Cecil seorang anak brokenhome yang selalu di hantui dengan perasaan takut menikah. Ia bersahabat dengan Didit yang ternyata mendekati Cecil bukan hanya sekedar sebagai sahabat. Bukan semakin terkontrol, Rasa kecewa yang mendesak Cecil ingin menjauhi siapa pun yang ingin membantunya. Apa yang membuat Cecil semakin kecewa dengan didit? Bisakah Didit meluluhkan hati Cecil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjamenanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kami bersamamu, Vino
Udah capek ngadepin Elana, dateng kembarannya. "Diit.." belum sempet ngomong, HPku berdering. "ya,vin?" Aku kode kalau dari vino. Telinga Didit malah nempel ke hpku. Akhirnya Aku speaker.
"Kamu dimana?" Suara vino seperti kesakitan.
"Viinn. Share lokasi" Kata didit.
"Oh, heii, Dit. Terimakasih yaaa.. kalian udah jadi sahabatku selama ini" pikiranku udah aneh-aneh, aku gak bisa ngomong apa-apa. HP ku diambil didit. "Kamu dimana?"
"Aku lagi diatas,Dit... ufh.. kayak emang gak adil yaa,Dit."
"Share lokasi. Bro!" ucap didit lagi. Badanku kaku, aku tahan menangis. Didit ambil HPnya dari saku, dia menghubungi seseorang. Telpon vino masih terhubung.
"eemm..Vii..iiin.." panggilku sambil gemetar menangis.
"Kalian akhirnya jadian?" HP ditaruh didepan didit
"Hahaaa,, makanya kamu dimana? Kita kesana." Didit mengalihkan agar terus terhubung. Didit menuju motorku.
"Mana kuncimu?" Aku berikan kunci motorku.
"Tunggu sini" ucapnya pelan. HPku dia pegang sambil ngobrol dengan vino. Ku lihat seseorang membawa motorku setelah diberi kunci oleh Didit. Didit balik ke mobil.
"Kita otewe sana. Kamu jangan kemana-mana vin."
"Kalian mau apa?"
"Ya kita udah lama ga ketemu. Cerita-cerita masa SMK kita. Kamu juga belum lihat Cecil makin centil." Aku usap air mataku. Didit kasih tisu.
Mobil ke tol. Iya, Vino masih di kota yang sama dengan Bunda. Waktu sudah pukul 9 malam. Vino sudah mengakhiri telponnya dari 3 jam lalu. Kami sampai rumah vino. Tapi vino gak berada di tempat, kata orangtuanya lagi di apartemen.
"Aku tahu apartemennya dimana" ucapku ke Didit.
Saat menuju lobby, Seseorang jatuh dari lantai atas. Tubuhnya jatuh pas didepan kami. Kakiku lemes, aku jatuh duduk depan jenazahnya. Gak bisa ngomong apa-apa. Ngeliat kepalanya keluar banyak darah. Didit telpon ambulance. Mataku gelap. Tapi Aku dengar suara Didit manggil Aku.
Waktu aku bangun, bunda ada disampingku langsung meluk aku. Gak ada air mata, pikiranku kosong, masih mikir itu cuma mimpi. Gak mungkin..
Bunda menuntunku ke depan kamar mayat. Disana ada Didit yang menenangkan Ibu vino. Sampai detik itupun, aku hampir tertawa menganggap Vino becanda. Bunda memperhatikan sikap anehku. Beliau meyakinkan "Cil, Vino udah gak sakit." Bunda nahan nangis. Didit juga khawatir "Cil, Vino udah tenang"
Ibu Vino nangis deketin aku terus meluk. Air mataku ngalir deres.
Masih ingat, dia yang selalu bawain aku makanan kalau aku gak ikut nongkrong, bawain catatan dia kalau aku gak masuk,bahkan nasehati aku. Orang yang begitu perhatian, gak banyak ngomong.
