Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Perkenalan Singkat
Sekitar 25 menit menunggu, akhirnya warga dan juga kedua orang tua Vivi hadir di sana.
"Ada apa ini? Kenapa kau memperlakukan anakku seperti itu?" Tanya ayah Vivi melihat anaknya di ikat oleh Fian.
"Kalian harus lihat perlakuan wanita murahan ini, dia yang sudah menjebak aku dan Syena serta memprovokasi kalian semua."
"Nggak, bohong, dia bohong."
"Kami ada buktinya." Hamid memutar rekaman Video saat Vivi mengakui kalau semua itu memang perbuatannya atas dasar marah pada Fian dan Syena.
Kedua orang tua Vivi begitu malu dengan kelakuan putri mereka, calon suami Vivi mengatakan di hadapan semua warga kalau dia tidak jadi menikahi Vivi.
"Aku tidak sudi menikah dengan wanita seperti dia, pernikahan ini dibatalkan." ujar calon suami Vivi lalu pergi dari sana.
"Kau tidak bisa mengambil keputusan seperti itu, kau tidak bisa membatalkannya begitu saja." teriak Vivi tapi tidak dipedulikan oleh calon suaminya itu.
Warga sangat menyesal karena sudah menghakimi Fian dan Syena hingga mereka menikahkan Fian.
"Kalian pikir segampang itu minta maaf padaku?" Semua warga hanya menunduk.
"Aku akan membuat desa ini hancur dalam sekejap, kalian sudah menghakimiku tanpa peduli dengan kebenaran yang aku sampaikan dan nikmatilah semua ini," ancam Fian.
"Tolong jangan hancurkan desa kami, kami mohon ampuni kami."
Fian tidak peduli pada permohonan mereka, Fian, Hamid, dan Syena memasuki mobil keluar dari desa itu, sebelum pergi dia memberi ancaman yang sangat mengerikan untuk penduduk di sana.
"Besok, saat matahari terbit, desa ini akan rata dengan tanah dan kalian semua akan terlunta-lunta." Ancaman Fian memang tidak main-main, apalagi Fian adalah orang yang sangat kaya raya, jadi hal itu tidaklah sulit untuknya, dia meminta pada Hamid untuk mengerahkan anak buahnya menghancurkan desa itu.
...***...
Tepat pukul 1 dini hari, Fian sampai di Jakarta, dia menginap di hotel bintang lima milik Sean, abang kandungnya.
Hamid kembali bersama dengan beberapa orang suruhan Fian untuk meratakan desa itu.
Fian dan Syena memilih satu kamar, mereka ingin berbincang terlebih dahulu karena semua ini sangat mendadak bagi mereka.
Setelah berganti pakaian dengan nyaman, Fian dan Syena ngobrol saling berhadapan di atas sofa, Syena mengenakan bergo hitam yang sangat elegan di wajahnya.
"Kenapa kamu bisa ke desa itu?" tanya Fian pada Syena.
"Aku ke sana hanya untuk menikmati keindahan desa itu saja karena kata teman-temanku desa itu sangatlah bagus dan cocok untuk dikunjungi."
"Kau pergi sendiri?" Syena mengangguk.
"Semua keluargaku sedang berada di Bali, kami ke Indonesia hanya untuk liburan saja, aku baru tiga hari di desa itu dan selama ini Vivi sangat baik padaku, aku tidak menyangka kalau dia akan mencurangiku seperti ini." Fian menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.
"Lalu kenapa kamu malah dikejar oleh orang-orang itu?"
"Vivi memintaku untuk pergi ke suatu tempat, dia bilang ingin memberi kejutan padaku dan menutup mataku, aku tidak tau kapan dia pergi tapi yang pasti cukup lama aku tidak mendengar suaranya, saat membuka mata, aku melihat ada 3 orang dengan penutup wajah mengelilingiku dan menodong ku dengan senjata tajam milik mereka, aku yang ketakutan tidak tau harus ke mana, lalu aku melihat cahaya dari arah rumahmu makanya aku ke sana."
Ya, waktu itu memang Fian keluar dengan cahaya dari senter hpnya. Syena menceritakan apa adanya pada Fian, gadis itu merasa sangat bersalah pada Fian.
"Maafkan aku karena sudah memarahimu tadi." Fian menyesal saat ini.
