Jodohku Regantara

Malam ini Kaira pulang dengan memboyong ketiga boneka kesayangannya, setelah tadi sempat merajuk yang berujung tak dapat menolak setiap sentuhan Regan. Kini ia tampak lelah setelah memaksakan diri untuk tetap pulang. Regan tak cukup sekali jika sudah berkunjung, keluar masuk dengan semangat hingga membuat Kaira lemas.

"Mau tidur, hhmm?" dengan lembut Regan mengusap lembut rambut Kaira. Tatapannya begitu teduh dengan senyum kemenangan karena mendapat obat setelah penat bekerja.

"Iya, pegel, lemes, pedes juga rasanya. Kamu kalo udah masuk terus aja sampe aku mager begini."

Regan tertawa pelan mendengar keluhan dari Kaira, tetapi tak membuatnya kasihan dan meragu untuk kembali meminta jatah. Malam ini sudah cukup tapi rencana besok pagi harus mulus.

"Ya sudah istirahat, besok mau ke sekolah baru kan? jangan di jadikan yang utama ya, karena prioritas utama kamu itu aku!" Regan telah menyetujui usulan Ayah mertuanya yang membiarkan Kaira tetap mengajar selama ia belum berbadan dua. Dan Regan menyetujui itu, ia akan menghentikan kegiatan Kaira yang berlebih jika benihnya sudah berhasil tumbuh dengan baik karena tak ingin sang istri kelelahan.

"Iya bayi besar!"

"Makasih sayang, cup."

Pagi ini Kaira tampak sibuk di dapur, setelah sholat subuh ia segera membuat sarapan karena tak ingin telat berangkat ke sekolah. Beruntung jarak sekolah tempatnya mengajar tak jauh dari rumahnya saat ini, jadi tak terlalu menghabiskan waktu di jalan.

"Sayang berangkat bareng aku saja ya, nanti siang mobil kamu baru datang."

Kaira yang sedang mengisi piring milik Regan seketika menghentikan pergerakannya, ia menatap dengan tatapan penuh tanya. Kemudian Regan berdiri dan mendekati sang istri, ia menggenggam tangan Kaira dengan tatapan teduhnya.

"Kenapa sayang?" tanyanya dengan lembut.

"Mobil?" tanya Kaira yang sedikit tak percaya, baru menjadi istri beberapa hari saja sudah di belikan mobil. Regan memang di luar ekspektasi, padahal ia baru mau meminta ijin untuk mengambil motor di rumah Bunda. Dan akan mengendarai motor saja seperti dulu ia mengajar.

"Hmm, aku ingin kamu lebih nyaman. Bisa saja berangkat sama aku tapi aku nggak mau kamu nanti susah pulangnya dan berujung mendapat tumpangan dari guru lain."

Kaira menghela nafas panjang, ia paham sekarang alasan sang suami membelikannya mobil. Ada bau-bau kecemburuan juga di dalamnya.

"Apa tidak berlebihan? aku biasa pakai motor jika berangkat mengajar." Kaira bukannya menolak, dalam hati ia sangat merasa di istimewakan tetapi tidak ingin terlalu mencolok dari para guru yang lain.

Regan menggelengkan kepala, ia mengusap kepala Kaira dengan sayang. "Ini Jakarta, pasti banyak yang menggunakan mobil juga. Jadi tidak perlu merasa beda, demi kenyamanan kamu sayang. Aku nggak mau kamu sampai kehujanan atau kepanasan karena macet-macetan di jalan. "

"Dan ini untuk kamu," Regan mengambil dompet dan menarik salah satu kartunya. Ia memberikan kartu berwarna hitam yang membuat Kaira kembali tercengang melihatnya. Bukan ia tak pernah melihat atau norak namun ia merasa Regan terlalu berlebihan. Sikapnya benar-benar di luar ekspektasi Kaira.

"Ini..."

"Iya sayang, kurang?" Regan kembali merogoh dompetnya namun dengan cepat Kaira menghentikan pergerakannya. "Kenapa sayang?" Kaira tak menjawab tetapi segera memeluk Regan dengan erat. Ia merasa sangat di ratukan oleh Regan. Dan bersyukur atas apa yang telah Allah berikan.