Sekarang giliran bunda yang meluk ibu vino. Didit nguatin aku. Pikiranku masih mengambang. "Vino.." pandanganku kosong, nahan nangis. "Ciiil, Sadaar!" Didit natap tajem dihadapanku sambil pegang erat kedua lengan atasku. Gak lama Ayah vino datang. Ibu Vino balik meluk aku. Ayah Vino ngobrol dengan didit. Terus didit ngobrol sama bunda. "Buk" mas sony, karyawan bunda. Dia kakak kelas kami di SMK yang kerja bareng bundaku dateng. Bunda agak kaget ngliat dia "ooh, Kamu yang kesini. Tolong anter Cecil yaa"
Mas Sony khawatir liat aku. "Cil.." panggilnya lembut. Tangisku langsung pecah, aku meluk Mas Sony. "Kamu lebih tahu dia seperti apa. Sekarang dia udah tenang sekarang." Mas Sony belai rambut. Aku lepas pelukanku, dia hapus air mataku.
Bunda nyamperin kami "Son, tolong ya. Tenangin Cecil"
"Baik, Buk" Mas Sony nuntun aku pulang. Aku sempet liat Didit bingung merhatiin sikapku
Aku chat temen-temen yang lain.
Sammy langsung menelpon "kamu gak becanda.kan?"
"Nggak" aku akhir telpon.
Kini giliran fanya " Baru tadi pagi aku ketemu vino. Dia pamit itu.. " suaranya serak.
"Aku tunggu kalian di Rumah Duka" kataku.
Sampai depan rumah "Terimakasih" ucapku ke mas sony
"Cil, besok pagi mau aku anter ke rumah duka, kah?"
"Kalau gak keberatan. Jam berapa besok kesini?"
Aku masuk ke dalam. Besok pagi sesuai janji Mas Sony sudah ada di depan rumah. Bunda semaleman nemenin Ibunya vino. Aku membawakan sandwich dan minum buat Bunda dan Didit.
Di depan rumah duka Seseorang nyamperin Aku "Mbak,ini punya mas Didit" paperbag berisi kemeja,celana dan sepatu. Heh? Darimana dia tahu aku kenal Didit? Aku cari Didit, dia sudah duduk menunggu jenazah Vino sambil mengecek HP. "Ini, ganti baju dulu. Sama sarapan dulu" mataku berat. Bengkak. Didit memelukku "vino sayang kita semua" aku meneteskan air mata. Didit pergi ke kamar mandi. Aku duduk menggantikan sementara. Beberapa menit kemudian, Arga dan Elana datang. "Ga usah meluk-meluk" candaku ke Arga. Aku memeluk elana "sabar yaa, dia udah tenang sekarang" kami bertiga duduk. Arga ga berhenti menangis sampai Didit muncul. "Loh, kalian berdua?" Dia nunjuk didit. Didit meluk Arga.
"Dia elana, Dia ngira aku sama Arga sama-sama suka" ucapku ke Didit. Didit ketawa salaman dengan Elana.
"Arga gak suka cewek yang bangun siang" Didit ngelirik Aku. Elana mulai tersenyum melihatku
"udah percaya.kan?" Tanyaku ke elana.
"Mereka sebenernya udah nikah diem-diem.beb!"
"Emmbebbbb" Ejekku dan Didit.
"Daripada kalian HTS'an. Jangan bilang sampai sekarang?" Arga dan Elana melihat kami. Didit lalu ngliat aku.
"Dia selingkuh" Didit nunjuk aku. aku melotot ke Didit.
"Enak aja!" Aku langsung gigit bibir.
Mereka ketawa. Tiba-tiba suara tangis terdengar makin keras. Fanya,Ken,Gea dengan perut besarnya datang. Mereka memelukku. Muka dan mata ken merah, memeluk Arga,berjabatan tangan dengan elana terus... "Loh!" Teriak Ken yang bikin Fanya dan Gea berhenti nangis.
"Didiit" fanya dan gea ngeliat aku. Terus ngliat perutku
"bunciiiittttt!" Aku teriak. Mereka ketawa.
Didit ngeliat perut Gea "entar ada temennya anakmu" Gea dan Fanya makin gak percaya ucapanku.
