NovelToon NovelToon
Seluas Samudera

Seluas Samudera

Status: tamat
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Enemy to Lovers / Si Mujur / Tamat
Popularitas:284.2k
Nilai: 4.8
Nama Author: Nonelondo

PERINGATAN!!!

Sebelum membaca, siapkanlah hati kalian seperti judul novel ini 'Seluas Samudera'. Karena kalian akan dibuat jengkel setengah mati. Jika kalian tidak siap, lebih baik mundur!

----------

Novel ini mengangkat kisah tentang seorang
Kapten pasukan khusus Angkatan Laut. Yang jatuh cinta dengan anak Komandan-nya. Mereka bertemu di rumah sakit tanpa tahu satu sama yang lain. Saat sang Kapten tertembak, dan sebagai perawat wanita itu merawatnya. Namun sayang, karena ada sesuatu hal. Sang Kapten secara sepihak memutuskan jalinan asmara diantara mereka.


Memang kalau telah dijelaskan, aku mau lepas darinya? Tentu, tidak! Aku tidak mau Dia sudah buat aku begini, malah meninggalkanku. Itu gak boleh! Oh! Aku tahu caranya biar dia bisa balik lagi bersamaku. Ya! Akan kucoba.

-Dewi Abarwati-

Dia berharap ada kata maaf dulu dari Dewi, sebelum dia merubah status hubungan mereka menjadi sepasang kekasih kembali.

-Krisanto-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonelondo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 23 Rubah Datang

“Kak,” panggil Ria, sesudah membuka pintu dengan membawa bantalnya.

“Kau mau tidur sini?” respon Dena.

“Iya.”

“Jangan ngorok ya.”

“Kayak Kakak tak ngorok pun.”

Nyengir. "He...”

“Eh, Kak. Kenapa pula aku tadi disuruh diam?”

“Yang tadi di mobil? Kau pun tanya tak lihat-lihat. Kak Dewi itu kan lagi malu, kau pula tanya begitu. Gak lihat apa habis Kak Dewi teriak di warung, Kak Dewi di mobil diam pun.”

“Iya sih. Eh, kira-kira kenapa ya Kak Dewi panggil Abang, kamu? Apa jangan-jangan Kak Dewi panggil Abang, kamu?”

“Taklah. Mungkin Kak Dewi lagi kesal saja. Abang pun parah kali... Bisa-bisanya dekat sama Kak Rena.”

“Sama pun. Kak Rena pun parahlah... Masa Abang mau disikat. Biar Abang sudah mantan Kak Dewi. Tapi kan Kak Dewi sama Kak Rena teman.”

“Tapi tak tau jugalah Dek, urusan mereka. Ayo, matiin lampunya kita pigi tidur.”

"Oke."

Ria mematikan lampu, lalu naik ke atas kasur menyusul kakaknya tidur.

**********

Biar melancarkan aksi sakit giginya yang sebaiknya diteruskan saja. Habis telah kepalang tanggung menimbang hatinya pun lagi nggak beres atas kejadian semalam yang beruntun menimpanya. Bukan bermaksud gak sopan dengan keluarga Kris, habis bagaimana...

Dewi pagi ini nggak turun bantu mamak Kris. Sungguh hatinya merana terutama usai Rena mengetahui kartu As-nya. Dia terus dihantui bayang-bayang selepas dari Medan.

Apa benar Rena akan tutup mulut? Rasanya tidak mungkin, bukankah itu merugikannya? Apa Kris sudah tahu? Apa Rena sudah ada cerita? Ah, kalau pun Kris tahu, pasti biasa saja. Mereka saja semalam makan malam berdua.

Sementara itu di bawah.

“Buatkan saja bubur Mak." Bapak Kris bicara ke istrinya.

Mamak Kris habis menanyakan ulang ke Dena, meskipun sebelumnya sudah dengar dari Ria. Mereka sekeluarga sedang duduk sarapan di meja makan.

“Iya, itu lagi dibuat." Mamak Kris menunjuk tanakan di panci.

“Semalam kami semua pulang bareng,” ucap Kris.

“Kalian ketemu?” Mamak dan bapak Kris bertanya bebarengan.

“Iya. Ketemu di restoran.”

Pria itu enggan menceritakan detail. Adik-adiknya pun diam saja. Tentu, mereka nggak berani ikut campur urusan abangnya.

Selepas itu, Kris dan bapaknya pamit berangkat kerja. Begitu pula Dena berangkat kuliah. Kemudian Ria naik ke atas membawakan semangkok bubur dan segelas air putih di atas nampan.

