, Assis sudah mematikan telepon. Sepertinya dia sedang sibuk. Apakah dia sedang bekerja dengan suamiku?

Beberapa hari terakhir ini, aku sering bertanya-tanya tentang suamiku. Di mana dia bekerja, apa yang dikerjakannya? Seperti apa keluarganya? Apakah dia masih memiliki keluarga? Yang aku tahu hanyalah dia meneruskan perusahaan alat berat keluarganya, dia menghabiskan waktunya untuk bekerja, dia lulusan universitas bergengsi dan dia tidak memiliki saudara. Dan sedikit informasi di dokumen yang diberikan padaku. Aku bertanya-tanya, apakah semua data itu benar?

Tidakkah dia merasa lelah dengan pekerjaannya? Apakah dia pernah bersenang-senang? Mengapa dia memutuskan menikah? Apalagi denganku? Kenapa tidak dengan seorang anak konglomerat sehingga bisnisnya bisa ditopang atau ekspansi? Kenapa dia memilihku, seorang wanita yang tidak jelas tekstur wajahnya, berasal dari

kampung dengan keluarga biasa saja? Aku memang sudah merelakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini, tapi minggu lalu saat menonton TV, aku melihat iklan keluarga kecil yang harmonis. Kerinduanku untuk memiliki keluarga seperti itu mencuat dan aku terus terpikir akan suamiku. Tidakkah dia menginginkan keluarga seperti itu? Apa makna keluarga baginya?

“Aww….” Kakiku terbentur sesuatu di lantai. Kotak kecil yang aku bawa dari ruang bawah tanah tadi. Aku belum melihat isinya. Aku mengambilnya dan membawanya ke dapur, mencoba membuka gembok kecilnya. Terkunci. Lagi-lagi harus berurusan dengan kunci. Aku tidak ingin lagi mencari kunci apalagi kunci sekecil gembok ini dan

sepanjang pencarian kunci pondok, aku tidak melihat kunci apapun.

Sudahlah, aku ingin tidur saja. Aku menghela napas, untuk apa aku tidur? Aku bisa mengerjakan banyak hal lain yang bermanfaat, tapi aku sedang tidak ingin mengerjakan apapun sekarang. Tamu bulanan ini memang menghambatku, tapi kenapa aku mengikutinya?

Kukeluarkan beberapa kantong makanan beku dari dalam freezer dan beberapa macam bahan makanan dari kulkas dan lemari makanan. Aku menyalakan Youtube di laptop dan mencari resep makanan apa saja yang berbau Perancis dan mulai memasak. 2 jam aku habiskan untuk memasak dan setelah selesai, yang aku rasakan hanya rasa cape dan tidak merasakan lapar lagi.

Ketika mencuci peralatan yang aku gunakan untuk memasak, aku memandang pondok di halaman belakang. Aku ingin masuk ke sana. Mungkinkah kuncinya ada di dalam kotak kecil yang tergembok? Buru-buru aku selesaikan pekerjaan mencuci piring dan menuju kotak kecil yang sekarang tergeletak di lantai samping pintu masuk dapur,

meletakkannya di atas meja makan dan naik ke lantai 2.

Aku kembali dengan peralatan kecil di tanganku berisi jepit rambut, gunting kuku dan obeng kecil. Jepit rambut lidi yang sudah kuluruskan, aku masukkan ke dalam lubang gembok tapi tidak terbuka. Teknik ini juga hasil dari menonton film, hehe…. Aku mencoba semua benda yang aku bawa untuk membuka gembok itu tapi tidak terbuka. Rasa jengkel mulai naik ke kepala, sebelum aku biarkan rasa jengkel itu menjadi amarah, aku mencongkel kotaknya dan kotaknya sedikit menganga.

Senter di ponsel aku nyalakan dan menyorot ke dalam kotak. Kunci emas keabuan tampak di mataku. Kunci pondok? Aku senang bukan main dan tanpa ragu langsung mencongkel kotak itu lebih keras lagi, sehingga gemboknya terhempas hampir mengenai wajahku. Tangan kananku meraih kunci itu, lalu aku berlari ke pondok.

Kuncinya pas sekali di lubang kunci pintu pondok. Aku tersenyum. Aku memutarnya pelan dan krieeett… suara pintu membuka dengan suara yang memilukan. Berapa lama pintu ini tidak dibuka?

Pondok ini hampir kosong, hanya sebuah meja di sebelah kiri pintu dan dua buah kursi yang tertata di  samping kiri dan kanan meja, serta sebuah lemari kosong di pojok kanan belakang di samping jendela. Mengapa aku begitu penasaran dengan pondok kosong ini?