"Didittt!" Teriak Gea "haa..mil duluaan?" Gea nunjuk perutku. Aku melotot. Arga,Elana,Didit ketawa. Bunda yang denger, langsung mukul aku. Aku lari ke belakang punggung Didit. Arga memegang bunda. "Kita becanda,Tante."
Mereka gantian mencium tangan Bunda. Bunda ngeliat peti jenazah kosong "Vino ini bener-bener.. sampai Dia meninggal pun. Baiknya terasa. Liat sekarang, yang dulu susah ketemu tiba-tiba disini. Kalian yang susah kumpul justru ngumpul semua disini. Sammy juga baru hubungi Tante kalo dia dimudahin dapet tiket pesawat kesini." Bunda nangis.
"Tante pulang sebentar ganti baju, baru kesini lagi. Gea, duduk aja" Ken ambil kursi untuk Gea. Bunda ngliat perutku. Yang lain nahan tawa "Aku bakal tanggungjawab kok, tante" aku mukul pelan didit "maksud Aku, Aku bakal nemenin Kamu nggym. Biar buncitnya itu jadi otot" Bunda senyum pergi. "Tante tunggu kamu jadi mantu,Dit" aku bengong. Mereka langsung heboh "gak perlu nunggu jawaban Cecil. Dit" kata Arga ketawa seneng. Aku salting.
"Mau duduk aja bingung.Neng" Ken kasih kursi. Fanya senyum seneng liat peti kosong vino "Vin, liat. Kiiitaa.. " Dia menghela nafas "Kamu tadi pagi bilang kalau kamu pergi, kita gak boleh sedih. Kita bisa kumpul gara-gara Kamu, kita juga ceria nganter kamu" Aku tepuk pelan bahu Fanya.
Kami nunggu jenazah Vino. Gea dan Fanya sesegukan. Arga ngalihin perhatian "ntar kalo ada Vino, Kamu lamar aja, Cecil." Aku ngliat Arga, muka dan matanya masih merah. Gea mengusap air matanya, sesegukan melepas cincin nikahnya "ku..kupin..pinjemin.. cincinkuu.. niiih!"
Didit senyum menahan nangis
Fanya metik bunga disebelahnya "kok gak bisa dipetik?"
"Heiii, itu bunga duka!" tegur ken
Kami cuma senyum. Jenazah datang.
Ayah, ibunya juga datang. Kami bergantian memeluk ibu vino "Vino anak yang perhatian, tante,om" kami tersenyum dan menahan tangis. Kami duduk mengelilinginya. "Ponakanmu bulan depan lahir,Vin."
"Vin, aku 4 hari lagi nikah" kami melihat ke arah sammy. Sammy memeluk kami bergantian. "Lama ga ketemu" ucap didit. "Loh!" Sammy meluk erat didit. "Kamu gak ada kabar, nomer ganti" Sammy dan Didit ngobrol agak jauh dari peti jenazah. "Kita udah ngumpul,Vin" kata Fanya menahan tangis melihat jenazah Vino. Aku menoleh ke Gea, Gea kesakitan. Aku panik "Ken.." Ken langsung menuntun Gea. Salah satu keluarga minjemin kursi rodanya. Dia pindah ke kursi dibantu Didit dan Arga. Sammy nemenin Ken dan Gea ke parkiran disusul Arga. Aku bersihin tempat duduk yang abis dipakai Gea. Fanya lalu duduk disebelahku. "3 hari lalu Aku ketemu Vino di rumah sakit waktu aku jenguk sepupuku. Aku sapa dia, dia udah pucet gitu. Aku tanya dia sakit apa? Dia bilang GERD. Terus aku minta duduk dulu. Kita ngobrol. Dia juga bilang dia difitnah temen kerjanya, katanya hasil kerja itu nyomot dibantu Ai. Akhirnya dia dipecat. Aku bilang, kerja dikantorku. Kantorku lagi butuh dibagian desaign grafis. Tapi dia bilang belum PeDe. Trus 2 hari lalu aku tanya alamatnya sekarang. Kata dia, jangan ke unitnya lagi berantakan. Jadi aku kirim makanan ternyata udah banyak makanan buat dia termasuk dari kamu. Tadi pagi dia cuma bilang kalau aku pergi kalian harus senyum, aku yakin kalian semua bakalan sukses" Aku dan Fanya melihat jenazah Vino.
