Renatta Putri Setiawan, seorang gadis berusia 22 tahun. Hidup dalam kemewahan dan kemanjaan dari keluarganya. Apapun yang menjadi keinginannya, selalu ia di penuhi oleh orang tua dan saudaranya.
Namun, suatu hari gadis manja itu harus menuruti keinginan orang tuanya. Ia harus mau dijodohkan dengan seorang pria berusia 40 tahun, agar keluarga Setiawan tidak mengalami kebangkrutan.
Renatta yang membayangkan dirinya akan hidup susah jika keluarganya bangkrut, terpaksa menerima perjodohan itu. Asalkan ia tetap hidup mewah dan berkecukupan.
Gadis itu sudah membayangkan, pria 40 tahun itu pasti berperut buncit dan berkepala plontos. Namun, siapa sangka jika pria yang akan dijodohkan dengan dirinya ternyata adalah Johanes Richard Wijaya. Tetangga depan rumahnya, dosen di kampusnya, serta cinta pertama yang membuatnya patah hati.
Apa yang akan Renatta lakukan untuk membalas sakit hatinya pada pria yang pernah menolaknya itu?
****
Hai-hai teman Readers. Kembali lagi bersama Author Amatir disini.
Semoga cerita kali ini berkenan, ya.
Ingat, novel ini hanya fiksi belaka. Tidak ada ikmah yang dapat di ambil setelah membacanya.
Terima Gaji.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Five Vee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Apa Om Memiliki Kepribadian Ganda?
Renatta terbangun karena merasakan hawa dingin pada pundaknya. Mata gadis yang sudah tidak ‘gadis’ lagi itu, perlahan terbuka.
Ia mendapati tempat tidur di sampingnya telah kosong. Membuat Renatta perlahan bangkit, dengan menghimpit selimut pada kedua ketiaknya.
“Jam berapa ini? Apa om Rich sudah pergi ke kantor?” Monolognya.
Wanita muda berusia dua puluh dua tahun itu melirik jam besar yang berdiri di sudut kamar. Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Itu artinya, mungkin saja Richard masih ada di rumah.
Dengan cepat Renatta turun dari atas ranjang, memungut piayama yang teronggok di atas lantai.
Dengan langkah tertatih karena rasa perih di pangkal paha, Renatta berjalan menuju ruang ganti. Ia harus bergegas turun, mungkin saja sang suami masih ada di bawah dan sedang sarapan bersama keluarga yang lain.
Namun dugaan Renatta salah, saat berada di ruang ganti, ia mendengar suara gemercik air dari dalam kamar mandi. Itu artinya, Richard masih disana.
Renatta kemudian menyiapkan pakaian kerja untuk suaminya.
Beberapa menit kemudian, Richard pun keluar dari kamar mandi hanya dengan selembar handuk yang menutupi bagian tubuh bawahnya. Dan sebuah handuk kecil di atas kepala.
Melihat itu, membuat Renatta menelan ludahnya. Bayangan tentang pergulatan panas mereka semalam kembali terlintas.
Ia sudah melihat dengan jelas semua bagian tubuh sang suami. Bahkan, tangan mungilnya juga menyentuh bagian tertutup pria itu.
“Mandilah. Kita turun untuk sarapan.”
Suara Richard terdengar datar. Membuat Renatta tersadar dari lamunannya.
Entah hanya perasaan Renatta atau memang benar adanya. Ia merasakan sikap sang suami berubah. Kembali dingin seperti beberapa waktu lalu sebelum mereka dijodohkan.
Pria itu tidak menanyakan bagaimana keadaan fisik Renatta setelah di gempur habis-habisan. Seolah tak terjadi apapun di antara mereka.
Tanpa bicara Renatta menurut dan masuk ke dalam kamar mandi. Matanya tiba-tiba memanas. Perubahan sikap Richard mencubit hatinya.
Hanya karena sebuah mimpi yang Renatta tak tahu apa. Pria itu berubah begitu saja. Entah apa yang terjadi dalam tidur Richard, sehingga ia bersikap dingin pagi ini.
Bukankah Renatta sudah biasa diabaikan oleh pria itu? Kenapa sekarang rasanya begitu sakit? Apa karena mereka telah melakukan hubungan suami istri?
“Harusnya aku tidak sebodoh ini menyerahkan diri begitu cepat padanya. Cintaku terlalu lemah.”
Wanita itu kemudian mengguyur tubuhnya di bawah kran air. Berharap bisa meluruhkan semua pikiran buruknya.
Sementara di luar kamar mandi, Richard masih bersiap. Ia menggunakan satu persatu pakaian yang di siapkan oleh istrinya.
Tepat setelah pria itu selesai mematut diri, Renatta pun keluar dari kamar mandi dengan menggunakan handuk kimono.
Richard berdeham pelan. Tampilan sang istri begitu menggoda. Namun ia harus menahan diri.
Ada pertemuan penting pagi ini yang harus dihadirinya. Jika tidak, Richard mungkin sudah menarik gadis itu ke atas ranjang. Dan mengulang malam indah mereka.
“Aku akan menunggu di luar.” Ucap Richard yang kemudian keluar dari ruang ganti.
Renatta hanya mampu menghela nafas pelan. Kemudian bersiap agar tak membuat keluarga yang lain menunggu terlalu lama.