Tok! Tok! Tok!

“Kak... Kak...”

Dewi terbangun dari lamunannya. Bangkit dari kasur berjalan ke daun pintu.

"Iya..."

“Ini, Mamak masakin bubur buat Kakak."

“Aduh... Ngerepotin.”

“Taklah. Di makan ya Kak, habis itu minum obat biar Kakak cepat sembuh.”

“Kakak sebenarnya sudah sarapan dan minum obat. Kakak tadi ada makan kue." Dewi beralasan biar nggak terlalu terlihat merepotkan.

“Kue dari mana?”

“Sisa cemilan kemarin sewaktu di bandara." Meraih nampan. "Ya udah, sini. Bilang sama Mamak makasih ya."

“Iya, Kak.”

Setelah menutup pintu. Dewi menaruh nampan itu di atas nakas. Ditatapnya lekat-lekat pemberian mamak Kris. Air matanya perlahan meluncur karena orang tua Kris sangat baik terhadapnya.

Haruskah dia mengorbankan ketulusan orang tua Kris dengan diketidakberesan hatinya? Habis bagaimana... Dia pun nggak sanggup mengontrol perasaannya yang seperti sayatan pisau. Mungkin jika dia dan Kris telah duduk bicara mengenai Rena datang ke sini. Hatinya sudah ada gambaran agak sedikit bisa diredam. Tapi, ini... Terlalu mepet. Sepagi ini Kris sudah bersiap dengan aktivitasnya.

Dewi memakan bubur itu dengan luapan air mata. Bubur ini rasanya layaknya kasih sayang ibunya. Dia harus memakannya... Memakannya... Meski bubur yang ditelannya ini menjadi asin karena tercampur dengan tetesan air matanya

Sebelum jelang makan siang, Dewi turun ke bawah membalikkan nampan dan membantu mamak Kris dan Ria melayani tamu. Dewi sempat dicegah, tapi Dewi tetap membantu setidaknya dia ada sedikit menyediakan waktu diantara kesulitan hatinya. Itu juga sebagai bentuk rasa bersalahnya sudah berbohong. Selain itu, dia nggak mau nanti mamak Kris repot-repot lagi menyuruh adik Kris membawakan makan siang untuknya. Lalu sehabis makan, dia naik ke atas.

**********

Ting! Ting! Ting!

Denting jam berbunyi. Dewi memandangi jam dinding. Waktu menunjukkan jam 2 siang. Dewi sedang rebahan menanti Kris pulang. Ah, masih lama sekali... Dia membalikkan badannya menghadap tembok.

Haruskah dia menghubungi Kris menanyakan pulang jam berapa? Ah, tidak, tidak. Ayahnya sudah berpesan jangan mengganggu Kris di sini. Lagi pula, Kris pasti pulang malam. Kalau pun ada waktu nggak diberikan untuknya. Seperti yang sudah-sudah jalan lagi dengan Rena.

Ternyata kehadirannya di sini, percuma. Meski Kris yang mengajak, jika dia pun yang minta ikut, hasilnya sama saja. Dia tidak bisa memberi pelajaran ke Rena. Malah yang ada, Rena kembali memberinya perasaan sakit hati dengan menunjukkan kedekatannya dengan Kris. Lebih tragisnya lagi, hubungan palsunya dengan Kris ketahuan. Malah seharusnya dia tidak ke sini.

Air matanya telah kesekian kalinya tumpah. Karena dari semua itu hal yang paling ditakutkannya adalah... Kemurkaaan apa yang ditampilkan ayahnya jika tahu dia dan Kris telah bersandiwara.

Tok! Tok! Tok!

“Dewi...”

Mengenali suara bariton yang familiar di kupingnya, seketika wanita itu mengerjapkan kedua matanya.

Jam segini Kris sudah pulang?

Dewi langsung mengelap air matanya sekering mungkin. Lalu bangkit dari ranjang berjalan ke daun pintu. Sebelum dibukanya, dipegangi dulu pipinya.

"Ya?"

“Gigimu masih sakit?” tanya Kris.

“Kok, kamu sudah pulang?” Dewi balik bertanya.

“Aku sengaja mempercepat pekerjaanku untuk mengajakmu jalan.”

Benarkah Kris menyediakan waktu untuknya? Baguslah!

“Kebetulan sekali, aku juga ada yang mau dibicarakan."

"Tentang?"

Mengecilkan suara. "Masalah Rena."