Tinggal kami berenam dengan Elana. Aku hampiri Arga. "Kalian balik dulu. Kasian Elana."
"Maaf" Kata Arga ke Elana "Aku anter balik Elana dulu" mereka pamit. Aku duduk deket Fanya sebrangku Didit dan Sammy. Aku lihat Sammy "pesawatmu jam berapa?"
Sammy natap wajahku sambil senyum "Vin, dia takut aku nanya yang aneh-aneh"
"Udah dipinjemin cincin tadi malah ditolak" timpal Fanya.
"Vin, aku dibully.nih!" Aku ngadu.
"Terus sampek kapan ngulur-ngulur waktu Didit?" Tanya Sammy
"Tenang aja, gak perlu nunggu jawaban cecil. Bundanya udah nungguin didit jadi mantu" jawab Fanya
"SERIUUUSS" ssstttttttt aku didit menenangkan Sammy.
"Tapi juga harus ngomong depan vino" kata Fanya.
"Aku udah ngobrol sama vino waktu Didit di Rumah Sakit. Justru Dia yang dulu tahu." Didit kaget.
"Katanya kamu siap kapanpun jadi kakakku. Vin?" aku mulai menangis mengingat ucapan Vino waktu aku pamit pergi ke luar kota. Fanya diam menangis sambil mengelus punggungku. Kami berempat bergantian tidur. Fanya tidur di pojok. Sammy pamit pulang dulu diantar asisten Didit. Aku tidur dibahu Didit. Disamping jenazah Vino. Didit meluk aku. Aku bangun, Arga dan Fanya sudah posisi memotret kami. Aku langsung duduk, Didit kaget. Dia juga baru bangun "Apa'an.sih?" Aku lihat dilayar HP jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi.
Chat dari Mas Sony " Semangat,Cil. Kamu gak sendiri, nasehat-nasehat Vino selalu diinget. Dia udah tenang sekarang." Selama ini, dia wajahnya bisa keitung jari terlihat tapi selalu nyemangati aku.
"Aku ke kamar mandi dulu". Fanya ikut denganku ke kamar mandi. Didit kembali tidur duduk. "Kamu tungguin ya, Cil" teriak Fanya dari ruang sebelah. Aku keluar cuci muka, rapikan rambut. "Emang apa yang diomongin kamu sama Vino?" Aku ngeliat fanya senyum.
Di ruangan, Arga kirim fotoku dan Didit ke Sammy sambil nunjukin layar HP ke Vino. Mereka bertiga kayak ngumpul disini. "Oh, Gea udah lahiran. Mereka katanya sudah kirim fotonya ke kalian." Aku buka foto dari Ken
"luuucuuu!" Aku dan Fanya nunjuk layar HP ke Vino. Didit masih tertidur. "Heh!" aku berdiri disebelah Didit. goyang-goyangin bahu Didit.
"Coba dipanggil Sayang" goda Arga, Fanya kompak. Didit bangun. Dia meluk tanganku tidur lagi. Arga foto lagi terus kirim ke Sammy. Fanya dan Arga ketawa-ketawa dengan HPnya. Aku bangunin Didit. Didit bangun dengan mata merahnya kaget tanganku yang dipeluk. "Sorry" dia kedip-kedip. "Aku ke kamar mandi dulu" aku duduk disebrang Arga dan Fanya.
Jadi inget waktu kami pertama kali bertemu didepan papan pengumuman. Nggak ada satupun temen SMPku masuk sekolah ini.