Richard hendak duduk di atas sofa, namun tanpa sengaja manik matanya menangkap sesuatu di atas ranjang.
Pria itu kemudian mendekat. Sudut bibirnya terangkat ketika melihat bercak darah di atas seprai putih ranjang mewahnya.
“Kamu benar-benar menjaga diri dengan baik, sayang. Aku beruntung menjadi satu-satunya pria dalam hidupmu.” Ucap Richard sembari mengusap noda merah itu.
“Om.”
Renatta keluar dengan menggunakan gaun berwarna coklat setinggi lutut. Hal itu lagi-lagi membuat Richard gerah. Ia sangat mudah terpancing saat melihat penampilan sang istri.
Meski menggunakan pakaian tertutup sekalipun, pria itu tetap tak dapat menahan diri.
“Ayo kita turun.” Ucapnya setelah berdeham pelan.
Richard mendahului sang istri. Berada di samping Renatta membuat imannya goyah.
****
“Kenapa kalian turun pagi sekali?” Suara mama Luna menyambut kedatangan sepasang pengantin baru itu.
“Aku ada pertemuan penting, ma.” Jawab Richard sembari menarik sebuah kursi, kemudian menuntun tubuh sang istri untuk duduk di atasnya.
Renatta menurut. Wanita itu ingin melihat bagaimana Richard bersikap di depan keluarganya.
“Lalu, kamu juga kuliah?” Todong mama Luna pada sang menantu.
Renatta menggeleng pelan. “Aku masih cuti, ma. Besok baru mulai kuliah lagi.”
Mama Luna mengangguk paham. Wanita paruh baya itu mengamati sang menantu. Renatta terlihat tidak begitu bersemangat.
“Kalian tidur jam berapa?” Tanya mama Luna kemudian.
Renatta menatap sang suami. Berharap pria itu yang menjawab tanya sang mama.
“Kenapa mama menanyakan hal itu?” Tanya Richard dengan mata memicing.
“Lihat istrimu.” Telunjuk mama Luna mengarah pada sang menantu.
“Matanya lelah sekali. Kalian pasti bergadang hingga tengah malam.” Imbuhnya lagi.
“Mama seperti tidak tahu pengantin baru saja.” Bukan Richard atau Renatta yang menjawab. Tetapi Johanna. Wanita itu datang bersama sang suami dan juga papa Jonathan.
“Ah. Mama mengerti.” Wanita paruh baya itu mengedipkan sebelah matanya pada sang putra.
“Kerja keras. Mama menunggu cucu darimu.”
Ucapan mama Luna membuat Renatta terbatuk meski belum memakan apapun.
“Minta cucu dari Johanna dulu, ma. Dia sudah lebih dulu menikah.” Ucap Richard sembari menyodorkan segelas air pada sang istri.
“Kakak tenang saja. Kita lihat, siapa yang lebih dulu punya anak.” Tukas Johanna dengan cepat.
“Kamu dulu. Rena masih muda. Biarkan dia menikmati masa mudanya dulu.” Jawab Richard bijak.
Mendengar ucapan sang suami, Renatta teringat perbuatan mereka semalam. Pantas saja Richard tak membuang di dalam. Apa itu alasannya? Membiarkan dirinya menikmati maaa muda?
“Tapi jangan terlalu lama juga. Ingat usiamu, Rich. Jangan sampai anak-anakmu mengira kamu kakeknya.” Mama Luna terkekeh di akhir kalimatnya.
“Itu benar sekali, ma.” Johanna menimpali.
Sementara, Renatta hanya menunduk malu. Pembicaraan ini sudah mengarah ke area dua puluh satu ke atas.
“Sudah. Kita mulai makan. Jangan melantur. Ini masih pagi.” Papa Jonathan menghentikan tawa sang istri.
Mereka kemudian memulai sarapan dengan tenang.
Setelah selesai menikmati makan pagi, Renatta mengantar sang suami hingga ke depan mobil.
“Kamu hari ini masih cuti, ‘kan?” Tanya Richard sebelum memasuki mobilnya.
Renatta mengangguk pelan. Ia masih belum yakin jika Richard kembali manis padanya.
“Istirahatlah.” Pria itu mendekat, kemudian melabuhkan kecupan hangat pada kening sang istri.
Renatta memejamkan matanya sesaat. Ia ingin menikmati kehangatan Richard sebelum pria itu kembali dingin.
“Apa aku boleh pulang? Hmm, maksudku aku ingin berkunjung ke rumah depan.” Tanya wanita itu ragu.
“Tentu. Tetapi ingatlah beristirahat. Kita tidur terlalu larut semalam.” Richard mengusap lembut pipi sang istri.
Renatta kembali mengangguk.
Sang suami melangkah pergi. Namun kembali berbalik dan berbisik.
“Persiapkan diri dan tenaga mu. Aku tidak mau lagi, kita memulai dengan paksaan.” Ucap pria itu yang kemudian benar-benar masuk ke dalam mobilnya.
Renatta mematung di tempatnya. Bukan karena bisikan pria itu.
Namun karena perubahan sikap Richard. Pria dewasa yang mendadak dingin saat di dalam kamar, kini kembali berubah menjadi pria me-sum.
“Apa om memiliki kepribadian ganda?”
****
Bersambung.
dimana mana bikin gerah 😜🤪
aku baru nemu cerita ini setelah kesel nunggu cerita sisa mantan 😁