Entah ini mimpi atau nyata, namun Jenny benar-benar merasakannya. Ketika dia baru saja masuk ke dalam rumah suaminya setelah dia menikah beberapa jam lalu. Jenny harus dihadapkan dengan sikap asli suaminya yang ternyata tidak benar-benar menerima dia dalam perjodohan ini.
"Aku menikahimu hanya karena aku membutuhkan sosok Ibu pengganti untuk anakku. Jadi, jangan harap aku melakukan lebih dari itu. Kau hanya seorang pengasuh yang berkedok sebagai istriku"
Kalimat yang begitu mengejutkan keluar dari pria yang baru Jenny nikahi. Entah bagaimana hidup dia kedepannya setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berharap Kesempatan Kedua
Jenny mulai memeriksa bunga-bunga yang yang tertata di atas meja. Namun tubuhnya langsung terdiam ketika mobil yang sama datang kembali ke toko ini. Membuat Jenny bingung harus pergi kemana. Akhirnya dia memutuskan untuk bersembunyi di bawah meja. Jantung berdebar keras, takut sekali jika Hildan melihat dirinya.
"Maaf Tuan, ada apa?"
"Saya kelupaan sesuatu, tolong kasih kartu ucapan di bunga ini"
"Baik Tuan, apa ada yang ingin Tuan tulis sendiri?"
Sesil sedikit bingung ketika melihat Jenny yang terdiam di bawah meja dengan menempelkan jari telunjuknya di bibir, melarang Sesil untuk bicara jika dia ada di bawah meja.
Akhirnya Hildan mengambil kartu ucapan itu dan pena. Menulis dengan sendiri ucapan untuk buket bunga yang dia beli. Setelahnya dia segera memberikan kembali pena pada si penjaga toko itu. Ketika Hildan berbalik dan dia melihat sebuah mobil yang terparkir di sana dengan kerutan di keningnya. Hildan merasa familiar dengan mobil yang terparkir di depan toko.
"Emm. Maaf, itu mobil milik siapa ya?"
Di bawah meja Jenny sudah tegang mendengar pertanyaan Hildan pada si penjaga toko. Dia menarik-narik celana Sesil agar gadis itu melihat ke arahnya, dan ketika Sesil melirik ke arahnya, Jenny langsung menggeleng pelan. Memberi isyarat jika Sesil tidak boleh memberi tahu Hildan tentang siapa pemilik mobil itu.
"Oh itu milik Bos saya Tuan, tapi sekarang sedang tidak ada disini"
Hildan menatap penuh curiga pada si penjaga toko dan juga mobil yang terparkir disana. Jelas dia mengenali mobil itu dan ketika dia datang ke toko ini tadi, mobil ini tidak ada disana. Bagaimana sekarang mobilnya bisa terparkir disini jika orangnya tidak ada. Hildan merasa tidak masuk akal dengan itu.
"Bukannya tadi mobil ini belum ada disini ya?"
Sesil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Hildan kali ini. Dia melirik Jenny di bawah meja, dan atasannya itu tetap melarang Sesil untuk bicara sebenarnya. Jadi Sesil harus mencari alasan yang tepat agar Hildan tidak terus bertanya dan curiga padanya.
"Tadi ada supirnya yang mengantarkan kesini setelah mengantar dia ke bandara"
Entah kenapa Sesil memilih jawaban itu yang pastinya akan membuat Hildan berfikir jika Jenny memang pergi jauh dari kota ini. Tapi sepertinya memang sebaiknya seperti itu. Lebih baik Hildan menganggap Jenny pergi jauh agar dia tidak terus mengganggu Jenny dan ingin bertemu dengannya.
Akhirnya Hildan pergi tanpa banyak bertanya lagi pada Sesil. Dia cukup terkejut dengan ucapan Sesi. Dan setelah mengetahui jika Hildan telah pergi, Jenny langsung keluar dari persembunyiannya. Dia menghela nafas lega saat Sesil bisa menjawab pertanyaan Hildan dan membuat pria itu pergi.
"Kak, kenapa Kakak tidak mau menemui suami Kakak? Aku kira tadi dia beli bunga memang buat Kakak sampai aku merasa senang karena suami Kakak itu sangat romantis. Eh beberapa menit kemudian, Kakak malah datang kesini. Aku jadi bingung, sebenarnya apa yang sedang terjadi?"
Jenny berjalan ke arah kursi kayu yang ada di toko, dia duduk disana dengan helaan nafas pelan. "Semuanya sudah berubah Sil, mungkin dia membeli bunga itu untuk istrinya yang baru"
Mendengar itu tentu saja membuat Sesil terkejut. Dia berjalan menghampiri Jenny dan berdiri di depannya dengan tatapan tidak percaya. "Kakak jangan bercanda, memangnya kalian sudah berpisah?"
