Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Berlianku.
"Bayi ini.... sudah gendut, bulat, keriting pula rambutnya, untung saja kulitnya bersih, jadi tidak jelek-jelek amat. Jangan Sampai anak-anaknya Kiano yang Samantha lahirkan nanti rambutnya keriting-keriting modelan begitu, jelek!"
"Ihiiik..... Ooumaaaaa...." Angelina tertawa, senang melihat Bethseba yang terus menatapnya, walau tanpa ekspresi.
"Mam-mam-mam...." Angelina naik ke atas meja, tangan gendutnya terjulur untuk menyuapkan sendok kecil panjangnya ke mulut Bethseba.
"Oma nggak mau, jijik! Bekas liur kamu!" Bethseba langsung menepis pelan sendok Angelina yang hampir saja menempel pada bibirnya.
"Angel, nggak boleh seperti itu, Sayang. Tidak sopan sama Oma," tegur Selvi sambil meraih tubuh gendut bayinya dari atas meja, setelah memindahkan peralatan makanan kotor setelah makan malam mereka.
"Ihiiik..... Ooumaaaaa.... iyek!" pekik Angelina terlihat kesal dan tidak suka pada ucapan Bethseba.
"Hush! Nggak boleh bilang begitu, ya.... anak mama pintar...."Selvi kembali menegur putrinya disertai jari telunjuknya yang ia tempelkan ke bibir Angelina yang berbentuk hati.
"Mohon maaf ya, Bu..." Selvi menatap pada Bethseba karena merasa tidak nyaman.
"Tidak mengapa, namanya juga masih anak-anak." Bethseba memaksakan senyum tipisnya.
"Bisa bawa bayi kamu ini pergi, saya mau bicara sama Samantha sebentar," pinta Bethseba dengan sorot otoriter.
"Oh, tentu, Bu." Walau merasa tidak nyaman pada sikap Bethseba, Selvi tetap bersikap ramah dan sopan, segera membawa Angelina yang terus mengoceh, menunjuk-nunjuk ke arah Bethseba.
Bethseba mengintip sebentar ke ruang keluarga, disana Kiano bersama Andreas sedang asik mengobrol dengan Antonio tentang masalah pria, memastikan ketiga pria itu tidak tiba-tiba menelusup ke dapur.
Setelahnya, pandangannya kembali mengedar sekali lagi ke seluruh sudut dapur milik Anton dan Selvi sang tuan rumah, hingga akhirnya mentok pada Samantha yang baru selesai membersihkan peralatan makan.
"Bu Beth butuh sesuatu?" tanya Samantha mendekat.
"Tidak, saya hanya butuh kamu duduk di sini, saya mau bicara empat mata, penting," datar Bethseba, menunjuk kursi meja makan di depannya.
"Saya cukup terkesan ada di rumah ini, walau kecil, tapi bersih. Tidak ada debu yang saya temukan menempel liar pada setiap peralatan rumah tangga yang ada. Semua kinclong," ucapnya memberi penilaian.
"Terima kasih, Bu," Samantha tersenyum lega.
"Makanannya juga enak, setara dengan cita rasa restoran favorit kami," imbuh Bethseba lagi.
Samantha menelan salivanya. Entah apa penilaian Bethseba bila tahu sajian makan malam yang ia hidangkan memang berasal dari restoran favorit keluarga wanita konglomerat itu atas rekomen Alina siang tadi.
"Ternyata, bukan di tempat pekerjaan saja kamu bisa diandalkan, di dapur pun, kamu sudah layak jadi menantu saya. Kamu bisa tahu makanan apa yang boleh saya dan suami saya makan atau tidak, bahkan kamu juga tahu kalau Kiano bukan pemakan segalanya, kamu menang satu langkah dari Nadine."
"Siapa Nadine, Bu?"
"Dia salah satu wanita yang pantas menjadi pasangan hidup Kiano, dan dia masih gadis," sahut Bethseba tanpa beban.
Samantha memejamkan matanya sesaat. Tidak ada yang salah pada ucapan Bethseba, tapi ia merasa ibu dari Kiano itu sedang memberi sindiran keras padanya.
"Ini, untukmu."
"Apa ini, Bu?" Samantha menatap kotak beludru merah maron berbentuk kubus yang baru saja Bethseba letakan di atas meja makan tepat di hadapannya.
"Buka saja, lalu pakai."
Walau merasa ragu, namun Samantha tetap melakukan apa yang dikatakan Bethseba padanya. Ia membukanya dengan hati-hati.
"Berlian?" Samanta begitu kaget melihat isi dari kotak perhiasan itu.