“Yang dia ke sini?” Kris turut menurunkan nada.

Mendelik. "Kok kamu tahu? Rena sudah cerita?"

“Kita bicarakan saja nanti hal itu di Jakarta. Besok kita sudah pulang, lebih baik kita jalan-jalan. Tapi, mm... Melihatmu masih sakit gigi, ya sudah kamu di rumah saja. Aku jalan dengan adik-adikku saja."

Tentu, pria itu tahu Dewi pura-pura. Kris kembali iseng ngerjain dengan mengakhiri ucapan biar Dewi kelabakan mau ikut. Lalu dia balik badan.

“Siapa bilang aku masih sakit gigi?” tahan Dewi. Tentu dia nggak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

Menoleh. “Itu, pipimu?”

Dewi sedikit terkejut. Oh iya, dia lupa. Lekas diturunkan tangannya.

“Sudah sembuh. Aku ikut!” tandasnya, segera menutup pintu untuk bersiap diri.

Kris tersenyum geli disertai geleng-geleng kepala. Kemudian bicara sambil lalu.

“Aku tunggu di bawah."

Tak lama Dewi turun. Setelah berpamitan, semua yang mau pergi masuk mobil, dan mobil melesat pergi. Mereka bertamasya ke pantai Cermin. Salah satu tempat wisata andalan Medan yang menyajikan panorama pantai.

(Pantai Cermin)

Setiba di sana, pasangan yang belum kembali sejoli itu duduk di bawah payung besar di alas tikar, ditemani box berisi makanan dan minuman yang sudah disiapkan mamak Kris. Dena dan Ria bermain voli, sepertinya dua anak itu pengertian sengaja meninggalkan pasangan yang sudah bubar itu.

(Gambar hanya ilustrasi)

(Gambar hanya ilustrasi)

“Terima kasih kamu menyediakan waktu untukku." Dewi memulai percakapan.

“Jangan berkata begitu... Kamu membuatku terlihat buruk. Kemarin Rena mengajakku bertemu, dan aku mengiyakan karena aku pun penasaran setelah tahu dia sehabis dari rumahku. Sedangkan kemarin lalu, dia mau antar oleh-oleh untuk keluarga teman kita. Salah satu teman SD-ku ada nitip padanya. Dan dia nggak tahu alamat pastinya.”

Kris bicara terus terang tanpa perlu di sampingnya bertanya. Kenapa 2 hari ini dia pergi sama Rena. Ini menjadi obat dari setengah kesedihan hati Dewi. Namun karena itu, dia jadi memberanikan diri mengangkat hal sensitif. Mumpung Kris lagi membuka diri.

“Pernahkah Rena berkata padamu tentang, tentang, mm, mm...”

Aduh... bilangnya gimana ya? Masa langsung, Rena cinta padamu?

“Tentang?” Kris menanti.

“Sesuatu yang dalam." Dewi mengganti ucapan yang tidak langsung to the point.

Bingung. “Sesuatu yang dalam?”

“Maksudku, pernahkah dia membicarakan padamu tentang dirinya sesuatu yang dalam.”

Tambah bingung. “Maksudnya?”

Ah, melihat respon Kris. Sebaiknya dia tidak usah bicara. Bukankah ini memberi peluang Rena, jika musuhnya itu belum bicara? Juga, bukankah harusnya pria yang pertama bicara? Ini terlihat Kris seperti bingung. Berarti untuk ini, bukankah masih aman?

“Ya sudah, lupakan saja."

“Sebenarnya kamu mau bicara apa, Dewi?" Kris jadi penasaran.

“Nggak jadi. Sudah, lupakan saja.”

Kris geleng-geleng kepala. Kemudian buang muka memandangi adik-adiknya.

“Oh ya, mulai saat ini aku memanggilmu, Mas.”

Kris tertegun, secepat kilat menoleh. “Apa?”

“Mulai saat ini aku memanggilmu, Mas."

Kris mengernyitkan alis heran. Ditariknya satu kakinya biar menekuk, biar satu tangannya bisa menyanggah kepalanya.

“Kenapa? Mm?”

“Nggak kenapa-kenapa. Kan seharusnya aku memanggilmu, Mas.”

“Karena ucapan ‘kamu’ kemarin di depan adik-adikku?”

“Tidak juga, memang seharusnya aku memanggilmu, Mas.”

“Kita bisa beri alasan, jika adik-adikku nanti ada yang bertanya.”

“Aku tetap ingin memanggilmu, Mas.”