"Iya tidak apa Fian."
"Syena, aku tau kalau pernikahan kita ini hanya karena terpaksa, aku mohon padamu untuk melupakan semuanya karena aku akan menikah dengan wanita yang aku cintai, pernikahanku akan dilaksanakan seminggu lagi." Syena memahami keadaan Fian saat ini, dia juga tidak mungkin akan memaksa Fian untuk membatalkan pernikahannya dengan calon istri Fian hanya demi dirinya.
"Aku mengerti Fian, kalau begitu, kamu menikah saja, anggaplah semua ini tidak pernah terjadi, aku tidak masalah dengan hal itu. Pernikahan kita hanya akad secara agama saja, tidak ada surat menyurat yang di sahkan oleh negara jadi kamu bebas jika ingin menikah lagi." Fian menatap Syena, dia tidak menyangka kalau Syena memiliki hati selapang itu.
"Terus bagaimana denganmu?"
"Aku tidak apa-apa Fian, lanjutkan pernikahanmu dan aku akan melanjutkan hidupku." Fian memegang tangan Syena dengan bahagia.
"Terima kasih Syena, terima kasih."
"Iya, sekarang tidurlah, anggap saja semuanya tidak pernah terjadi." Fian merasa begitu bahagia karena Syena tidak menghalangi dirinya untuk menikah dengan Naima.
...***...
Suara azan subuh berkumandang yang membuat Fian terbangun dari tidurnya, dia mengerjapkan mata dan melihat Syena sudah duduk di atas sajadah mengenakan mukena putih sambil memegang tasbih.
Fian menatap wanita yang kemarin dia nikahi, Syena sangatlah baik dan lembut, tutur katanya sangat enak di dengar.
Syena tak menyadari kalau Fian tengah menatapnya, ia berdiri hendak shalat subuh namun suara Fian menghentikannya dan menatap Fian yang sudah bangun.
"Apa kamu tidak ingin shalat berjama'ah denganku?" Syena tersenyum mendengar perkataan suaminya.
"Kalau kamu bersedia menjadi imamku, tentu aku mau," jawab Syena dengan lembut.
"Sebentar ya, aku mandi dulu." Syena mengangguk dan menunggu suaminya, setelah siap, mereka menunaikan shalat subuh berjama'ah.
Selesai shalat dan berdoa, Fian menanyakan mengenai diri Syena, dia sangat ingin mengenal Syena lebih dalam lagi karena mereka hanya berkenalan singkat setelah menikah.
"Aku berasal dari Marocco, ayahku asli Yaman dan ibuku Marocco, aku sendiri lahir dan besar di Marocco bersama dengan kedua orang tuaku, aku anak kedua dari tiga bersaudara, kedua saudaraku laki-laki. Aku seorang dokter anak di rumah sakit besar yang ada di Belanda, saudara laki-laki yang pertama seorang tentara dan adikku yang terakhir masih menduduki bangku kuliah, dia seorang dokter hewan, aku mengambil cuti selama 15 hari untuk dapat pergi bersama dengan keluarga besarku ke Indonesia."
"Wah kamu ternyata seorang dokter ya, kakak iparku juga seorang dokter anak tapi dia sudah tidak bekerja lagi," kata Fian mengingat Seyyal juga seorang dokter anak.
"Oh ya, dia bekerja di mana?"
"Dulu dia di Turki lalu pindah ke New York dan setelah menikah, dia tidak bekerja lagi dan menetap di London." Syena mengangguk.
"Hmm hari ini aku akan ke Bali, besok aku akan ke Belanda, aku berdoa semoga pernikahanmu berjalan dengan lancar Fian." Hati Fian sangat tersentuh dengan kebaikan Syena, Syena sama sekali tidak menghalanginya menikah dan bahkan Syena rela jika tidak dianggap istri oleh Fian.
"Bagaimana dengan pernikahan kita ini Syena?"
"Bagaimana apanya? Kamu lupakan saja Fian, anggap saja pertemuan kita ini adalah sebuah kesalahan yang tidak perlu diingat." Perkataan ringan dari Syena terasa sangat berat bagi Fian.
"Tapi bagaimana pun semua ini tidak adil untukmu, aku akan menikah dengan orang lain."