"Ya. Kalung, anting-anting, dan cincin berlian itu, wajib kamu pakai mulai sekarang."
"Tapi Bu, saya tidak biasa memakai perhiasan semewah ini..."
"Biasakan mulai sekarang." Bethseba bangkit mengitari meja makan, lalu berdiri tepat di belakang Samantha.
"Saya akan membantu kamu memasang kalung berliannya pada lehermu," ucapnya lagi, sembari mengambil kalung berlian, melingkarkannya pada leher Samantha.
Dalam kepasrahannya, Samantha duduk diam, membiarkan Bethseba mengenakan perhiasan-perhiasan mewah itu pada leher, telinga, dan jari manisnya, dengan menanggalkan perhiasan emas putih yang sebelumnya dikenakan olehnya.
"Semua anak-anak yang saya lahirkan, mereka adalah berlian-berlianku," suara Bethseba kembali mengudara pelan begitu selesai mengenakan semua perhiasan itu pada Samantha, tapi belum beranjak dari samping Samantha. Sepertinya, Bethseba sengaja tetap ada disana.
"Terlebih Kiano, dia putra sulung kami, kebanggaan kami, dia punya hak paling istimewa dibandingkan kedua adiknya, yang kelak.... Akan mewarisi nama dan segala yang kami miliki," lanjut Bethseba penuh penekanan, dengan desahan berat.
"Saya tahu, kamu yang memulainya malam itu, bukan Kiano." tembak Bethseba tiba-tiba dengan nada tajam.
Deg.
Darah Samantha serasa tumpah dan jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya, dirinya pun hampir kesulitan bernafas bila tidak segera mengatur nafas dan menenggak segelas air mineral dari atas meja.
"Saya yakin kamu pasti kaget bagaimana saya bisa mengetahui rahasia ini," pelan Bethseba lagi, setengah berbisik di daun telinga Samantha, lalu ia beranjak, mengitari meja, dan duduk pada kursinya yang tadi, menghalangi pandangan Kiano dan Samantha yang saling bersitatap dari kejauhan.
Di kursinya, Bethseba duduk anggun dengan gaya elegannya, menatap Samantha yang berwajah tegang, calon ibu dari cucu-cucunya itu tidak berani bergerak sedikitpun.
"Setelah pengakuan Kiano di rumah sakit malam itu, saya langsung cari tahu sendiri.... sampai akhirnya saya tahu dari karyawan Mariana Hotel, bahwa kamu memergoki suami kamu yang bernama Elias Handoyo ada di kamar hotel dengan seorang wanita bernama Olin, teman satu kantor suami kamu."
"Di malam yang sama, setelah insiden itu.... dari rekaman CCTV, di lorong hotel, saya lihat kamu yang lebih dulu menyerang putra saya, Kiano."
Samantha kian membeku dalam diamnya. Rasa bersalah, takut, juga malu yang luar biasa, membuat ia menjadi wanita paling rendah dan tidak punya harga diri.
"Ibu Beth.... Mohon ampuni saya, memang saya yang salah.... hukumlah saya...." parau Samantha, tidak tahu harus bagaimana, ia benar-benar merasa di te lan jangi, bola matanya sudah berkaca-kaca.
"Saya tidak akan menghukum kamu, Samantha. Kamu sudah di hukum dengan konsekuensi kesalahan kamu sendiri. Jadi, saya tidak perlu menambahinya lagi," ucap Bethseba pelan, tapi tetap dengan nada menusuk. Nafas Samantha sampai terengah-engah dibuatnya.
"Saya hanya mau memperingatkan kamu dengan bersungguh-sungguh, Samantha. Jangan pernah meninggalkan Kiano apapun alasannya, karena bukan Kiano yang mendahului, tapi kamu.... Sampai terjadi seperti sekarang ini, kamu mengandung."
"Walau setelah menikah nanti, kalian tidak bisa menyalurkan keinginan biologis kalian karena kalian hanya sah secara negara, bukan agama. Itu semua berpangkal dari kesalahanmu, kalian sudah mendahului yang seharusnya hanya boleh dinikmati oleh sepasang suami isteri, jadi saat kalian menjadi suami isteri kalian malah tidak bisa melakukannya."
"Berlian yang kamu pakai ini, akan selalu menjadi pengingat pembicaraan kita malam ini. Bahwa sebagai wanita yang telah melahirkan Kiano, saya akan membuat perhitungan yang tidak main-main bila kamu berani mempermainkan putra kebanggaan saya, berlian saya yang sangat berharga."
Bersambung✍️
syang.. aku ijin pergi ke sana yaa... semangat kerjanya.. papay.. muaahh/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer/