Adinda Fadillah seorang anak yatim piatu , yang dijodohkan dengan anak donatur panti asuhan yang dia tinggali. Pernikahan yang awalnya terjalin karena mereka tidak ingin melihat orang tua masing-masing kecewa. Saat pernikahan berlangsung hanya kerabat dekat yang di undang karena Eric tidak ingin pernikahannya di publish.
Masa awal pernikahan Eric sangat membenci Dinda hingga akhirnya memperlakukan Dinda layaknya seorang art bahkan menyuruh Dinda tidur di kamar art. Sikap Eric yang dingin dan arogan sering kali membuat Dinda takut jika berhadapan dengannya.
Namun, seiring berjalannya waktu Eric mulai menerima kehadiran Dinda di kehidupannya bahkan Eric selalu menampakkan ketidak sukaannya pada laki-laki yang melihat Dinda di depan umum. Bagaimana kelanjutannya mari ikuti terus perjalanan cinta Eric dan Dinda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fifi Nurul Fadillah Hasan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maag.
Eric kali berbalik menghadap Dinda dengan wajah yang sudah kembali seperti semula.
"Ayo!" Ajak Eric.
Eric tidak membawa apa-apa karena pakaiannya memang selalu tersedia satu pasang di dalam mobil.
"Hei! kau mau duduk dimana?" tanya Eric ketika melihat Dinda mau membuka pintu kelas tengah.
"Duduk disini." ucap Dinda polos.
"Kau pikir aku ini sopirmu hah?"Eric sampai melotot melihat kelakuan Dinda.
"Duduk di depan." Eric langsung membanting pintu mobil dengan keras membuat Dinda terlonjat kaget.
Dinda sudah masuk dan duduk di samping Eric. Wajah Eric tadi saat marah sangat menyeramkan bagi Dinda.
"Tuan maaf soal tadi."Dinda membuka pembicaraan saat mobil sudah melaju meninggalkan mobil.
Eric masih diam saja dengan pandangan fokus ke depan tanpa merespon perkataan barusan.
"Mungkin Tuan merasa tersinggung dengan yang tadi." akhirnya Dinda diam saja, sampai akhirnya ia tertidur karena memang dia sangat lelah dari toko roti.
"Ck, belum seberapa udah tidur!" Eric berbalik dan melihat Dinda yang sudah tertidur pulas di sampingnya.
Dert...dert...dert...
Ponsel Eric bergetar di dalam saku celananya.
"Halo, assalamualaikum!" salam mamanya di dalam panggilan.
"Wa'alaikumsalam." jawab Eric.
"Nak, kamu di rumahkan?"tanya Mamanya tiba-tiba.
"Enggak Mah, emang kenapa?"tanyanya balik.
"Mama tadi niatnya mau ke sana buat dinner bareng, tapi kamunya nggak ada," jawab Mamanya lesu.
"Lalu Dinda mana?"sambungnya.
"Ma, Eric sama Dinda mau ke panti, ada adiknya Dinda katanya yang sakit."
"Apa?jadi kalian ada di jalan sekarang mau ke panti?"Mamanya kaget mendengar berita itu karena biasanya Bu' Tini selalu mengabarinya jika ada sesuatu di panti.
"Iyya Mah."
"Kenapa Bu Tini nggak ngabarin Mama yah? biasanya kalau ada sesuatu di panti pasti bakal ngabarin."
"Mungkin mereka lupa Mah, udah dulu ya Ma ini Eric lagi di jalan."
"Iyya kamu hati-hati, nggak usah ngebut-ngebut yah." nasihat Mamanya sebelum mengakhiri panggilannya.
"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam Mah."
Panggilannya telah selesai, Eric meletakkan ponselnya di atas dashboard mobil.
Ditempat lain, pria yang selalu memperhatikan Dinda saat di pesawat masuk ke dalam rumahnya.
"Assalamualaikum."ucapnya saat masuk ke dalam rumah.
"Wa'alaikumsalam."balas penghuni rumah itu.
"Kenapa baru sampe sekarang Jun?ini udah jam berapa?" baru saja Arjuna masuk sudah kena omel lagi sama Mamanya.
Arjuna biasa dipanggil Juna oleh teman-temannya, anak bungsu dari Keluarga pebisnis yang terkenal, tapi beberapa bulan yang lalu Perusahaan Papanya hampir terancam bangkrut.
"Ma, tadi aku mampir ke cafe bentar ketemu sama teman."
"Ohh jadi kamu lebih pentingin ketemu temanmu dari pada sama orang tuamu hah?" Mamanya Juna belum berhenti ngomel.
"Udah deh Ma, ya kali aku mentingin teman dari pada keluarga." belanya.
"Kamu nggak tahu apa kalau orang tua di rumah khawatir karena kamu belum datang-datang."
"Ma udah Juna bukan anak kecil lagi, stop!" Juna jadi ikutan emosi karena Mamanya.
Mamanya Juna memang selalu memanjakan anak-anaknya, anak sulungnya saja dia tidak membiarkannya membersihkan kamar, walaupun anaknya itu perempuan.
"Sana mandi kamu bau abis dari luar."
"Iyya Ma, ini juga mau pergi ke kamar kok."
Juna meninggalkan Mamanya lalu naik ke lantai dua kamarnya.
"Huft, capek banget hari ini." Juna langsung merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.
"Ck, gadis itu selalu terbayang di pikiranku, huft aku harus mencarinya di kampus hari Senin nanti." Juna lagi-lagi memikirkan Dinda sambil tersenyum sendiri, sejak pertemuannya di dalam pesawat membuatnya sulit melupakan wajahnya itu.
Suasana sangat tenang di dalam mobil, Dinda masih tertidur dan Eric yang fokus menyetir.
Kruukk...Kruukk...
Eric menoleh melihat Dinda yang masih tidur dengan wajah menghadapnya.
"Dia belum makan? kenapa bibirnya juga sangat pucat."tanya Eric dalam hati.
Dinda terbangun karena sangat lapar. Dinda hanya sarapan lalu tidak makan siang, sampai sekarang dia belum juga makan malam, sedangkan Dinda mempunyai riwayat penyakit maag.
Dinda memperbaiki posisinya lalu menoleh melihat Eric yang pura-pura fokus menyetir. Sakit di lambungnya tidak bisa di tahan lagi, dia juga lupa membawa obat maagnya yang ada di atas meja.
"Tuan, bisa singgah ke apotek sebentar?" Dinda sudah sangat merasa kesakitan.
"Mau apa ke apotek?" Tanya Eric.
"Dinda mau beli obat maag, Dinda punya uang kok, cukup buat beli obat." Dinda tidak ingin membeli obat dengan uang Eric, nanti malah Eric semakin menuduhnya yang tidak-tidak.
"Kau sudah makan?"Eric tidak pernah melihat Dinda makan sejak sampai di rumah kemarin, pikirannya mungkin Dinda memang di dapur jadi tidak terlihat.
"Belum tuan, Dinda hanya sarapan lalu ke kampus."jawabnya.
"Ck, kau punya penyakit maag tapi kenapa lupa makan, setidaknya ingatlah makan, jika seperti ini aku juga kan yang repot." Eric malah mengomeli Dinda yang sebenarnya sedikit khawatir.
"Tuan jangan marah dulu perut ku sangat sakit." Dinda sudah berkaca-kaca karena perih yang dirasakan.
Eric menepikan mobilnya di dekat Supermarket di depan. Eric baru akan membuka pintu mobil, tapi Dinda memanggilnya lagi.
"Tuan, ini uangnya." Eric berbalik menoleh melihat Dinda yang pucat sudah menyodorkan uang 20.000 di depannya.
"Tidak usah, nanti saja kau ganti." ucapnya lalu segera turun.
Didalam supermarket Eric langsung mengambil roti dan air mineral, tidak lupa yang paling penting mengambil obat maag yang cair.
Eric ke kasir dan membayarnya dengan uang cash karena jika pake kredit pasti akan lama.
"Pak ini kembaliannya!" kasir perempuan itu berteriak karena Eric langsung keluar begitu saja setelah memberikan selembar uang berwarna merah.
"Ini minum obatnya dulu lalu makan." Eric memberikan kantongan itu di depan Dinda.
Eric merebut obat maag yang di tangan Dinda lalu membukanya dengan sekali putar. Dinda meminum obatnya dengan tidak sabaran.
"Itu rotinya makan!"Eric menyuruh Dinda dengan ketus.
"Iyya tuan, terima kasih."
Setelah 10 menit berlalu Dinda baru memakan roti yang diberikan Eric, melihat itu Eric melajukan mobilnya kembali.
"Tuan, totalnya berapa?"Dinda bertanya kembali.
"Uangmu tidak cukup, anggap saja ini hutang."ucap Eric yang fokus mencari restoran, dia juga merasa sangat lapar.
"Iyya, berapa?Dinda tidak akan tahu mau bayar berapa jika tidak tahu harganya."
"Diam! kau ini katanya sakit tapi bicaranya sangat banyak." Eric membentak Dinda yang dari tadi menanyakan soal harga.
"Cari tempat makan, tidak usah banyak bicara." Perintah Eric.
Dinda mengikuti perintah Eric dan menatap sekitarnya tempat makan.
"Apa??"Eric bingung kenapa Dinda malah memegang bahunya lalu menunjuk arah keluar.
*****
Like, coment dan vote guyss 🖤❤️