Aku keluar dengan kecewa, berharap menemukan sesuatu yang misterius di dalamnya atau setidaknya memiliki banyak barang yang bisa aku otak-atik. Mungkinkah rumah ini baru? Tidak adakah yang tinggal di sini sebelumnya? Ataukah rumah ini benar-benar dikosongkan ketika aku pindah ke sini? Ataukah rumah ini adalah rumah suamiku yang tidak pernah ditinggali? Ataukah ini dulunya rumah mereka? Tidak ada petunjuk tentang penghuni sebelumnya, atau kemampuan detektifku yang sangat kurang. Aku suka membaca buku-buku Sherlock Holmes dan komik Detektif Conan, tapi aku hampir tidak bisa menebak hasil dari setiap kasus. Aku hanya seorang pembaca, bukan penganalisa yang baik.

Apa yang dapat aku kerjakan sekarang? Bagaimana kalau aku mandi berendam dan membaca buku hingga tengah malam di teras atas?

Aku naik dan berbelok ke kiri, menuju teras depan yang bersih tanpa salju. Langkahku terhenti di depan pintu di sebelah kiriku. Pintu ini adalah pintu ke ruang kosong. Aku membukanya dan melihat kekosongan di dalamnya. Untuk apa ruangan ini dibiarkan kosong melompong seperti ini? Apa rencana mereka dengan ruangan ini? Aku menatap ruangan ini dari setiap sudutnya. Bagusnya dibuat ruangan apa, ya?

‘Perpustakaan.’ Batinku riang dalam hati. Sebuah ruang perpustakaan yang sudah bertahun-tahun berkelebatan di pikiranku terlukis jelas di dalam ruangan ini. Ruang ini cocok sekali untuk menjadi ruang perpustakaan idamanku. Langit-langitnya yang tinggi mampu menampung dua lantai perpustakaan mini dengan sudut baca dan ruang kerja.

Sempurna.

Lalu, buku-bukunya? Aku bisa mengisinya pelan-pelan. Bukankah ini menjadi rumahku sekarang? Benarkah ini rumahku? Atau aku hanya menumpang tinggal saja di sini untuk sementara, lagipula kalaupun aku akan tinggal di sini secara permanen, ini adalah rumah suamiku, tidak apakah aku membuat perpustakaan impianku di sini? Aku bisa menanyakannya kepada Assis.

Aku tidak menunda-nunda lagi. Aku menekan nama Assis di ponselku dan teleponnya berdering masuk. Sekali, tidak diangkat. Dua kali.

“Selamat sore, Nyonya. Ada yang Anda perlukan?” tanyanya langsung ke topik. Aku lupa, bukankah dia sedang sibuk saat aku meneleponnya tadi siang? Mungkin sekarang tidak sibuk lagi. Tapi, aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, mumpung dia menjawabnya, tidak peduli dia sedang sibuk atau tidak.

“Ruang kosong di lantai dua di samping tangga, akan dipakai untuk apa?”

“Belum ada rencana untuk itu. Apakah Nyonya ingin memakainya?”

“Bisakah aku membuatnya menjadi ruang perpustakaan sekaligus ruang kerjaku? Ya, aku memang tidak bekerja, ya... kamu mengerti maksudku, kan?” aku seperti orang bodoh bicara seperti itu kepadanya. Kenapa aku harus menyebutkan ruang kerja sementara aku hanya seorang ibu rumah tangga yang menghabiskan hampir 100% waktu di rumah entah untuk apa.

“Tentu saja bisa, Nyonya. Nyonya bisa mengirimkan rancangan perpustakaannya kepada saya dan saya akan mengurusnya. Begitu juga dengan buku-buku yang ingin Nyonya masukkan ke dalamnya.”

Senang sekali aku mendengarnya, jadi aku bisa membeli buku-bukunya juga. Yes!

“Baiklah. Terima kasih. Maaf mengganggu waktumu. Selamat sore.”

“Selamat sore, Nyonya.”

Telepon ditutup.

Yes! Yes! Aku akan memiliki perpustakaan sendiri, perpustakaan impianku. Yes! Aku melompat riang berkeliling ruang kosong yang akan menjadi ruang favoritku kelak, dalam sebulan lagi?

Tiba-tiba aku teringat makanan yang berseliweran di meja dapur. Aku memasak terlalu banyak makanan tadi tapi belum sempat aku cicipi. Rasanya aku bisa memakan semuanya sekarang. Aku turun dengan penuh semangat. Aku mau menyalakan kamera dan merekam mukbang.