Vino yang pertama kali menyapaku "Vino"
Aku tersenyum "cecil"
"Kamu masuk Boga?" Aku mengangguk "temen-temenmu mana?" Vino lihat sekeliling "kebetulan Aku sendirian. Mereka ga ada yang masuk Sekolah Kejurusan." Vino mengajakku kenalan dengan Arga dan Fanya. Fanya dan arga yang sedang bercanda. Dulu aku fikir mereka pacaran. Awal-awal masuk aku duduk dengan Vino. "Ini" didit kasih aku uang 5 lembar seratus ribu "Wiih, udah dikasih nafkah aja!" Canda Arga, masih sibuk motret kami lagi
"Kalian bertiga sarapan diluar sana" Usir Didit. Aku memperhatikan wajah Didit mukanya kecapek'an. Kami bertiga keluar Gedung, Disebrang ada warung makan kaki lima,ada soto. Kami makan dengan lahap.
"Didit ga kamu pesenin?" Tanya Fanya
"Ga perlu, biar Dia kesini sendiri. Badannya pasti sakit tuh. Duduk terus " Fanya nahan ketawa
"kepalamu yang salah" Arga ketawa "Tarik ulur mulu, ditanya cuma temen. Tapi kelakuan udah kayak orang pacaran. Lihat Bundamu aja greget ama anaknya sendiri" aku diam.
Sampai di ruangan tempat jenazah Vino, kami ngeliat Didit nangis. Yang Aku kira Dia itu tegar, ternyata nyuruh kita pergi buat ngobrol berdua sama Vino "Tunggu diluar aja" Arga ajak aku dan fanya diluar.
"Ku kira tegar, ternyata rapuh jugaa" kata Arga.
"Ku kira cuma Cecil, ternyata dia sayang kita semua" lanjut Fanya.
"Jangan paksa aku pantun atau buat kata-kata hari ini" aku menunduk merenung.
"VINOOOO" teriaak seseorang sambil lari ke ruang tempat jenazah vino. Fanya dan Arga nahan orang itu "Kamu siapa?" Tanya Arga ketus. Sambil menangis, dia bilang teman kerjanya.
"Vino ga punya temen kerja. Temen dia cuma kita." Kata Fanya yang lebih tahu cerita Vino soal temen kerjanya.
Dia ngusap air matanya. "Vino kok bisa dia sampai kayak gini?" Tanya orang itu.
"Kamu putri,ya?" Tanya Fanya.
Dia kaget "Vino cerita ke kamu?" Fanya mendorong wanita itu. Aku dan arga menahan Fanya
"Udah,sana pergi" usir Fanya. Putri menangis. "Kalo Vino kamu gituin pasti percaya. Pergi sebelum Saya panggil keamanan!" Usir fanya. Kami gak kuat nahan Fanya kalau udah emosi.
"Mbak, mending pergi sekarang" Saranku dan Arga.
"Kenapa,Nya?" Tanya didit, matanya merah.
"CEWEK INI YANG BIKIN VINO DIPECAT!"
Didit narik Putri keluar "harusnya kamu punya malu!" Didit nunjuk muka putri.
"Aaku.." belum sempet Putri jelasin. Plakk ! Ku tampar keras. Fanya dan Didit yang ngeliat kaget
"Mentang-mentang Vino baik, terus Kamu seenaknya sama Dia?!" Tunjuk Aku ke mukanya.
Aku masuk ke dalam, ku lewati Fanya dan Didit.
Aku duduk depan jenazah Vino,nangis.
Fanya menenangkanku. Didit cari obatku di tas. Bunda dan orangtua Vino datang, Aku usap air mataku lalu menyambut mereka.
Bunda narik Aku keluar ruangan ke tempat sepi "ini Rumah Duka, Ciiil. Semarah apapun Kamu, tahan." Ucap bunda dengan berbisik.
"Bunda sama orangtua Vino lihat dan denger tadi. Mereka juga berterimakasih sama kalian udah jagain Vino. Tapi jangan buat ribut gitu." Aku diem. Kami berbalik, ada Didit nunggu di dekat jendela. "Kamu juga, tahan emosimu. Vino gak suka keributan" nasehat bunda ke Didit. Didit mengangguk. Aku dan Fanya berdiri dekat jenazah Vino menemani ibu Vino.