Jenny menggeleng pelan, dia juga bingung kenapa sampai saat ini Hildan masih belum mengajukan perceraian dengannya. "Kami memang belum bercerai, tapi kami sudah tidak bisa lagi bersama Sil. TIdak ada cinta diantara kami, karena hanya aku yang mencintainya"
Jawaban itu sudah cukup membuat Sesil mengerti. Dia mengelus bahu atasannya yang selalu baik padanya setiap saat itu. Merasa kasihan dengan nasib Jenny yang tidak sebaik sifatnya pada orang-orang di sekitarnya.
Jenny naik ke lantai atas toko ini, dia menatap ruang istirahat sekaligus ruang kerjanya yang sudah cukup lama tidak dia kunjungi. Jenny duduk di atas sofa dengan nyaman, bersandar pada sandaran sofa dengan kepala sedikit mendongak untuk menatap langit-langit ruangan ini.
"Untuk apalagi dia mencoba peduli dan sampai datang ke rumah Ibu, jika pada kenyataannya dia tetap menikah dengan wanita itu"
Jenny mulai mengikis harapannya yang sudah jelas tidak akan pernah terwujud. Jenny yang tahu bagaimana perasaan Hildan sebenarnya, tapi dia tetap berharap jika suatu saat nanti Hildan akan membalas perasaan cintanya.
Apalagi saat Jenny mendengar sendiri ucapan Hildan pada Ibu saat di rumah. Harapan Jenny terhadapnya semakin tinggi. Namun sayang, karena hari ini Jenny mulai mengerti jika apa yang di lakukan Hildan itu hanya sebuah sandiwara untuk bisa membuat Jenny kembali padanya dan dia bisa kembali menyakitinya.
######
Hildan mengendarai mobilnya dengan pikiran yang melayang, jelas dia masih ingat jika itu adalah mobil milik Jenny. Dan dia juga baru mengetahui jika Jenny adalah pemilik toko. Namun mengetahui jika ternyata Jenny sudah pergi jauh dari kota ini, atau mungkin bahkan pergi dari negara ini. Dan hal itu membuat Hildan bingung dan frustasi, entah harus kemana dia mencarinya dan menemuinya.
Apa kamu sebenci ini padaku sampai kamu tidak memberikan satu kesempatan saja padaku.
Semuanya memang kesalahan Hildan, namun dia juga tidak bisa mengulang waktu. Tapi sekarang Hildan benar-benar sudah menyesali setiap perbuatannya pada Jenny. Hildan ingin menemui Jenny dan langsung meminta maaf padanya.
Setiap mengingat perlakuannya pada Jenny membuat Hildan tidak bisa menahan air matanya. Dia berubah menjadi pria yang sangat rapuh ketika di tinggalkan oleh istrinya untuk yang kedua kalinya.
Hildan memarkirkan mobilnya di depan rumah Ibunya Jenny. Dia masih belum ingin menyerah dengan semua ini. Beberapa hari terakhir dia memang tidak sempat datang ke rumah ini hanya karena dia yang sibuk untuk mengurus kasus Erina.
"Mau apalagi datang kesini? Sudah Ibu bilang, jangan mengganggu Jenny lagi. Sebaiknya kamu segera menceraikan Jenny"
Hildan tetap menebalkan muka ketika Ibu mertuanya saja sudah tidak mengharapkan kehadirnnya. Semuanya juga karena kesalahannya. "Bu, sebenarnya kemana Jenny pergi?"
"Jenny pergi jauh dan tidak tahu kapan akan kembali, dia hanya ingin jauh dari kamu dan semua kenangan buruk saat bersamamu"
Hildan hanya menghela nafas ketika mendengar suara ketus Ibu padanya. "Bu, aku hanya ingin bertemu dengan Jenny sekali saja. Biarkan aku meminta maaf padanya"
"Jenny sudah memaafkanmu, jadi kamu bisa pergi dan berhenti mencari keberadaan Jenny lagi. Biarkan dia tenang dan bahagia sekarang"
Rasanya ucapan Ibu benar-benar membuat HIldan begitu terluka. Bagaimana Hildan yang memohon pada Ibu, namun mertuanya itu malah mendukung Hildan untuk berpisah dengan Jenny. Ya, semuanya memang kesalahan dia, tapi apa tidak ada kesempatan lagi untuknya.
Bersambung
Kisah Vania judulnya Noda Dan Luka