Sore ini benar-benar sore terbaik selama aku di Swiss. Masih tersisa setengah dari sekian banyak makanan tadi, tapi aku bisa memakannya nanti, bisa menjadi camilanku nanti malam saat membaca buku atau mungkin menonton film. Tidak. Malam ini aku akan sangat sibuk, membuat sketsa ruang perpustakaanku dan membuat daftar buku yang akan berdiri di setiap rak buku di perpustakaanku. Perpustakaanku!

Aku tidak mandi berendam seperri rencanaku sebelumnya, bahkan hanya sebentar saja aku di bawah shower. Setelah perawatan wajah yang terburu-buru, aku melewatkan beberapa tahapan, aku segera menuju ke ruang makan, ke pojok di tempat yang paling aku sukai, di nook.

Sudah tengah malam ketika aku tersadar bahwa aku belum makan malam, aku bahkan tidak merasa lapar sama sekali saking asyiknya menggambar sketsa dan mendesain interiornya. Memang aku tidak bisa menggambar seperti seorang arsitek, tapi kalau hanya sekedar sketsa sebuah ruangan, aku bisa membuatnya. Aku sering melihat sketsa bermacam ruangan saat membaca komik Detektif Conan dulu. Aku juga memiliki sebuah daftar panjang, sepanjang 2 lembar kertas A4 bolak balik tentang daftar buku yang ingin aku masukkan ke dalam perpustakaan.

01.23. selesai juga. Tidak sempurna seperti yang aku inginkan, tapi aku masih memiliki banyak waktu untuk memperbaikinya dan konsultasi dengan Assis terlebih dahulu. Aku tidak tahu bahan terbaik untuk digunakan, bagaimana desain yang terbaik. Ini baru rancangan awal saja.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk terlelap. Perpustakaan itu bahkan hadir di mimpiku semalam yang membuatku senyum-senyum saat terbangun pagi ini. Aku tidak sabar.

Hari minggu ini apa yang harus aku kerjakan? Menambah daftar buku di daftar yang sudah panjang? Lalu apa lagi? Belajar. Aku memiliki pekerjaan rumah yang cukup banyak yang diberikan Herr Schwarz hari jumat. Aku ingin mengerjakannya sekarang, menyelesaikannya meskipun baru akan dikumpulkan hari rabu. Sebentar lagi ujian, aku harus giat belajar dan mendapat nilai terbaik.

1
Pena dua jempol
satu mawar + subscribe + follow... follback aku ya kak... main2 ke karya aku 🌹 🫰🏿😊
Pena dua jempol
mimpiku juga /Sob/
Arvilia_Agustin
sampe disini dulu thor
Arvilia_Agustin
Aku tertarik dengan kursus bahasa Jerman, ingin ikut kursus juga Thor, aku dah mampir lagi ni thor
Bilqies
emnagta terus Thor menulisnya 💪
Bilqies
aku mampir lagi Thor
Bilqies
aku mampir lagi nih Thor
Arvilia_Agustin
Sampe disini Thor, nanti di lanjut lagi
Bilqies
aku mampir nih thor
Bilqies
semangat terus Thor menulisnya...
Ai: Siaaaaap /Good/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir Thor
Ai: Makasih 😊
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Sampai disini dulu ya ka, 😊
Ai: Makasih sudah mampir /Heart/
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Mahal-mahal sekali harga jacket nya
Ai: Bikin keringat dingin baca label harganya
total 1 replies
Alletaa
mampir lagi Thor
Ai: Makasih
total 1 replies
xoxo_lloovvee
satu mawar untukmu thor, jangan lupa mampir ya 😉
Ai: Makasih, ya
total 1 replies
xoxo_lloovvee
Apa ini akuu? 😭😭
Ai: Semangat /Smile/
total 1 replies
Bilqies
aku mampir lagi Thor /Smile/
mampir juga ya di karyaku
Ai: Makasih /Smile/
total 1 replies
marrydianaa26
semangat thor,nanti mampir lagi
Ai: Makasih /Smile/
Semangat juga
total 1 replies
Zeils
Bagus, pemilihan kata dan alurnya cukup baik dan mudah dipahami.
Hanya saja, perbedaan jumlah kata di bab satu dan dua membuatku sedikit tidak nyaman saat membacanya. Perbedaannya terlalu signifikan.
Ai: Makasih udah berkunjung.
Novel pertamaku mmg banyak kekurangannya, makasih udah diingatkan lagi.
Bisa mampir di novel keduaku, bisa dibilang lbh stabil dr yg ini. Mohon sarannya jg 🙏🏻
total 1 replies
Arvilia_Agustin
Aku kasih bunga ni thor
Arvilia_Agustin: sama-sama
Ai: Makasih /Heart/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!