Lewat panggilan itu, Dewi merasa membuatnya makin terukur betapa dekatnya dengan Kris. Ugh! Betapa bodohnya dia selama ini. Memanggil aku-kamu karena merasa nyaman. Merasa nyaman apa? Malah tidak terlihat intens. Selain kemelut yang dideranya semalam, ternyata wanita itu ada memikirkan hal ini.

Menelisik. “Kenapa tiba-tiba?"

"Kan udah kubilang, harusnya aku memanggilmu, Mas. Jadi bukan tiba-tiba, ini udah lama."

"Tidak ada alasan lain?”

“Nggak ada,” geleng Dewi, terus berusaha menyembunyikan niatnya.

“Aku nggak keberatan kamu memanggilku nama. Bukankah kamu nyaman?”

“Sekarang tidak lagi.”

“Kenapa?”

“Eh, maksudku... Mm... "

“Dewi... Aku mengerti kenapa kamu memanggilku nama. Kita pertama bertemu dalam keadaan saling menyerang. Ya, nggak apa-apa."

“Tidak. Aku tidak mau. Aku akan memanggilmu Mas,” kekeuh Dewi.

Tersenyum. “Ya sudah... Kalau itu maumu.”

Terdengar suara Dena memanggil.

“Bang... Kak Dewi...”

Mereka berdua menoleh, seketika terkejut ada Rena diantara Dena dan Ria di sana.

1
rajwa ameera
luarrr biasa crtnya,,,
Dila Ayu
susah move on dari novel ini.. apalagi sekarang ada televisi cerita ttg tentara angkatan laut...
ibune Aldo
ya elah Dewi, kalau gini sih namanya kamu menyiksa diri sendiri, mesti berbohong, dan berlanjut dengan kebohongan lain terus
ibune Aldo
kenapa gak jujur aja WI, sama teman ", toh diputuskan pacar bukan akhir dunia.. ya walaupun kamunya masih cinta, tapi setidaknya biar tidak kelihatan begitu nelangsa sih
ibune Aldo
masih o
penasaran alasan kris
🌹bunda kamila🌹
ngga nyesel bacanya....keren thor👍👍
Nonelondo (ig : nonelondo): hai, novelku "My Man" uda terbit dibaca ya...
total 1 replies
dite
heran aku, atas nama teman bkin salah kayak gitu kok dikasih maaf

aslinya laki apa banci sih 😑

seolah dia ga masalah orang yg dia cintai dibikin sakit ama temen2nya
ngapa ga putus hubungan aja ama temennya
temen kayak gt kok dipiara
dite
komunikasi itu penting, ga smua salah di dewi nya. kris haruse jg ngasih tahu dewi dia mau dewi gmna, ga diem aja tapi trus nesu
dite
gilak si kriss, sibuk amat ngurusin ciwi2
si rena lah dianter ksana kmari, parah ini kriss
baik sih baik, tpi ya ga gt jg kalik...

babehku sibuk mo anter2 tmnnya, lgsg aku tikung buat ngantrerin aku
novita setya
mas kris,om ken..11 12 bucin nya
novita setya
naah ini aja seru menarik drpd asmara bikin ngelu ndas saia...action nya tegang seru wow..top
novita setya
ah dewi msh gt2 aja..kuasai emosi dong biar ga kekanak2an lg..ck
novita setya
kak othor jujur deh pas novel kelar pasti baca jg kan..ada rasa pengen nabok 2 cwe nyebelin ga..koq kuaat gt loh bikin tokoh rena dewi sebegitu nyebelin
novita setya
etdah..alih2 ngatasin mslh..mlh nambah mslh nih bocah pke semaput pulak..woooyyy kebnykan mikir lu wii
novita setya
2 cwe yg asliii nyebelin
novita setya
lah np nangis wi..kan lu rela dijadikan keset rena. tanpa membantah & melawan pulak..y sdh trma aja nasibmu.
novita setya
teguh & laras udahlah ga usah ngurus dewi. dy aja rela dicincang rena tanpa perlawanan..
novita setya
2 wanita 1 tujuan. beda cara. yg satu super lemot yg lain ambisius..
novita setya
laras ngapain sih repot2 ngebelain dewi..kl emang dy cerdas udah diatasi mslh ini sejak dl biar ga da celah pelakor dtg. laah si dewi lembek2 aja np km pasang bdn..rugi deh kena sangsi
novita setya
mending pts aja lah..tp jgn sm rena. tasya aja
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!